BAB 4 | Zaen Handhafy

223 46 8
                                    

"Rame banget! Untung gue masih sempat beli minuman. Lo gak beli, Zi?" tanya Sem setelah akhirnya mereka bisa keluar dari kantin yang penuh sesak itu.

"Aku nggak ha-"

"Ah, sorry! Gue gak sengaja," potong Sem tiba-tiba karena dia bertabrakan dengan seseorang. Dia menunduk melihat minuman yang dia pegang jatuh mengenai tangan dan roknya.

"Cewek lo nangis," ujar suara yang agak berat di depan mereka.

Mendengar suara asing itu, Sem langsung menegakkan kepalanya. Ternyata si anak baru yang dia lihat tadi. Sem mencoba menahan amarahnya, bukannya minta maaf, orang ini malah membicarakan hal lain.

"Tapi tunggu, apa tadi? Nangis? Siapa?" heran Sem dalam batinnya.

Dia lihat Arzi sudah berlalu meninggalkannya bersama anak baru ini tanpa berpamitan.

"Arzi bodoh! Gue bilang apa tadi, huft!" keluh Sem dalam batinnya lagi, mengingat bahwa dia sudah memperingati Arzi mengenai pacarnya itu walaupun hanya sambil bercanda.

Dia yakin tadi Ina melihat mereka di depan kelas Arzi. Rasa bersalah menghinggapinya, tapi dia tidak ingin memperburuk keadaan dengan mengikuti Arzi untuk menemui Ina. Sekarang dia kembali melihat ke arah si anak baru.

"Lo gak kena tumpahan minuman gue, kan? Sorry ya, gue-"

"Gak usah sok baik, urusin aja tuh rok lo. Dan gak usah minta maaf lagi, gue yang nabrak lo," potong anak baru itu lagi, lalu dia masuk ke dalam kantin meninggalkan Sem sendirian.

"Itu mulut atau masakan padang, sih? Pedes banget! Udah tau salah, minta maaf aja, napa? Pakai ngatain orang segala, gila tuh orang," sebal Sem, tentu masih dalam batinnya.

"Kak Sem? Kakak kenapa? Kok roknya kotor begini?" sapa adek kelas Sem. Namanya Zaen, sebenarnya lebih tepat disebut target baru Sem.

"Zaen? Ini, ya? Biasa, minuman tumpah. Gue ke toilet dulu mau cuci tangan, lengket kena minuman, nih." Lalu Sem beranjak pergi dan berhenti saat tahu Zaen mengikutinya.

"Ada apa, hm?" tanya Sem sembari menoleh ke belakang.

"Pulang sekolah nanti kakak mau pulang sama aku, nggak?" tawar Zaen sambil mengusap tengkuknya yang tidak gatal.

Seminggu yang lalu Zaen juga beberapa kali menawarkan untuk mengantar Sem pulang, dan selama itu juga Sem menolaknya.

"Gue bisa pulang sendiri, jangan habisin bensin lo buat ngantar gue. Rumah kita beda arah," jawab Sem.

Begitulah Sem, dia memang suka menargetkan seseorang untuk dimainkan, tapi itu hanya untuk senang-senang saja. Dia tidak pernah mau menguras seseorang walaupun sekedar traktiran atau diantar pulang.

"Kali ini aku gak nerima penolakan, Kak. Termasuk buat yang ini," bantah Zaen sambil melepas jaketnya dan memasangkannya ke pinggang Sem untuk menutupi rok yang kotor itu.

"Ouh, thanks," ucap Sem saat dia masih terkejut dengan perlakuan Zaen.

Adek kelas itu kemudian juga berlalu meninggalkan Sem agar kakak kelasnya itu bisa segera ke toilet yang menjadi tujuan awalnya.

***

Sepulang sekolah Zaen benar-benar menunggu Sem, bukan di parkiran tapi di depan kelas Sem. Sudah lebih lima belas menit dia duduk di bangku tembok yang ada di depan kelas Sem untuk menunggui kakak kelasnya itu piket. Ngomong-ngomong, di depan tiap kelas itu ada bangku panjang berkeramik untuk duduk-duduk.

"Sem, bentar!" Seseorang menarik tangan Sem. Zaen yang mendengar nama itu dipanggil langsung menoleh. Dia melihat pergelangan tangan Sem sedang ditahan Friski.

Semilova [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang