12#Let Me Hear You

2.7K 243 2
                                    

H A P P Y R E A D I N G guys🎉

Pencet dulu tombol bintang di kiri bawah👍

AUTHOR POV,

" Assalamualaikum, kak." Salam ku sambil mencium punggung tangan kakakku

Aditya Hanif Ahmad, kakak kandung ku yang kerap dipanggil Hanif. Umurnya 30 tahun, bekerja sebagai seorang koki disebuah restoran Asian food.

" Wa'alaikumussalam, dek. Apa kabar? " Sahut Hanif sambil memeluk adikku.

Aku tersenyum kemudian mengangguk, "aku baik-baik saja kak."

Satu-satunya keluarga yang ku punya ialah kak Hanif. Kedua orang tua ku meninggal dalam insiden jatuhnya pesawat Boeing sekitar 5 tahunan yang lalu, aku masih duduk dikelas 10.

Aku sangat tertekan saat mengetahui kedua orang tuaku sudah ditemukan dalam keadaan meninggal. Kak Hanif pun sama, ia juga tertekan saat itu. Namun kak Hanif mencoba menutupi nya agar tidak lemah, aku tahu itu.

Warisan yang ditinggalkan orang tua ku tidak begitu banyak, dengan terpaksa kak Hanif bekerja sambil kuliah untuk memenuhi kebutuhan kami. Aku sangat berhutang kepadanya, mungkin suatu saat aku akan membahagiakannya.

" Syukurlah, ayo pulang. Kakak sudah menyiapkan makanan untukmu." Ucap kak Hanif lembut seraya mengusap kepala ku yang tertutupi hijab. Inilah yang ku suka di diri kak Hanif, sangat lembut. Ia bahkan hampir tidak pernah memarahi ku.

" Wow, Farah rindu banget sama masakan kakak." Sahut ku dengan tersenyum lebar menampilkan deretan gigi ku. Seketika pipiku dicubit gemas oleh kak Hanif membuat ku merintih.

" Sakit kak." Ucap ku sambil mengelus pipiku yang kemerahan.

" Kita langsung ke makam Mama dan papa ya, kamu pasti merindukan mereka." Memang aku sangat merindukan sosok kedua orang tua ku. Aku tersenyum lalu menganggukkan kepalaku.

Kami sudah sampai ditempat pemakaman umum, aku pun juga sudah membeli beberapa bungkus bunga untuk ku taburkan di atas kuburan orang tua ku.

Seperti dulu, tangis tidak bisa dibendung ketika aku kesini. Selalu membuatku menyesal kenapa tidak ikut di pesawat yang mereka tumpangi, jika ikut aku akan bersama mereka ke surganya Allah.

Kak Hanif mencoba menenangkan ku, aku tahu ia juga bersedih tapi tidak di nampakkan nya disini. Aku sering melihat kak Hanif menangis sendiri saat semua orang sudah tenggelam di alam mimpi.

Setengah jam berlalu, aku dan kak Hanif beranjak meninggalkan pemakaman tersebut. " Dek, kakak punya kejutan buat kamu."

Aku menengok ke arah nya " benarkah? Kakak dari dulu emang yang terbaik bagi ku." Sahut ku tersenyum.

Memang sejak dahulu kak Hanif sering membelikan ku hadiah dengan uang nya sendiri, tapi kegiatan itu terhenti saat kami kehilangan orang tua.

















" Rumah ini? Rumah siapa kak?." Tanya ku heran saat kak Hanif menghentikan laju motornya tepat di depan rumah minimalis berwarna Abu-abu.

Kak Hanif tersenyum ke arah ku " ini rumah kita dek, kakak membangunnya dengan uang kakak dan dibantu sama uang temen kakak juga."

Aku tertegun mendengarnya, jadi rumah ini bukan murni uang dari kak Hanif? Astagfirullah. Bagaimana ia bisa tenang tinggal disini selama rumah itu masih belum milik kak Hanif sepenuhnya.

" Kakak berhutang? Kenapa tidak membeli rumah yang harganya pas dengan uang kakak?." Tanyaku heran enggan memasuki rumah itu.

" Kenapa? Kakak cuman ingin mewujudkan impian kita yang mempunyai rumah mewah." Sahut kak Hanif santai, MasyaAllah.

Akmal ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang