TM 16

18 4 0
                                    

AUTHOR POV

Disebuah pagi hari yang cerah, dimana semua orang melaksanakan aktivitasnya masing-masing dengan lancar, kecuali seorang pria paruh baya yang terbaring lemah diranjang rumah sakit itu, ditemani oleh seorang gadis yang terduduk di sampingnya.

Byeongwoni

"Paman, apa eomma masih lama lagi?" Tanya Nara.

"Mollayo." Jawab Paman Shim seadanya. Nara hanya mendesah pasrah dan menganggukkan kepalanya.

"Nara-ah." Panggil pria paruh baya itu.

"Ne? Kau butuh sesuatu?" Tanya Nara dengan menggenggam tangan pamannya itu.

"Aniya." Ucap Paman Shim sembari mengelus punggung tangan Nara dengan ibu jarinya.

"Dengarkan, Paman hanya ingin menyampaikan sesuatu padamu." Paman Shim tersenyum lembut pada Nara.

"Jika suatu saat nanti kau lelah, berhentilah menjual buku itu demi paman. Keundae, paman akan selalu mendo'akan kesuksesan buku ciptaanmu itu." Ucap Paman Shim.

"Tapi, Paman, biaya rumah sakitmu-"

"Semua baik-baik saja. Jangan memikirkan biayanya, itu terlalu mahal." Ucap Paman Shim dengan memotong ucapan Nara.

"Tetapi kondisimu tidak baik-baik saja, Paman. Kau tahu itu." Ucap Nara dengan menatap pamannya sendu.

"Aish. Lupakan itu. Kau hanya perlu fokus pada novelmu. Jangan menyerah, arrachi? Paman yakin, bukumu akan menjadi novel terlaris suatu saat nanti." Paman Shim mengelus lembut puncak kepala Nara.

"Ne, gomawo. Maka dari itu cepatlah sembuh, Paman! Agar kau bisa melihat kesuksesanku nanti! Yaksok?" Ucap Nara dengan menjulurkan jari kelingkingnya pada pamannya.

Paman Shim tersenyum. Ia tidak menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Nara, melainkan ia menggengam kedua tangan Nara. "Paman tidak bisa berjanji. Kita lihat nanti, ya?" Ucap Paman Shim sembari tersenyum lembut pada Nara.

"Yak! Kau harus berjanji padaku!" Nara menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking pamannya dengan paksa.

"Kau harus melihat seberapa terkenalnya aku nanti. Dan aku akan membawa namamu dan nama eomma nantinya, bersama kesuksesanku." Ucap Nara dengan bangga. Semua itu impian Nara sejak lama, ia ingin memiliki buku cerita ciptaannya sendiri, dan dikenal banyak orang.

Sekali lagi, Paman Shim hanya tersenyum dan terkekeh melihat betapa yakinnya Nara jika suatu saat nanti ia akan terkenal berasama bukunya itu. "Kkk, Aigoo. Dimanapun Paman berada nantinya, percayalah, do'a paman selalu menyertaimu." Ucap Paman Shim.

Nara bangkit dari duduknya untuk memeluk pamannya, "Aku menyayangimu, paman. Cepatlah sembuh, aku merindukanmu." Ucap Nara dengan satu tetes air matanya yang mengalir di pipi kanannya.

"Nado." Paman Shim pun juga meneteskan air matanya, mengingat betapa ia menyayangi Nara selayaknya anaknya sendiri.

"Ah, astaga." Paman Shim mengusap air matanya, dan juga air mata Nara dengan ibu jarinya.

"Paman, aku akan pergi untuk menjual buku ini lagi. Jaga dirimu baik-baik. Eomma akan segera tiba tak lama lagi. Aku titip salam pada eomma." Ucap Nara sambil menenteng tas yang berisi buku-bukunya itu.

"Ne, jal-isseo, arrachi?Jangan sampai terlalu lelah, pulanglah sebelum petang." Nasehat Paman Shim.

"Arrachi, annyeong." Nara melambaikan tangannya sambil berjalan kearah pintu keluar kamar inap.

1; THE MEETINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang