Sekuat apapun aku menciptakan jarak bila halaman terakhirku itu kamu, aku takkan mampu melipat takdir dengan cara sekeji itu.
***
Srak.
Srak.
Srak.
Langkah gontai terus terdengar sepanjang jalan. Peluh pun membasahi tepi wajah beserta anak rambutnya. Mengeluh untuk sekarang hanya terasa percuma, tidak akan membereskan semua tanggungannya malam ini.
Senior jahanam! Ati-ati aja nilai UN nya gua sabotase, batinnya menjerit namun tak berlaku bagi mulutnya.
Drrt~ Drrt
Deva si Preman incoming call. . .
"Halo? Sibuk."
Jauh dari sana, Deva berdecih mendengar jawaban temannya yang satu ini. Sama sekali tak sopan, "Heh anak mermed, sopan dikit sama yang lebih tua."
"Tua cepet mati kok bangga. Ngape si?" Kinan tak bisa lagi menutupi rasa lelahnya setelah 2 jam berkeliling kota menyebar brosur.
"Lo lagi dimana?"
"Amsterdam, bantu kera sakti nyari bini."
Deva cekikikan di sana. "Kesel amat? Gak dapet job manggung?"
"Sembarangan! Gua sibuk ini, udah ah gak guna!" Sekali lagi Kinan ingin membuang handphonenya ini, untung saja ia ingat betapa susahnya mencapai seri handphone yang ia genggam. Ya harus terang-terangan, ponsel Kinan adalah ponsel hasil giveaway.
Deva menyadari sahabatnya sedang tak dalam mode ketawa garis keras. "Sante dong, Nyai. Gua mau ke rumah lo bisa gak? Gua ajak ke tempatnya Kak—"
"Gak bisa dah! Sana ngajak Anya!"
Tut!
Jangan sebut nama Kak atau aku akan membunuhmu!
Kinan sedang melahap emosinya hidup-hidup. Ia kesal diperlakukan seperti budak oleh senior kelas 12, mentang-mentang udah gede nyuruh sembarangan, belom aja gua ajak adu ayam! Katanya mengomel sembari terus membagi selebaran.
Seminggu lagi sekolah mereka akan menggelar acara festival akhir tahun. Biasanya acara ini diselenggarakan menjelang penerimaan siswa baru, ya anggap saja seperti refreshing untuk seluruh warga sekolah.
Festival ini lebih condong digerakkan oleh jurnalistik—ekskul yang diikuti Kinan. Tak heran, belakangan ini ia disibukkan rapat-rapat jurnalistik. Dan untuk malam ini, dirinya mendapat tugas membagi 1000 selebaran di sekitar kota DKI, supaya pengunjung festival ini membludak dari tahun kemarin.
Nyaris patah tulang kakinya! Dari SMA Garta sampai Bundaran HI ia hanya berjalan kaki. Sebenarnya dirinya kebagian tugas dengan Chelsea, anak 11IPS-2, tapi sejak tadi pagi Chelsea memang tak masuk sekolah.
Bisa diperkirakan letihnya ia berkeliling menawarkan selebaran hanya seorang diri.
Tak hanya Kinan yang lelah, semua anak jurnalistik kelas 11 terasa dibebani. Selepas KBM berakhir, mereka harus susah payah menjalankan tugas, sedangkan senior kelas 12 hanya duduk manis mengarahkan tugas kelas 10 di sekolah. Tugas apa kerja rodi?! desis Kinan.
#7 - Festival Kembang Api
"Tang, malem ini katanya ada festival kembang api di Bundaran HI. Mau nonton gak?" Gladys duduk di balkon rumah Bintang, sorot matanya mamandang Bintang penuh harap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintan
Teen FictionAkasa Kinan Maranta, gadis pemilik syndrome langka dengan sejuta rahasia. Baginya tak ada yang spesial dari bumi raya. Baginya dunianya terlampau kelabu, hanya menyimpan sekotak puing-puing cerita yang siapapun enggan untuk menerka. Kendati demikia...