Baru kusadari jatuh cinta adalah awal aku mengenal sebuah perihnya kenyataan yang tak memihak
terhadap perasaan.***
"Bintang! Tehnya diminum dul—"
Bintang meraih gelas bening itu sampai tandas dalam tiga tegukan. Diusapnya sudut bibir yang sedikit basah. "Udah, Bun! Bintang berangkat ya, udah telat," ujar Bintang menatap arloji di pergelangan tangannya lekat-lekat.
"Jangan ngebut, Tang," sahut Wijaya dari ambang pintu.
Buru-buru Bintang menstater vespa berwarna biru pudar. Ia tidak cukup waktu untuk mencari kunci motor CBR yang hilang entah kemana larinya. Matanya sedari tadi tak menangkap sosok Bagas, mungkin ia sudah meluncur terlebih dulu. Abang sialan! Bukannya bangunin gua malah cabut duluan.
Tanggal 17 Juli, tepat hari ini, seharusnya menjadi hari yang disambut ceria karena merupakan awal bagi dirinya menuliskan kenangan semasa SMA di kelas akhir. Ya, hari ini Bintang resmi menjadi penghuni kelas akhir dengan segala kesibukan yang akan dihadapi nantinya. Bukan hanya Bintang tetapi semua anak SMA Garta menginjakkan kaki di kelas yang setingkat lebih tinggi dari sebelumnya.
Bukan Bintang namanya kalau dia melalaikan hal-hal sekecil ini. Pagi ini pasti upacara bendera, dan sekarang pukul enam lebih empat puluh lima. Namun, Bintang masih bergulat dengan gas vespanya yang mendadak tak mau diajak kompromi. Sepertinya, pagi ini ia harus menanggung malu di depan siswa baru SMA Garta.
"Mang Asep! Jangan ditutup gerbangnya ini remnya blong, awas! Awas!" pekik Bintang kala menyadari remnya tak bekerja, membuat vespa itu terus melaju tidak peduli meski nyaris melukai Mang Asep yang tengah menutup gerbang.
"Aduh, Den, motor yang biasanya kemana? Pake vespa malah bikin orang celaka," sahut mang Asep dengan logat Jawa Barat yang kental sembari mengusap bokongnya.
Bintang hanya menyengir tanpa salah.
#22 - Masuk Sekolah
Barisan upacara seketika bubar ketika sang pemimpin upacara selesai memberi penghormatan umum yang terakhir. Terlihat pada barisan bagian kiri masih utuh tak bergerak satu jengkal pun. Ya, mereka barisan anak-anak yang masih memakai seragam biru-putih, hari ini adalah hari terakhir mereka mengikuti masa-masa MOPD.
Yah, seperti yang kita tahu, hal semacam itu akan menjadi bahan tontonan yang renyah bagi jajaran para kakak kelas. Tak terkecuali bagi empat gadis yang duduk di anak tangga depan 12A-4.
"Yang namanya Safira tuh ngakak buset hahaha," kata Deva mengamati lekat anak berpapan nama dari bahan kardus yang mengalung bernama Safira.
Freya terbahak menatap wajah-wajah tegang mereka. "Anjir, namanya cakep Arnanta lah keluarnya kaya Ivan Gunawan hahaha," timpal Freya memukul-mukul paha Kinan yang ikut menyengir lebar.
"Ngakak bego, tegang semua mukanya. Abis ini masih dimarahin?" celetuk Kinan santai.
"Biasanya hari terakhir senam gitu sama buat madding raksasa, 'kan?" tutur Anya seraya memutar ingatan jaman dimana dirinya masih baru menginjakkan kaki di lapangan SMA Garta.
Freya menunjuk-nunjuk laki-laki berwajah judes, yah, meski sulit diakui kalau dia terbilang tampan, "Tuh si ketos Malvin, gile mukanya serem amat kayak rentenir semen." Dengan jenaka Freya mencoba mengikuti mimik wajah Malvin yang terkenal menyandang sebutan 'ketos jutek'.
"Rentenirnya macem Malvin dedek rela dipalak, Mas," ucap Deva menutup mulutnya seakan tersipu malu.
"Gua lempar lo ke lapangan," sahut Kinan jengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintan
Teen FictionAkasa Kinan Maranta, gadis pemilik syndrome langka dengan sejuta rahasia. Baginya tak ada yang spesial dari bumi raya. Baginya dunianya terlampau kelabu, hanya menyimpan sekotak puing-puing cerita yang siapapun enggan untuk menerka. Kendati demikia...