Pajar melihatnya.
Bintang membuka matanya, mengerjap beberapa kali. Wajah pucat dengan kedua lubang hidung yang terpasang nasal canul membuat hati Pajar berdesir sakit, ia duduk di sebelah ranjang pesakitan dengan tangan yang senantiasa mengusap rambut lepek itu. Saat ini sekuat tenaga ia menahan tangis didepan adiknya, ia tidak ingin membuat Bintang sedih karena kepedihan nya. Pajar menggenggam pelan tangan kurus terpasang infus itu, ia mengusap perlahan sambil sesekali memainkan jemari lemah itu.
"K... kak..-"
"Hmm?" Pajar mendekat memangkas jarak antara mereka ia membaringkan tubuhnya disamping adiknya, ia memeluk erat tubuh lemah itu seakan tak ingin kehilangan kebahagiaan nya. Pajar menggigit bibir bawahnya berusaha menahan lelehan air mata ketika merasakan sebuah rematan lemah pada jemarinya. Terasa seperti sebuah sentuhan. Ia tahu Bintang sudah tak sanggup lagi, Bintang sudah terlalu banyak mendapat penderitaan namun ia tetap tersenyum dengan itu semua. Dan sekarang Bintang sudah tak mampu lagi menyembunyikan rasa sakitnya, ini sudah batasnya, ia tak mampu lagi.
"Ada apa?" Pajar membalas rematan lemah itu, ia menatap kedua manik hitam adiknya lekat, berusaha mencari sebuah kekuatan didalam sana. "Lo kenapa?" Tanpa ia sadari air matanya berjatuhan deras.
Bintang memiringkan kepalanya menghadap Pajar yang berbaring disebelahnya, ia tak tahu apa yang terjadi, namun ia tak mampu lagi merasakan apapun. Suaranya seakan menghilang, ia tak mampu berbicara lebih. Tubuhnya seperti dihantam rasa sakit tanpa henti, ia tak tau sampai dimana ia akan mampu bertahan. Mungkin inilah batasnya. Sekelebat bayang orang-orang terdekat terlihat, Digo dan Bayu, canda tawa mereka terpampang jelas di pikirannya, ia ingin bertemu dengan mereka. Kak Sasha, dokter Farhan, bahkan ia belum sempat berterimakasih atas semuanya.
Sangat sakit.
"Bi lo harus kuat."
Bintang ingin memberi tahu kakaknya bahwa ia sudah tak sanggup lagi, ia ingin mengeluarkan suaranya, ia ingin mengungkapkan bahwa ini sangat sakit, ia ingin menyuruh kakaknya untuk tidak menangisi nya karena air mata itu menambah sakitnya, namun rasa sakit yang kian menjadi tak membiarkannya bersuara.
Pajar memeluk erat tubuh lemah itu, tidak! Sampai kapan pun ia tak akan mampu kehilangannya. Dia Bintang bahagianya.
"Jangan menyerah." Bisiknya.
Tatapan itu kini tak berfokus seakan kehilangan daya. Cairan bening mengalir di sudut matanya, pemuda yang kini tengah meregang nyawa itu meneteskan air mata. Entah karena sakit yang tak henti merongrong tubuhnya, atau karena merasakan kepedihan sang kakak. Ia ingin bersuara namun tak mampu.
"Kenapa lo nangis?" Tanya Pajar ditengah isak nya, ia berusaha menjadi objek penglihatan adiknya yang sudah mulai tak berfokus, bibirnya berkedut menahan tangis saat manik mata berair itu membalas tatapannya. Tatapan mereka bertemu, namun sampai detik selanjutnya kelopak mata itu berayun lambat, jantung Pajar berdetak lebih cepat dari biasanya, ia takut.
Pajar tak mampu lagi menahan tangisannya, ia sadar Bintang, adiknya yang sangat ia sayangi tengah diambang batas nya.
Sekarat.
"DOKTER...!!" Raungnya, ia berteriak sekencang mungkin dengan suara serak bercampur isak tangisnya.
"DOKTER...!!"
Tangisannya pecah setelah merasakan tangan itu tak lagi menggenggam tangannya. Ia semakin mengeratkan pelukan nya, tak ingin melepaskan barang sedikitpun. Pajar dapat merasakan hembusan nafas adiknya yang melemah pada lehernya, ia semakin memeluk erat, memeluk dalam sampai ia mulai mengikhlaskan nya pergi, ia menghirup aroma tubuh adiknya untuk terakhir kalinya, ia peluk erat untuk terakhir kalinya.
Ikhlas, kata indah namun sulit untuk diucapkan.
"Ma, maaf, gua belum bisa jadi kakak yang baik buat lo." Ujarnya, tangisnya semakin pecah. Ia ingin mengikhlaskan namun terasa sangat sulit.
"Maaf!"Hembusan nafas terakhir Bintang sangat terasa menyakitkan bagi Pajar, ia tak bisa mengontrol detak jantungnya yang seakan melebihi batas.
Telah berakhir.
Kini, senyum, canda tawa, mata yang senantiasa berbinar itu tak akan lagi singgah di muka bumi ini.
Bintang telah tiada.
Perjuangannya, telah usai. Bintang kalah. Namun ia berhasil membuat semua orang akan merasa rindu padanya.
Pajar tak kuasa lagi memeluk raga tak bernyawa itu. Ia memandang wajah pucat pasi Bintang untuk terakhir kalinya, air matanya kian mengalir deras.
"Se, setelah ini.""Keinginan lo akan terkabulkan."
"Di sana lo bakalan ketemu mama sama papa, gua iri sama lo bi." Pajar mengusap jejak air matanya kasar, namun sedetik kemudian air matanya kembali mengalir deras.
"Lo ninggalin gua sendiri!" Pajar tersenyum miring.
"Gua bahagia karena lo gak sakit la lagi."
Pajar mengecup dalam kening adiknya yang terasa dingin itu untuk terakhir kalinya.
Setelah ini, Pajar berjanji tidak akan menangis lagi.
Walau sulit tapi ia akan berusaha ikhlas.
"GUA IKHLAS..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Thanks Brother✔ (Belum Revisi)
Teen FictionKisah seorang pemuda penderita kanker dengan harapan terbesar nya bertemu dengan ibu nya, ia ingin kembali merasakan belain lembut tangan itu, untuk terakhir kalinya. Namun sebuah kenyataan langsung menghancurkan segalanya. Sampai pada saat ia mera...