31

204 12 0
                                    

"Uuugghh...." Lenguh Bintang tak tertahan, ia memegang pinggiran wastafel erat. Sedari tadi ia tak henti memuntahkan cairan berwarna hijau pekat dari perut nya, ia merasa tenaganya terkuras habis. Kemoterapi telah usai, ia juga sudah diperbolehkan pulang, ia baru saja mengganti pakaian Rumah Sakit yang ia kenakan dengan pakaian biasa, ia sangat bersemangat saat dokter Farhan sudah mengijinkan nya pulang, tapi efek dari pengobatan itu benar-benar merusak mood nya.

Pajar membuka pintu kamar mandi, ia meringis ketika melihat keadaan adiknya tengah menahan sakit. Ia tak berkata apapun yang ia lakukan hanya memijat tengkuk adiknya sambil menyodorkan sebotol air mineral yang ia bawa.Bintang meminumnya sedikit, setelah merasa rasa mual itu sedikit mereda ia melangkah lunglai keluar dengan Pajar tepat dibelakangnya. Ia merasa seluruh tubuhnya sakit, sulit bernafas.

"Kita pulangnya nanti saja, setelah keadaan lo baikan." Pajar meletakan air mineral yang sempat di minum Bintang di atas nakas.

"Nanti gua juga baikan, ini sudah biasa, lo tenang aja."

"Tapi...-"

"Gua mau pulang sekarang kak, terserah kalau lo mau tetep disini." Sela Bintang, ia berlalu begitu saja keluar ruangan.
Pajar hanya mengehela nafas berat melihat adiknya yang sensitif hari ini, ia pun segera menyusul Bintang, sambil berharap kondisi adiknya itu membaik.

Pajar memarkirkan mobilnya di garasi seperti biasa, ia melirik kearah samping kursinya, Bintang tertidur pulas selama perjalanan pulang, ia jadi tidak tega membangunkannya. Namun mau bagaimana lagi?

"Bi... hei bangun." Bintang menggeliat tak nyaman saat merasakan bahunya di tepuk seseorang.

Tanpa berkata lagi Bintang turun dari mobil, hari ini entah mengapa ia tak ingin banyak bicara. Ia merasa pening dengan segala hal, sesuatu dari dalam dirinya mendorong untuk tidak bertindak lebih seperti hari biasanya. Yang ia inginkan sekarang beristirahat, tidur, berharap esok suasana hatinya akan kembali seperti semula.

"Bi..." langkah Bintang terhenti di anak tangga pertama setelah mendengar panggilan kakaknya, ia berbalik tanpa menyahuti.

"Nih, tadi dokter Farhan nyuruh lo minum obat ini sebelum lo istirahat, lo gak inget?"

Bintang mendesah pelan.
"Ia, nanti." Ujarnya sambil mengambil bungkusan obat dari tangan kakaknya dengan malas.

"Jangan nanti dong, sekarang."

"Ia, tapi sekarang perut gua sakit, lo ngerti kan!?" Bintang menaikan nada bicaranya.

"Justru karena perut lo lagi sakit, jadi lo harus min...-"

"Gua gak suka ya lo maksa
-maksa gua kayak gini!" Selanya dengan intonasi kian meninggi.

"Kok lo jadi marah-marah sih? Gua hanya mengingatkan."

"Gu gua gak marah." Bintang menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Kenapa ia jadi kikuk kayak gini?

Pajar memalingkan wajahnya sejenak, lalu kembali menatap wajah pucat adiknya. Ia mengerti, dokter Farhan pernah menjelaskan padanya bahwa emosi adiknya ini akan mudah tak stabil, ia cenderung diam, tak ingin di tanya oleh siapapun. Namun tak lama setelah itu emosinya akan kembali stabil.
"Ya udah lo istirahat gih."

Setelah mendengar kalimat terakhir kakaknya, Bintang kembali berbalik melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Bintang membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur, setelah dengan terpaksa meminum obat yang tadi diberikan kakaknya, ia jadi benar-benar mengantuk, kelopak matanya terasa berat, dalam hati ia bersyukur kakaknya tadi mengingatkannya untuk meminum obat sebelum istirahat, sehingga dia bisa tertidur dengan cepat.

Thanks Brother✔ (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang