BAB 5 | Daniel Ramdhana

186 44 9
                                    

Jakarta, tiga tahun lalu.

Juga tepat saat tahun ajaran baru dimulai di tahun terakhir Sem di SMP.

"Huaaa! Kita sekelas sama Daniel, Sem!" teriak sahabatnya tepat ketika mereka keluar dari kerumunan orang-orang di depan papan pengumuman untuk melihat mereka ada di kelas mana karena sistem acak kelas tiap tahunnya.

"Gue ikut senang akhirnya lo bisa sekelas ama bias lo," ledek Sem pada Kori, itu nama sahabatnya.

"Masa lo senangnya bukan karena sekelas ama orang ganteng? Lo yakin nggak tertarik sama dia, Sem?" selidik Kori merasa agak aneh dengan sahabatnya ini.

"Tertarik apanya? Anak brandal gitu. Gue lebih tertarik ke si Asep cupuan daripada ke dia," balas Sem santai sambil mengidikkan bahunya pelan.

"Ya udah, gue duluan, ya. Mau ngurus MOS adek-adek, ntar teman-teman bingung kok ketuanya belum datang-datang juga, hehehe," pamit Sem sambil nyengir gaje.

"Yah lo, sih, sibuk amat. Luangin waktu dikit buat mikirin masa remaja lo." Kali ini gantian Kori yang meledek Sem mengingat temannya yang Ketua OSIS itu tidak pernah pacaran sekalipun, bahkan digosipkan dengan seseorang pun juga tidak pernah.

"Iya-iya, kapan-kapan, deh. Bye!" Dan Sem berlalu dengan berlari menuju kesekretariatan OSIS tempat teman-temannya sudah menunggu.

"Jadi lo bandingin gue ama si Asep? Hebat juga tuh anak. Liat aja Bu Ketos, hidup lo nggak bakal tenang," batin Daniel dengan tersenyum manis atau boleh disebut seringaian.

Tanpa Sem dan Kori sadari, Daniel mendengar semua percakapan mereka sejak Kori berteriak menyebut namanya tadi.

***

Seperti biasa, selama satu minggu di awal tahun ajaran baru Sem tidak akan masuk kelas. Dan saat dia masuk kelas nanti, kursi yang tersisa hanyalah kursi di pojok seperti tahun lalu, ketika dia kelas delapan dan juga menjadi panitia MOS.

Kali ini Sem mendapatkan posisi di samping Asep, mereka sebenarnya duduk sendiri-sendiri, jadi tepatnya Sem berseberangan dengan cowok cupu itu.

"Cie yang pasangannya udah masuk kelas, nggak sibuk lagi ngurus negara, sekarang mau fokus ngurus cowoknya. Hahaha," tawa Daniel meledak begitu melihat Sem telah menduduki tempat duduknya. Daniel duduk di depan Asep, dan Sem di seberang Asep. Itu bukan kebetulan, memang Daniel yang mengaturnya seperti ini.

Asep hanya tertunduk mendengar ejekan Daniel. Ini sudah tahun ketiganya sekelas dengan Daniel, entah takdir sial apa yang mengikutinya, dia bahkan sudah terlalu terbiasa jika hanya diejek begitu oleh si berandal itu.

"Asep, maksud dia apaan, ya?" Sem yang bingung bertanya pada Asep yang masih terdiam.

"Dia nggak bakal berani ngomong selama gue di sini. Oh iya, kan pacarnya ada di samping dia, buat saling menguatkan gitu, ouuhh," ledek Daniel menjadi-jadi ditambah nada bicara di akhir yang diperlebay. Sontak seisi kelas yang sejak tadi memperhatikan mereka sambil menahan tawa akhirnya tertawa juga.

Tanpa orang-orang sadari rahang Sem mulai mengeras. Dia menatap lurus Daniel dan mengabaikan suara tawa di sekitarnya.

"Jadi kau tahu?" ucap Sem dingin yang sukses membuat seisi kelas terhening kembali, begitu pun Daniel yang terdiam tidak menjawab pertanyaan Sem.

Melihat reaksi Daniel, perlahan Sem menarik sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman miring. Dia paham maksud Daniel melakukan semua ini.

Ingatannya mengalir sejenak pada minggu lalu, saat dia dan Kori melihat pengumuman pembagian kelas. Sem yang tengah berlari kecil, tiba-tiba berhenti dan membalikkan badan begitu sadar dia melewati sosok yang tinggi dan familiar, Daniel, di antara kerumunan orang di sana. Jarak Sem saat itu sudah lumayan jauh, namun cukup untuk melihat seringain aneh di wajah anak laki-laki tersebut. Firasat Sem sedikit memburuk, entahlah, dia merasa aneh saja ketika melihat ekspresi itu, apalagi setelah percakapan singkatnya dengan Kori tentang Daniel yang mungkin saja terdengar oleh orangnya langsung. Bodo amat, Sem pun kembali berlalu sesuai tujuan awalnya saat itu.

Semilova [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang