Tasya menghampiri Omi dan Opinya yang sedang duduk di ruang tamu sambil membawa piring berisikan pancake dengan plaiting terbaik. Ia meletakan piring bawaanya di atas meja.
"Taraaa! Tasya buat pancake khusus buat Omi sama Opi. Ini dibuat dengan perjuangan, kasih sayang dan cinta. Jangan menilai dari tampilannya aja, nilai dari rasanya. Okeey silahkan dimakan" Tasya mempersilahkan.
Omi dan Opi melayangkan tatapan heran melihat tampilan pancake yang menggugah selera humor ini. Mereka berdua pun akhirnya meraih garpu dan sendok, memotong pancake menjadi bongkahan kecil, lalu memasukannya ke dalam rongga mulut.
"Gimana? Enak kan enak?" tanya Tasya. Ia menelusur ekspresi Omi dan Opi. Masih sama, datar.
Mata Opi berbinar. "Ini enak banget, Opi ga bohong" hati Tasya tersentuh. Perasaanya sangat senang mendengar pujian itu. Ia melompat kegirangan karna berhasil memasak pancake dengan baik.
"Heem, not bad, kamu pintar buat adonannya sayang" Tasya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Tadi Tasya beli tepung yang udah diolah, jadi tinggal di campur sama air, terus di masak deh" ucap Tasya polos.
Omi tercengang. Baru saja ia melontarkan pujian kepada cucunya, tetapi nyatanya itu dibuat dengan tepung yang sudag diolah. Tak apa, Omi tetap tersenyum, mengapresiasi cucunya yang sudah sulit-sulit memasak pancake. Karna dirinya tadi sempat mengintip Tasya yang membalik pancake tetapi berujung gagal.
"Omi sama Opi abisin yaa. Tasya mau keatas, ngerjain tugas sekolah buat besok" setelah mendapat persetujuan. Tasya lekas melangkahkan kakinya menuju kamar tidurnya yang terletak di lantai dua.
Tangannya meraih laptop berwarna abu berlogo apple. Membuka dan menonton serial drama China yang belum ia selesaikan. Niat awalnya memang untuk mengerjakan tugas, tetapi ternyata tugasnya sudah ia kerjakan dari dua hari yang lalu.
"AAAAA! Babang Lin Yi kenapa ganteng banget sih. AAAAA!"
"Sumpeh romantis banget"
"Dedek meleleh Bang, dedek meleleh"
"Apaansi tuh cewe centil banget, dateng-dateng minta fotoin. Ga jelas!"
"HUAAAA! MAU KAYA GITU JUGA!"
"Gemes banget. Sama-sama cemburu tapi gamau ngaku."
"Mending cakep lo! Tengil bener jadi cewe."
Seperti itulah kira-kira celotehan yang keluar dari mulut Tasya. Dirinya seakan mendadak heboh hanya karna menonton drama. Tasya mengambil bantal berbentuk donat yang berwarna coklat, lalu memeluknya erat. Sesekali mengigit bantal itu, untuk menyalurkan rasa geregetan nya.
Molly-kucing Tasya yang berwarna abu-abu itu menghampiri majikannya. Naik kepangkuan Tasya. Sedangkan gadis itu cekikikan melihat tingkah laku Molly. Kalau sudah seperti ini, biasanya Molly ingin di elus-elus.
Dengan pelan, tangan Tasya mengelus bulu lembut milik Molly. Pandangannya masih fokus kepada laptop yang ada di depannya. Sepanjang episode, Tasya tidak berhenti berteriak, melihat adegan-adegan romantis yang dilakukan oleh dua pemain utama dalam drama itu.
🌙
Tasya berlari tergopoh-gopoh menuju kelasnya. Ia bangun kesiangan hari ini. Dalam hatinya melantunkan doa-doa agar Bu Tere belum memasuki kelas. Mungkin ini akibat dari maraton drama tadi malam. Ya. Tasya baru memejamkan matanya pukul dua pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anatasya
Teen Fiction'aku dan kamu hanya ditakdirkan untuk bertemu, bukan bersatu' dijaga, hilang dikejar, lari dipertahankan, pamit disempurnakan, rusak diharap-harap, ingkar begitulah takdir, sederhana sesuatu yang takdirnya bukan milik kita, dipaksakan sekuat apapun...