17

1.2K 100 2
                                    

Aku memilih untuk pergi. Untuk apa aku berlama disana. Hatiku sudah sangat rata. Perasaanku sebagai manusia hilang dan lenyap. Cinta berubah menjadi benci. Kerinduan berubah menjadi dendam. Menjadi manusia polos terlalu melelahkan. Aku hanya di permainkan keadaan. Tiada air mata untuk hal ini. Hanya sedikit saja saat aku merasakannya tadi. Sekarang sudah kering tak bersisa.

Kebodohan yang sepertinya tidak dia sesali. Sangat-sangat bodoh! Dengan mudahnya mengatakan hal itu. Pergi dengan entengnya tanpa berpikir panjang. Lalu kembali tanpa rasa bersalah. Bahkan dengan cara yang sangat buruk. Bodoh sekali! Sangat BODOH!! Aku merasa aku akan membuat dia menyesal seumur hidup. Dia hancurkan semua yang ada dalam diriku. Hati dan jiwaku sudah dia hancurkan. Dia porak porandakan. Memang kelakuannya sama saja. Aku malah jadi membencinya. Dan inilah pembalasanku.

***

Aku sudah menginjakan kaki di tempat baru. Aku akan jalani hidup baruku ini disini. Terpaksa harus membuat topeng dari keegoisanku. Tapi, jika tidak dengan cara ini orang itu akan seenaknya sendiri padaku. Dia pikir hubungannya denganku membuatnya bisa bebas melakukan apa saja? Maaf! Salah besar.

Aku menghentikan sebuah taksi biasa. Taksi itu berhenti. Aku masuk kedalam mobil taksi itu. Sesekali melihat pemandangan di luar sana dari jendela mobil. Jalanan yang tidak padat membuat mobil ini lebih leluasa bergerak. Aku bisa melihat orang-orang sedang berdoa di pura depan rumah mereka. Disini cukup sulit menemukan ojek atau taksi online di beberapa daerah. Kalian tau lah dimana ini.

"Saya seperti pernah lihat Mbak. Seperti model majalah. Mbak ini Indira kan?" tebakannya benar. Tapi aku tak ingin berkata bahwa dia benar. Bisa ribut ini nanti.

"Indira siapa? Saya Shani. Bukan Indira,"

"Model yang dulunya buta. Sekarang bisa lihat. Wajahnya mirip banget sama mbak. Cantik. Mirip banget," pujinya.

"Oh. Pernah buta? Saya pake kacamata minus. Dia pernah buta terus bisa lihat. Pasti cangkok mata, masa mau cangkok mata minus gini?" padahal ini hanya kacamata biasa.

"Iya juga ya. Wkwk. Mungkin mirip aja. Minta foto bareng boleh kali ya?"

"Iya, asal jangan di pamerin ntar dikira saya Indira itu. Saya benci wajah mirip orang lain,"

"Iya hehe. Paling saya pamerin ke anak saya aja. Dia ngefans sama si Indira itu,"

***

Akhirnya aku bisa tenang tinggal di tempat ini sendiri. Sebuah apartemen yang menjadi satu dengan hotel. Ah, beruntung aku dapat ruangan dengan balkon di lantai 5. Pemandangan yang apik.

Aku membasuh tubuh kemudian merapikan pakaianku kedalam lemari. Untung saja aku masih ada tabungan. Tabungan dari hasil pemotretan selalu ku simpan. Semua murni uangku, tanpa ada sedikit pun uang dari Viny yang aku bawa kemari. Aku bisa tanpa Viny.

Sejauh ini aku belum membuka ponsel. Pasti akan terdeteksi jika aku membukanya. Kenapa pikiranku malah berisi tentang Viny tiba-tiba? Sialan! Argh! Kenapa mereka tidak sejalan dengan ego ku? Aku sudah memutuskannya. Tidak ada lagi hubungan spesial. Tak akan aku menghubunginya lagi.

"Hah!" aku menghempaskan tubuh di atas kasur. Menghidupkan televisi.

Beberapa saluran aku lewati, olahraga, kartun, drama korea, komedi, berita. Aku berhenti di berita setelah sempat melewatinya. Berita tentangku beredar luas di channel berita nasional. Ah! Malas. Huft, aku tidak mengira akan semarah itu pada Viny. Jahatnya aku.

Beberapa berita menampilkan reka saat Viny di angkat oleh dua security. Dia tampak memberontak dan menangis. Dia sangat kacau. Tapi, tubuhnya tak lebih besar dari mereka. Di tidak dapat menggapaiku. Apa aku terlalu jahat padanya? Tidak hanya itu, berita lain juga ikut serta di dalamnya. Gosip aku lesbian. Ah, bosan. Mereka telat mengetahui. Bodoh.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang