Nayara - 24 (Ending)

2.8K 149 84
                                    


"Katanya mau pulang tadi?" tanya Rega.

Kini, aku dan dia sudah sampai di rumah. Setelah berganti pakaian, kami duduk berhadapan di ruang tamu.

"Gue dari rumah Dita. Kan lo yang bilang sendiri kalau masalahnya harus diselesein."

"Gak gitu juga caranya, Junep!" serunya sembari mencubit pipiku.

Pipi kanan ini sudah dua kali kena cubitan. Pertama dari ibunya, kedua dari anaknya. Benar-benar mengesalkan.

Namun, tidak berlangsung lama. Laki-laki itu kembali mengajakku keluar. Kali ini, ia mengajakku ke pasar malam, karena mendekati bulan Ramadan, makanya pasar malam sudah mulai ramai.

Sesampainya di sana, jarang sekali anak seumuranku terlihat. Dominan anak-anak kecil beserta keluarganya. Ada rasa iri yang tiba-tiba hinggap pada diri ini. Dulu, aku sempat berharap akan ke pasar malam bersama ayah, bunda, dan juga Kak Rega. Sayangnya, keinginan itu tak tercapai saat satu per satu mereka meninggalkanku.

"Ga, lo pernah janji kan, gak akan ninggalin gue?" tanyaku.

Dia mengangguk.

"Kalau gue yang tiba-tiba ninggalin lo, gimana?"

Dia bergeming beberapa saat. Sampai akhirnya laki-laki itu mengecup kening ini pelan, dan sangat sebentar. Hitungan beberapa detik, lalu membuang wajah ke arah lain. Pipiku memanasa hanya dengan perlakuan seperti ini.

"Ga ...," cicitku.

"Kalau lo pergi, gue bakal tunggu sampai pulang."

Aku menangis. Janjiku untuk tetap kuat selalu saja runtuh di hadapan Rega. Rasanya, semua hal yang kurasakan tak dapat kupendam darinya. Kedua tangannya pun memegang bahuku. Lalu menaikkan wajah ini, mengusapnya agar bersih dari cairan.

"Jangan cengeng, udah, ya. Gue gak bisa meluk lo tau, banyak anak kecik di sini," ujarnya.

Tidak tahu dia sedang bercanda atau serius. Namun, memang benar banyak anak kecil.

"Iya," ucapku sembari mengangguk.

Acara cengeng-cengenganku pada Rega berakhir saat aku memilih untuk naik komedi putar. Sejujurnya membujuk Rega untuk naik ke sana sangatlah sulit. Pertama, ia malu karena hampir semua yang naik itu anak kecil yang mungkin masih TK. Namun, tidak peduli. Aku tidak bisa ditentang olehnya.

Akhirnya, aku dan dia naik ke sana. Mendengar beberapa anak tersenyum sembari bernyanyi, aku ikut melakukan hal yang sama. Saat kuajak Rega juga, laki-laki itu malah menutup wajahnya yang sudah memerah akibat malu.

"Gak lagi gue naik ke situ," ujarnya saat kami telah turun.

Tahu sih, Rega pasti kesal. Apalagi abang-abang di komedi putar tadi terus mengejek Rega. Ah, Rega mah orangnya serius banget, padahal semua yang dilontarkan padanya tadi hanyalah candaan.

Tidak banyak yang dilakukan, kami duduk dengan memborong banyak kembang gula berwarna-warni. Biasanya kan hanya berwarna merah muda. Kali ini aku mempunyai lima warna sekaligus. Rega sampai melongo.

"Lo yakin mau ngabisin semua?"

Aku tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Kan ada Rega," jawabku.

"Ogah," sanggahnya.

Berlagak tak suka, aku duduk membelakanginya.

"Ngapa lo, Junep?" tanyanya.

Ah, mengesalkan sekali laki-laki ini. Namun, tak kusangka ia malah duduk di hadapanku dan menghabiskan satu kembang gula dengan cepat.

Nayara (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang