BAB 9 | Kode-Kodean

138 29 5
                                        

"Lo kenapa?" tanya Sem pada seseorang di sampingnya.

"Hm? Aku?" jawab Arzi yang tersadar dari lamunannya.

Mereka baru menyelesaikan rapat evaluasi seperti yang dijanjikan Arzi senin lalu. Sekarang hanya tinggal mereka berdua di dalam ruang OSIS itu, Sem yang sedang merapikan dokumen-dokumen untuk rapat tadi dan Arzi yang entah sedang memikirkan apa.

"Enggak, tuh ada ibuk-ibuk," balas Sem malas melihat ke-ogeb-an atau entah apa sebutannya untuk si tampan di sampingnya ini.

"Mana?"

"Bodo."

"Hah? Siapa? Aku?" tanya Arzi tambah kebingungan.

"Yaelah, Ziii. Ganteng-ganteng kok ogeb, sih? Ya iyalah lo, siapa lagi? Emang lo kira gue beneran ngomong ama hantu ibuk-ibuk, hah? Lo kenapa, sih?" ujar Sem gemas pada ke-ogeb-an si ketos ini.

"Eh, sorry, Sem. Aku nggak kenapa-napa, kok."

"Lo kok jadi kayak cewek, Zi? Gue nggak ngerti kode-kodean. Udah, langsung ngomong aja, lo ada masalah apaan?" tanya Sem.

Tadi selama rapat berlangsung Sem sempat memperhatikan Arzi yang tidak fokus. Walaupun Arzi masih memperhatikan dan menyimak jalannya rapat, tapi Sem tetap merasa Arzi tidak sepenuhnya memberikan perhatiannya. Sesekali Sem melihat Arzi tampak melamun sejenak lalu berusaha fokus kembali. Siapa pun yang melihatnya pasti tahu kalau sekarang ada yang sedang membebani pikiran Arzi.

"Ina. Aku ada sedikit masalah ama dia," jujur Arzi. Kali ini dia tertunduk menatap ubin-ubin di bawah kakinya.

"Terus?"

"Ya, gitu."

"Lengkap-lengkap. Gue udah bilang gue nggak ngerti kode," paksa Sem pada Arzi.

Sebenarnya Sem paham, tapi dia hanya ingin Arzi yang menceritakan langsung, karena dia tidak ingin mengambil kesimpulan sendiri. Walaupun Sem sebenarnya orang yang agak bodo amat dengan urusan orang lain, tapi terkadang di satu sisi Sem juga sedikit peduli jika ada pengaruhnya ke dia, seperti urusan Arzi sekarang. Mendengar nama Ina, Sem merasa sedikit bersalah mengingat kejadian beberapa hari lalu.

"Kamu masih ingat, kan? Waktu si anak baru bilangin Ina lagi nangis itu," ucap Arzi masih belum mengangkat kepala dan setia menatapi ubin di bawah sana.

"Masih," jawab Sem singkat mengingat kali pertama dia bertemu Theo.

Ingatan itu berlanjut hingga kejadian kemaren sore saat di Pramuka. Sem meringis sendiri, tapi dia berusaha untuk menahan emosinya. Sem tidak ingin membebani Arzi jika dia juga sampai curhat ke si tampan di sampingnya ini, karena sekarang seharusnya dia yang mendengarkan curhatan Arzi.

Lagi pula Sem juga sudah terbiasa menyimpan masalahnya dan hanya akan melibatkan orang-orang terkait saja, Arzi jelas-jelas tidak terkait dengan masalahnya yang kemaren.

"Hari itu aku langsung nyari Ina ke kelasnya tapi dia entah kemana. Sampai pulang sekolah aku tungguin, tapi dia masih nggak keliatan. Besoknya aku gak sengaja ketemu dia, dan dia langsung menghindar." Arzi berhenti sejenak untuk menghela nafasnya.

"Terus lo kejar, kan?"

"Nggak," jawab Arzi singkat.

"Aduh, Ziii. Itu maksudnya dia pengen lo berusaha bujuk dia. Kok lo malah biarin, sih? Masa cowok gak ngerti yang begituan?" celoteh Sem menepuk punggung Arzi yang sejak tadi melengkung karena kepalanya terus menatap ke bawah.

"Tadi kamu bilang gak ngerti kode-kodean, kok sekarang tau?" kekeh Arzi sambil meluruskan punggung dan menatap Sem yang ada di sampingnya.

Arzi tahu kalau sejak tadi Sem sedang memaksanya untuk bercerita dengan pura-pura tidak mengerti kode. Malahan menurut dia Sem itu paling pintar kalau soal begituan.

Semilova [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang