Pertengahan Juli 2020
Minggu kedua di tahun ajaran baru."Seeeeemmm!!!" teriak seseorang dari gerbang di belakang Sem.
"Lo ngapain, sih? Teriak-teriak, lo kira kebakaran apa?" Sem mengusap kupingnya yang agak sakit karena suara nyaring Lya, sahabatnya yang satu itu.
"Hehe, Bu Bos kok pagi-pagi udah marah-marah aja? Ntar cepat tua, loh. Eh, Bu Bos kan emang tuaan setahun dari aku," balas Lya sambil merangkul pundak sahabatnya.
"Akte gue yang salah," balas Sem masih sambil mungut-mungut karena dia memang tidak terima dibilang tua.
"Apaan? Lo mau ngomong, kan? Cepat! Gue nggak ada waktu, tugas minggu lalu banyak yang belum kelar, nih," lanjut Sem. Tugasnya memang menumpuk karena minggu lalu dia dan pengurus MPK/OSIS lainnya termasuk Lya sibuk mengurus MOS adek-adek.
"Nyantai dikit dong Bu Bosku, aku malah belum ada menyentuh buku sedikit pun." Lya malah membalasnya dengan tampang yang masih mengesalkan menurut Sem.
"Mau ngomong gak, nih? Ya udah, gue ke kelas dulu. Bye!" Sem melepas rangkulan Lya di pundaknya namun tangannya kembali ditahan oleh Lya.
"Eh-eh, iya-iya, sini deh lo bentar." Lya menarik badan Sem dan mendekatkan mulutnya ke telinga Sem seperti orang berbisik.
"Lo tau nggak anak baru di XII IPA 6? Ganteng banget, tegap gitu badannya, denger-denger dia pindahan dari SMA Taruna-an. Pokoknya keren, deh," lanjut Lya.
"Terus? Mau lo jadiin target? Yaelah Lya, lo baru putus dua bulan lalu. Vacum ajalah bentar, ya? Tunggu beberapa bulan atau tunggu tamat aja, oke?"
"Yee, kan baru target, belum pasti mau gue jadiin pacar. Tapi siapa tau, kan, dia bisa ngobatin hati gue ini? Hehehe," jawab Lya dan dia terkekeh sendiri karena kata-katanya.
"Terserah lo, deh. Saran gue jangan sampe lo yang nargetin, eh, lo yang baper duluan. Gue nggak mau lo nangis-nangis lagi ke gue gara-gara cowok," ancam Sem pada sahabatnya ini, mengingat bagaimana dua bulan lalu Lya menangis karena putus dengan abang kelas yang baru tamat, alasannya tidak siap LDR-an.
"Gue gak bisa jamin, sih, Sem. Kan hati gue gak batu kayak lo. Tuh, lo urusin para korban-korban php lo. Lo yang mainin mereka, gue yang capek ngadapinnya. Tau, nggak? Liburan kemarin mereka masih nge-chat gue nanyain lo gimana? Masih ada harapan, nggak? Sakit kepala gue. Kenapa mereka nggak nanya langsung, sih, sama lo? Apa kurang jelas, ya, lo nolak mereka? Atau lo masih mau lanjut maininnya, nih?" curcol Lya mengingat bagaimana liburannya kemarin yang tidak tenang sama sekali karena para korban Sem itu.
"Hahaha, biarin aja. Gue juga belum tau mau gue apain. Kalau mereka masih ngotot gitu, ya nggak salah gue dong," tawa Sem mengingat teman dan adek kelas yang dijadikannya target.
Inilah hobi aneh mereka. Mereka suka menargetkan seseorang untuk di php-in. Walaupun selama ini yang terus memainkan hal itu hanya Sem karena Lya sudah punya cowok. Jadi yang menargetkan Lya dan Sem, yang main hanya Sem, terkadang juga Lya kalau dia sedang di fase bosan atau putus-belum nyambung dengan cowoknya. Ya, wajarkan seseorang mencari pelampiasan, entah itu cowok atau cewek, mereka sama-sama membutuhkan itu.
Lalu bagaimana dengan Sem? Kenapa dia tidak punya cowok?
Jawabannya singkat, dia tidak suka dan tidak mau. Seperti kata Lya, Sem itu hatinya batu, dia tidak pernah benar-benar menyukai yang namanya laki-laki. Bahkan Lya hampir mengira dia itu lesbian tapi ternyata tidak. Dan kalau dikira telat puber, tidak mungkin juga, kalau dia telat puber gitu, bagaimana mungkin dia bisa php-in cowok, kan?
Disitulah masalah Sem. Dia sendiri bingung dengan hatinya. Entah dia yang keterlaluan memakai logika atau memang hatinya berfungsi seadanya untuk sekarang?
Ya, untuk sekarang. Untuk baik ke orang-orang, mencoba dekat dengan semuanya, menimbang keputusan, menimbang ini-itu... dan untuk cinta?
Ah, nanti, deh! Belum juga mau nikah.
Hanya itu pembenaran yang mau dia terima untuk saat ini. Atau ada pemicu lain? Misalnya sakit hati di masa lalu? Penyesalan? Mungkin, tapi dia tidak ingin mengakuinya.
_____
-KhaKai💚

KAMU SEDANG MEMBACA
Semilova [TERBIT]
Fiksi RemajaKetika kamu terlalu berani bermain-main dengan perasaan. "Seperti namamu, Semilova, cinta di musim semi. Aku jatuh cinta padamu seperti di musim semi, rasanya begitu indah. Tapi setelah aku mengenalmu, kau seperti musim dingin yang datang sebelumnya...