Mereka semua sedang menyiapkan diri masing-masing untuk malam mingguan. Menyempotkan banyak parfum, adalah salah satu ciri khas dari malam minggu, biar pacar nempel setiap saat.
Tasya yang kebetulan melewati taman belakang mengalihkan pandangannya. Terdengar suara lelaki yang sedang menangis meraung-raung.
"MAMA!" teriak lelaki itu kencang.
Lelaki itu Elno. Tasya menghampiri Elno yang sedang terduduk lemas di atas rumput hijau. Keduannya memang sering bertemu tetapi jarang mengobrol.
"Lo kenapa?" tanya Tasya bingung.
Mata Elno berair. Menumpahkan buliran kristal yang kemudian jatuh ke pipinya. "Mama!" ucap Elno lagi.
"Mama gue meninggal Sya. Meninggal!" kata Elno dengan teriakannya.
Mama meninggal. Dua kata itu terus menempel di benak Tasya. Ia juga pernah mengalaminya dulu.
Elno spontan menarik Tasya ke dalam dekapannya. Tasya terkejut bukan main, ingin menolak tetapi merasa tak enak, karna Elno sedang berada dalam keadaan berduka.
"Sya. Mama Sya!" ucap Elno yang masih dengan isak tangisnya.
"Udah El, udah. Ikhlasin Mama lo, dia udah tenang di Surga. Gue juga pernah ngalamin yang kayak gitu."
Elno melepaskan Tasya dari dekapannya. Menatap manik mata coklat itu. "Makasih Sya" kata Elno.
"Iya sama-sama. Ayo lo siap-siap kita langsung pulang ke Bogor. Abis ini gue langsung bilang Jessie" papar Tasya.
"Gue ga enak sama Austin. Dia udah booking villa ini, buat empat hari ke depan,"
"Mending ga enak sama Austin atau enggak liat Mama lo untuk yang terakhir kalinya?" tanya Tasya.
Keadaan saat ini sedang sangat ricuh. Semua orang yang ada di villa sibuk menata perlengkapannya masing-masing untuk pulang, pasca Elno memberitahu kabar bahwa Mama lelaki itu meninggal.
Elno, lelaki itu sudah lebih dulu meninggalkan villa bersama Alice. Karna Papanya berkata bahwa pemakaman Mamanya tak bisa di tunda lagi dan alhasil Elno langsung melakukan perjalanan kembali ke Bogor dengan kecepatan penuh.
Dengan waktu satu jam, mereka semua sudah selesai berkemas, lalu dengan cepat meninggalkan villa dalam keadaan yang berantakan. Tak peduli dengan itu semua, yang jelas mereka harus menyusul Elno dan Alice ke rumah duka.
Rambut Tasya yang di cepol asal karna tak sempat untuk membenahi nya. Hanya kaos putih dan legging hitam yang saat ini melekat pada tubuhnya. Persetanan dengan semua penampilan! Tasya tak peduli itu.
Ryan, lelaki itu sedang sibuk menyetir dengan kecepatan yang cukup kencang, meski begitu, Ryan tetap menjunjung tinggi keselamatan. Karna ia tak sendiri, ada Tasya disampingnya.
"Tadi di peluk sama Elno?" tanya Ryan.
Tasya menolehkan kepalanya dan mengangguk. "Kenapa?" tanya balik Tasya.
"Ga." ucap Ryan singkat.
Matanya kembali memandang jalan yang di lewatinya melalui kaca transparan. Pikirannya berkecamuk. Kejadian beberapa tahun silam kembali terputar di benaknya seperti film.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anatasya
Teen Fiction'aku dan kamu hanya ditakdirkan untuk bertemu, bukan bersatu' dijaga, hilang dikejar, lari dipertahankan, pamit disempurnakan, rusak diharap-harap, ingkar begitulah takdir, sederhana sesuatu yang takdirnya bukan milik kita, dipaksakan sekuat apapun...