[Author]
Seminggu berlalu, Shani sudah kembali pulih. Berita tentangnya menyebar luas banyak opini hingga gosip miring berkembang. Bunda dan Ibu Panti menjenguknya. Awalnya dia masih keras kepala menolak Bundanya. Namun, karena bujukan Bobby dan Sinka akhirnya Shani mau.
Di luar bilik ada Viny yang sedikit stress menanggapi kondisi yang dia buat sendiri. Dia pikir Shani akan dengan mudah menerima keputusannya ternyata malah sebaliknya. Disebelahnya ada Farhan. Farhan yang mengantarkan Mama Viny ke Jakarta.
"Kamu udah makan?" Tanya Farhan mencoba mencari topik pembicaraan dengan Viny.
Viny hanya diam, fokus gadis itu malah terpecah ketika Sinka keluar memanggilnya. Dengan segera dia masuk kedalam ruangan Shani. Tanpa banyak bicara Viny langsung memeluk tubuh Shani yang masih agak lemas. Tanpa peduli pandangan Mamanya, dia terus memeluk erat Shani.
"Lepas Vin, aku mau istirahat," Viny melepaskan pelukannya.
"Istirahat yang banyak. Jangan gini lagi Shan," pinta Viny sambil meremas telapak tangan Shani. Selanjutnya sebuah kecupan mendarat di punggung tangan Shani.
Perlahan Shani melepaskan tangannya. Kemudian menutup tubuhnya dengan selimut dan memilih tidur. Ruangan berisi 6 orang itu seketika senyap.
"Mama mau bicara sama kamu soal Cani," Viny mengiyakan. Mereka bedua keluar dari bilik kamar itu.
***
[Viny]
Pikiran gue gak bisa cerna kata-kata Mama. Cuma ada Shani, Shani, Shani. Gue gak tau kenapa bisa jadi seribet ini. Gue kira semua bakal gampang ternyata gampang hanyalah khayalan.
"Aku gak bisa fokus. Yang jelas aku masih sama, aku masih sayang banget sama Shani," gue tau Mama lemes denger ucapan gue. Tapi itu kenyataannya.
"Emang aku udah tunangan sama Farhan, tapi hatiku masih Kak Shani. Aku sendiri gak tau kenapa begini. Mama harus ngerti juga,"
"Ya. Kamu juga harus denger ini. Shani mau nikah sama Bobby. Dia pingin Mama tinggal sama dia juga. Kamu harus ngerti. Shani sudah berubah, dia hanya stress soal pekerjaannya yang menumpuk, bukan kamu," gue kicep, kaget, gak tau harus ngapain.
"Serius?" Reaksi gue kayak denger bonbon kurus. Sangat tidak percaya.
"Buat apa bohong? Mama serius. Dan Mama harap kamu ngerti," Mama ninggal gue setelah ngomong gitu. Gue juga gak tau harus ngapain. Tapi, kayaknya ada sesuatu di dada gue yang rusak tiba-tiba.
"Kak, bengong aja?" Kapan deh Sinka disini?
"Ee.. Shani beneran mau nikah?"
"Iya, Shani tadi bilang ke Mama kamu. Dia bilang mabuk karena kerja dan dia pingin nikah sama Bobby," jawaban Sinka bikin gue agak gak percaya sih.
"Oh, gitu. Emm, yaudah sih. Kan gue juga mau nikah ma Farhan kan? Hehe," sialan gue kok malah kayak orang yang gak ikhlas banget sih ngomongnya. Terpaksa ngomong gitu rasanya.
"Serius mau nikah sama Farhan?" Gue anggukin aja. Entahlah tapi rasanya beda. Sangat beda.
***
Rasanya waktu makin cepat. Gue sampe gak sadar sama perubahan di kehidupan gue. Lebih berantakan, kacau, dan kosong. Satu lagi, gue sampe baru sadar 3 hari lagi Shani nikahan. Dia beneran nikah, bukan nipu gue.
Poteq
Drttt.... drttt....
"Ya?" Jawab gue datar.
"Vin, kesini ya sekarang. Ikut Mama sama Shani ke butik. Kamu milih baju juga buat besok. Gak sibuk kan?"
"Gak tau Ma, Viny mager,"