BAB 29 | Lya dan Targetnya

83 16 9
                                    

Tiga hari sudah berlalu sejak kedatangan Alde, dan tujuh hari telah berlalu sejak menghilangnya Friski. Gosip-gosip tentang Sem dan Arzi sudah lenyap. Arzi dan Ina juga sudah berbaikan, dan cowok itu juga kembali seperti biasa. Urusan Sem sekarang aman dan mulus. Semua tampak baik-baik saja sesuai keinginan orang yang telah pergi itu.

Jam pulang sekolah selalu menjadi jam sibuk bagi sebagian besar siswa di Smunja. Memasuki Agustus yang mulai produktif usai penyambutan siswa baru, berbagai ektrakulikuler juga sudah merancang jadwal latihan di luar hari wajib eskul. Bahkan beberapa sudah ada yang mendapatkan undangan perlombaan.

Theo, sang Pradana Pa yang baru, tampak sedang menimbang-nimbang keputusannya. Dia baru dilantik satu minggu yang lalu bersama Lya. Dia juga sudah melatih anggotanya selama sepuluh hari sejak pengumuman peserta lomba event tahunan pramuka diberikan. Tapi masih belum ada perkembangan yang berarti. Dia baru melatih fisik anggotanya, sedangkan perlombaan lebih kurang tiga minggu lagi.

Akhirnya dia putuskan, dia akan menemui si Pradana tunggal sebelumnya, Sem. Karena hanya orang itu yang tahu kemampuan masing-masing anggota pramuka yang pernah dia pimpin. Sedangkan Theo maupun Lya masih belum bisa membagi tugas sehebat dia. Theo juga sudah melihat rekam jejak Kepramukaan selama kepemimpinan Sem. Karena itu, Theo sadar bahwa yang dikatakan Lya soal dia yang belum apa-apa dengan Sem, memang benar.

Ditambah satu lagi yang paling mengganggu pikirannya. Soal Lya yang menangis di perpus beberapa hari lalu. Dia yakin Sem belum tahu apa-apa soal itu. Karena itulah sekarang dia melangkah ke kelas XII IPS 2 yang terletak di gedung sekolah bagian belakang.

Daerah ini memang tampak agak sepi ketika Theo melewatinya, karena memang kegiatan ekskul banyak dilakukan di lapangan bagian tengah dan ruang-ruang kelas bagian depan. Sesampainya di kelas yang dia cari, Theo melihat ke seisi ruangan. Pas sekali, orang yang dia cari sedang duduk di kursi pojok sana sendirian, tampaknya sedang menulis sesuatu.

"Sem?" sapanya ragu-ragu. Yang disapa pun mengangkat kepalanya.

"Eh, Theo?"

"Boleh gue duduk?"

"Haha, duduk aja. Lo kayak mau bertamu ke rumah gue, deh," riang Sem menunjuk kursi di sampingnya yang sudah kosong seminggu ini. Kursi Friski.

Theo mendudukkan dirinya. Sejenak dia berpikir, mengingat cerita Lya seminggu yang lalu.

"Apapun yang pernah lo lakuin ke dia, dia nggak bakal pernah benci ama lo. Gue udah dengar gimana pertemuan kalian berdua. Soal lo yang numpahin minuman itu."

"Hmm... Sem. Gue mau minta maaf soal minuman yang waktu itu. Waktu kita pertama ketemu di kantin," ujarnya.

Sem bingung. Mencoba mengingat-ingat. "Ah, itu. Hahaha, ada angin apa lo tiba-tiba minta maaf?" kekeh Sem mengingat kekonyolannya yang juga membalas Theo dengan kuah dari mie gorengnya.

Theo sedikit tersenyum. "Lya benar."

"Lo lagi ngapain?" tanyanya mengubah topik sambil menunjuk dengan matanya ke arah kertas yang masih berserakan di atas meja Sem.

"Ini? Gue lagi ngerekap data-data orang yang bentar lagi gue wawancarain. Wawancara pengurus OSIS. Lo tau, kan?"

Theo mengangguk. Sepertinya dia datang di waktu yang salah. "Lo sibuk? Apa lo mau pergi sekarang?"

Sem menimbang-nimbang, melihat jam digital di tangan kanannya. "Lo punya waktu 10 menit," ucapnya kemudian.

"Oke. Gue langsung aja. Gue udah dengar tentang lo dari Lya."

"Yang mana?"

"Tentang hobi kalian. Permainan dan taruhan."

Sem diam sejenak. "Kenapa Lya? Lo ngapain cerita ke dia?"

Semilova [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang