| k e p i n g e n a m |

1.6K 220 15
                                    

Martin mengangkat bahu. "Semua orang punya sisi rahasia, Mel. Termasuk lo."

Pandangan Melisa berubah tajam, ia memandang tepat ke manik mata Martin. "Gue? Maksud lo?"

"Lo kena Ombrophobia, kan?"

Melisa menarik tangan Martin agar mendekat, lalu berbisik, "Bisa nggak sih, lo kecilin suara lo dikit?" tanya cewek itu kesal.

Senyum Martin mengembang, benar dugaannya selama dua hari ini. Melisa memang menderita Ombrophobia dan hal ini membuatnya panik saat ada seseorang yang mengetahui hal buruk itu.

"Kenapa lo harus panik?" tanya Martin simpel. "Lo harusnya biasa aja, semua orang punya ketakutan, dan itu hal yang sangat wajar."

Melisa menggeleng. "Ini nggak wajar," jawabnya. "Dari mana lo tau soal itu?"

Cowok di hadapannya itu mengambil susu milik Melisa dan meneguknya habis, lalu mengangkat bahu. "Gampang aja. Semua orang bisa lihat perubahan sikap lo waktu langit mendung. Itu juga yang jadi alasan lo selalu ngebubarin forum setiap mau hujan, kan?"

"Dari mana lo tau gue selalu bubarin forum tiap mau hujan?"

"Informan gue banyak banget, Mel. Gue bisa dapet informasi apa pun yang gue mau kalo gue beneran niat nyari tau," jawab Martin. Ia menunjuk kertas di hadapannya. "Gue bisa dapet informasi ini dalam waktu dua hari, menurut lo kurang hebat apa gue?"

Melisa memutar bola matanya kesal. "Lo cukup berguna buat cari informasi, tapi sebaiknya jangan pernah cari informasi soal gue kalo lo masih pengin bertahan di jurnalistik."

Cowok itu menggoyangkan jarinya di hadapan Melisa. "Gue nggak mempan diancam, karena biasanya gue yang ngancam dan selalu berhasil."

"Jadi dua lagi ini siapa?" tanya Melisa mengalihkan pembicaraan. Ia merasa tidak berguna melanjutkan perdebatan dengan cowok di hadapannya ini.

"Yang ini namanya Deska, dia mantan pacarnya Keith. Cari tau aja mereka putus kenapa, mungkin lo bisa dapet jawaban dari sisi lain Keithanu," jawab Martin. "Gue tau dia temen lo, tapi lo perlu objektif, dan berhenti denger dari satu sisi aja."

Penjelasan Martin membuat Melisa menutup mulutnya rapat. Benar yang dikatakan cowok tengil itu, Melisa perlu lebih objektif soal Keith. Ia tidak ingin majalahnya menjadi media berat sebelah.

"Yang terakhir ini namanya Brenda, sepupunya Median," jawab Martin. "Gue nggak tau juga dia bakal kasih informasi yang berguna buat lo apa nggak, tapi Brenda ini satu-satunya orang yang paling deket sama Median."

Melisa menganggukkan kepala. Sepertinya untuk kasus Median ini, ia benar-benar harus turun tangan. Ia merapikan kembali kertas yang diberikan oleh Martin.

"Kerja bagus, Mart. Besok-besok kalo ada informasi lebih lagi, langsung kontak gue, ya," pesan Melisa sebelum ia bangun dan meninggalkan kantin. Untuk pertama kalinya Melisa tersenyum di depan Martin. Ia sangat senang karena mendapat begitu banyak informasi.

Martin mengacungkan jempolnya. Senyum Melisa membuat cowok itu sedikit salah tingkah. Ia merasa Melisa begitu cantik dengan senyum itu, dan lagi-lagi ia teringat pada teman masa kecilnya yang belum ia temukan.

Cowok itu mengeluarkan ponsel dari dalam kantung seragam, menekan beberapa nomor, lalu menyambungkannya ke panggilan. Tidak begitu lama, sambungan diangkat.

"Nek, besok Martin ke rumah boleh? Mumpung libur."

✩ ✩ ✩

Melisa memperhatikan kertas yang berisi profil Brenda di hadapannya. Ia harus menemui Brenda untuk mendapatkan informasi soal Median. Namun, bagaimana caranya? Dan apa mungkin Brenda mau memberinya informasi? Apalagi Median adalah kakak sepupunya sendiri.

a Puzzling of Journalism [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang