05 | Breaking News se-Garta

151 43 32
                                    

Tidak ada yang salah di sini; hanya
aku yang terlalu nekat untuk kembali mengusik kehidupanmu. Hanya aku yang terlalu nekat untuk menyakiti perasaanku sendiri.

***

"Lo semalem beneran berantem sama Derryl, Tang?" Secuil pertanyaan yang menggelayuti pikiran Vito sejak tadi malam akhirnya bisa lolos tersampaikan.

Bintang duduk di teras rumah Vito, memakai sepatu sambil terus menaik-naikan celana osis hasil pinjamannya dari Vito yang lumayan kebesaran. "Celana lo gede amat anjir, berasa bapak-bapak mau kondangan."

"Masih untung gua pinjemin."

Kling!

Elan
Om Herdi bangkrut beneran, Tang?

"Ck, heboh banget si," decih Bintang begitu membaca sekilas notifikasi yang lewat di handphone-nya.

Lampu motor mengarah pada sepasang remaja yang tengah berdiri di depan gerbang. Ketika si pemilik motor tersebut lari menghampiri mereka, rupanya adalah Derryl dan Gladys yang sedang saling menguatkan.

"Dys? Lo kenapa?" tanya Bintang.

Bukan sepatah jawaban dari mulut Gladys yang Bintang dapat, melainkan sebuah pukulan nafsu dari seorang yang terlihat di sisinya. Tanpa basa-basi, Derryl melambungkan beberapa pukulan pada Bintang, tangkisan demi tangkisan Bintang berikan untuk Derryl.

"Lo kemana aja pas Gladys jatuh?! Lo biarin cewek lo nangis, lo gak dateng pas lagi dibutuhin?! Cowok macam apa lo?!" Derryl mencengkram kuat kaos Bintang.

Yang dicengkram hanya menatap jenaka. Bagaimana bisa Derryl bertindak heroik  menyelamatkan Gladys, perempuan yang sudah terang-terangan memiliki komitmen dengan Bintang.

"Naksir Gladys?" tanyanya enteng.

Derryl melepaskan cengkramannya frustasi. Seharusnya ia tidak menyebut pernyataan bodoh seperti halnya pekan lalu. "Gua tau, Tang. Tapi gak gini caranya!"

"Kalo Gladys jatuh, dan lo udah ada di sini? Buat apa lo nyuruh gua dateng?"

Derryl sontak berteriak, "Papanya Gladys kena masalah hukum, mamanya lagi ikut ngurus. Dia sendirian udah malem diusir dari rumah, mau tinggal dimana, bre?!"

Tarikan napasnya terdengar putus asa. "Dia cewek, dia gak mungkin sendirian nyari apartement atau wisma. Lo udah dimintain tolong Gladys daritadi gak ada ngertinya!"

Bintang menarik salah satu ujung bibirnya. "Kalo ada lo yang siap sedia 24 jam buat Gladys. Boleh tuh lo gantiin peran gua, kenapa gak? Yakan?"

Bugh!

Derryl melayangkan pukulannya pada rahang pipi Bintang. Dua pukulan lainnya ia sajikan lagi pada sudut bibir dan pelipisnya. Tidak ada perlawanan dari Bintang, ia hanya menerima meski dirinya telah jatuh lemah tersungkur mengenai aspal.

Gladys yang melihat kejadian tersebut semakin menggugu akan isakannya. "Udah, Ryl. . ."

"Bahkan kalopun lo naksir Gladys, Ryl, gua gak habis pikir lo bakal seterang-terangan ini." Ibu jari Bintang mengusap setetes darah pada sudut bibirnya.

Deru nafas Derryl tak bisa dikontrol. Hampir saja ia menghadiahi Bintang pukulan terbarunya, namun tangan Gladys lebih dulu menahan lengan cowok itu.

"Udah, Ryl, lo gak berhak ikut campur masalah gua sama Bintang. Jangan pukulin Bintang terus."

Bintang bangkit mengusap bekas hadiah dari Derryl lima menit yang lalu. "Bahkan gua udah tau, lo berdua ada hubungan lebih deket yang gak gua pahami. Santai, udah dapet izin dari gua buat lo berdua."

BintanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang