"Zaen. Pacaran, yuk!" tembak Sem langsung tanpa basa-basi.
"Oke," jawab Zaen juga langsung tanpa basa-basi.
"Kok langsung oke?" tanya Sem dengan sedikit nada kecewa. Diterima kok kecewa? Biarkan saja, dia memang aneh.
Alis Zaen agak bertaut. "Terus?"
"Lo nggak mau nanyain kenapa, gitu?"
"Emangnya kamu mau ditanyain?"
"Mau," jawab Sem dengan semangat.
"Kalau aku tanyain, kita nggak bakal putus, kan?"
"Entahlah, mungkin lo yang putusin gue," balas Sem enteng.
"Ya udah, nggak jadi."
"Lah, kok gitu?" ada nada kecewa lagi. Sepertinya Sem sangat bersemangat dengan idenya.
"Karena aku nggak mau kita putus, belum juga lima menit. Masuk sana! Besok aku jemput," pamit Zaen sambil memakai helm-nya lagi, mengingat dia tidak turun sama sekali dari motornya.
"Eits, bentar!" tahan Sem dengan memegang lengan seragam Zaen, dan Zaen kembali menoleh.
"Backstreet bisa?" tanya Sem lebih ke permintaan.
"Bisa." Lagi-lagi jawaban langsung tanpa pertanyaan.
"Nggak ditanya juga?" balas Sem heran. Kenapa Zaen setuju-setuju saja? Oh ya, Zaen itu cuek.
Zaen membuka helm full face-nya kembali. Dia menatap kakak kelas yang baru menembaknya itu dengan sedikit senyum jahilnya.
"Jadi kenapa?"
"Gitu, dong. Ditanyain. Nih, lo cuek terus." Sem tersenyum senang.
"Sorry, sorry." Zaen menepuk pelan kepala Sem.
"Wes! Adek kelas berani pegang kepala kakel," tepis Sem.
"Eh, adkel-nya kan cowok dia," balas Zaen lagi sambil mengacak gemas rambut sebahu itu. Sem hanya mungut-mungut merapikan kembali rambutnya.
"Jadi kenapa kita harus backstreet?" tanya Zaen lagi.
"Jadi, gini. Kan lo salah satu calon kuat Ketos, dan gue Ketua MPK. Ya, lo ngerti pasti, kan?"
"Rumor?"
Sem mengangguk.
"Oke."
"Eits, satu lagi," tahan Sem lagi.
"Hm. Apa?"
"Tolong kasih tau Lya, ya. Dia harus tau. Kalo gue yang bilang, dia nggak bakal percaya. Pasti dia ngiranya gue bercanda."
Zaen mengeluarkan ponsel dari saku celananya. "Bentar." Dan dia pun mengetikkan sesuatu di sana. "Udah."
"Thanks, Zaen. Gue masuk dulu, ya. Bye bye!" pamit Sem dan berbalik.
"Eits, tunggu!" Sekarang Zaen yang menahan Sem. Cewek itu pun kembali menoleh.
"Kita putus dulu, yuk!" ajak Zaen dengan tersenyum jahil.
"Hah?" Sem dibuat terkejut.
"Ntar biar aku tembak lagi. Aneh rasanya ditembak cewek. Cewek tuh mutusin aja. Jadi kakak yang mutusin aku."
"Cari dimana lagi cowok kayak gini, nih?" girang otak Sem.
"Oke. Yuk, kita putus!" Sem tersenyum gaje.
Zaen membalas senyum Sem. "Kak Sem. Pacaran, yuk!"
"Oke," jawaban tanpa basa-basi, tanpa malu-malu kambing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semilova [TERBIT]
Teen FictionKetika kamu terlalu berani bermain-main dengan perasaan. "Seperti namamu, Semilova, cinta di musim semi. Aku jatuh cinta padamu seperti di musim semi, rasanya begitu indah. Tapi setelah aku mengenalmu, kau seperti musim dingin yang datang sebelumnya...