Bagian 9

13.5K 1.3K 163
                                    

Panji menatap bangga hasil karyanya, bangunan 4 lantai seluas 11.000 m2 yang memiliki 85 kamar, dan setiap kamarnya mampu menampung 10 anak sekaligus seorang pendamping. Tiap kamar memiliki fasilitas ruang belajar, tempat tidur, dan dua buah toilet. Di sebelah gedung yang terpisah, ada bangunan minimalis yang akan digunakan sebagai klinik umum panti.

Gedung berkonstruksi baja dan beton, serta bangunan minimalis ini Panji persembahkan untuk adik-adiknya, bundanya, dan tentu saja Hayu.

Lokasi bangunan ini lumayan luas dan agak jauh dari rumah penduduk. Belakang panti ada lahan kosong khusus untuk ladang, untuk anak-anak melakukan aktivitas berkebun. Di sekelilingnya hamparan sawah, sangat terik bila tengah hari begini. Kemarin sengaja Panji borong kiara payung untuk di tanam di halaman panti dan sekitarnya agar tak terlihat gersang. Dibangun pula taman di sudut halaman guna memperindah penghijauan.

"Assalamualaikum, Bunda?" Panji meletakkan ponselnya di telinga sebelah kanan.

"Waalaikumussalam. Panji, di rumah ada 2 bis ini maksudnya apa? Sopirnya ngomong katanya ini suruhan kamu?"

Pertanyaan wanita paruh baya itu seketika membuat sudut bibir Panji tertarik lebih tinggi. Sudah ia duga pasti Bundanya akan bingung dan langsung menghubunginya. Panji memang sengaja memberinya kejutan. Sore ini, ia mengirim 2 bus ke Sidoarjo, guna memboyong mereka semua ke rumah panti yang baru.

"Sudah, pokoknya sekarang Bunda siap-siap. Bawa baju secukupnya, Bun. Adek-adek juga. Aku tunggu di sini. Ada kejutan buat Bunda dan adek-adek," katanya antusias disusul tawa kecil setelahnya.

"Kamu bikin penasaran aja. Kasih tahu Bunda sekarang, Panji. Jangan bikin Bunda jantungan."

"Yah, kalau dikasih tahu sekarang namanya bukan kejutan dong. Udah ah. Gitu aja. Bunda segera beres-beres. Aku tunggu di sini. Assalamualaikum."

Panji segera memutuskan sambungan teleponnya sebelum yang di seberang sana semakin banyak bicara. Pandangan Panji kembali fokus pada obyek di depannya. Senyumnya terkembang lebar. Sungguh, bahagia sekali bisa mempersembahkan semua ini untuk orang-orang yang dikasihi.

"Bos ...." Akbar dan salah satu anak buahnya datang menghampiri Panji. Mereka menenteng beberapa maket.

"Kita bicara di dalam," kata Panji sembari menuntun langkah masuk ruangan yang tersedia khusus untuk ruang kantor.

"Kliniknya dokter Hayu rencananya dibuat seperti yang di rumah apa gimana, Bos?" Akbar meletakkan maket miniatur tepat di hadapan Panji.

"Lebih luas. Lebih ke klinik umum sih, Bar. Bukan personal seperti di rumah. Oh ya ...." Kali ini pandangan Panji mengarah ke anak buah Akbar. "Ada tukang nganggur nggak? Aku butuh 5 orang. Mau aku suruh bongkar klinik di rumah. Sekalian carikan tukang taman."

"Tuh kan ... apa aku bilang, Bos. Si cantik tahu ya?" Akbar menyela. Panji langsung melempar tatapan sengit.

Si tukang mengangguk. "Ada Pak. Nanti saya konfirmasi."

"Aku butuh cepat ya. Jangan lama-lama."

"Siap, Pak."

"Oiya, Bos, kemarin pas masih pertengahan pembangunan, ada donatur gitu nawarin bantuan. Aku nggak minta kontaknya sih, tapi langsung aku suruh ke Sidoarjo."

Aku, Kamu dan Pengikat (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang