18

1.1K 82 2
                                    

Aku merasa tabunganku mulai menipis. 70% habis untuk biaya apartemen. Sisanya untuk ku bersenang-senang. Aurel janji akan mengajakku bertemu dengan sepupunya yang memiliki lowongan pekerjaan.

Sebulan ini aku meminjam satu ponsel Aurel untuk mencari lowongan pekerjaan. Terkadang aku iseng membuka instagram Viny. Aku merindukannya. Aku bisa melihat quotes galau yang dia sukai dan bagikan.

Huh!

Apa kabar Vin? Aku kangen.

Ting tong

Aku membuka pintu untuk Aurel. Dia sudah bersiap, "Kak jadi ketemu Devi gak? Mumpung dia kosong nih."

"Jadi lah. Aku ganti dulu. Kamu duduk," aku segera bersiap dan mengganti pakaianku.

Seusai mengganti pakaian, Aurel mengantarku menemui Devi. Ternyata tempatnya cukup jauh dari apartemen. Tempat yang Aurel maksud berupa sanggar tari dan modeling.

Belum juga aku masuk kedalam Aurel sudah tampak memeluk seorang gadis yang kurasa seumuran dengan Aurel. Aku menyalaminya, dia tersenyum. Sama seperti Aurel, dia manis. Matanya bulat bersih, dia cantik.

"Made Devi Ranita, panggil aja Devi," gadis itu berkenalan padaku. Ternyata dia Devi yang Aurel ceritakan tadi.

"Shani, salam kenal," jawabku saat masih menjabat tangannya.

"Ah, kakak ini Indira kan. Saya sahabat Jelita, hehe," aku sempat terkejut dengan pernyataan itu. Dia sahabat Jelita. Aku menelan ludahku sendiri.

"Sudah jangan khawatir. Saya paham maksud kakak. Lebih baik kita masuk kedalam sanggar dan berbincang lebih banyak lagi," ajak Devi. Namun jawaban semangat muncul dari mulut Aurel. Dasar anak itu.

Memasuki sanggar, aku melihat beberapa penari cilik hingga dewasa. Tak hanya itu aku juga melihat beberapa orang wanita sedang belajar berjalan ala catwalk. Sanggar ini ramai, dan yang tak aku sangka pemiliknya masih sangat muda.

"Silahkan duduk," Devi mempersilahkanku. Aku rasa ini ruang tamu dari sanggar ini. Sengaja di buat menghadap para murid yang sedang berlatih.

"Banyak sekali," komentarku. Aku merasa sangat kagum dengan usaha Devi ini.

"Terima kasih. Mereka semua belajar disini. Untuk anak-anak itu mereka boleh belajar menari disini gratis. Dan untuk para wanita dewasa itu juga boleh mengajar di sanggar ini. Saya tidak terlalu memikirkan patokan harga. Mereka ingin ilmu, selagi saya bisa, saya akan berikan dan fasilitasi," jawabannya membuatku makin kagum dan terharu. Pemikiran yang jarang aku temui.

"Saya suka menari, karena itu saya buat sanggar ini. Bukan hanya untuk tari sebenarnya. Disini juga ada galeri, berisi banyak lukisan apik dari tangan murid yang ada disini. Tiap tahun, kami lelang untuk dana bagi yang kurang mampu. Untuk modeling saya memang mematok harga itu untuk bayaran si instruktur. Saya hanya mewajibkan calon pekerja disini melewati tes. Itu demi kemaksimalan kerja. Saya tau Kakak sudah profesional. Tapi ini sudah aturan, Kakak setuju?" lanjutnya.

Pertanyaan Devi membuatku sedikit takut, tapi ya memang harus dilakukan. Kualitas guru atau instruktur itu harus baik agar muridnya juga baik.

"Saya setuju,"

"Oke. Jadi ada 4 tes, pertama itu menari. Kedua, modeling. Ketiga, melukis. Keempat, drama. Semua harus di ikuti. Lakukan apa yang kakak bisa dengan maksimal. Dan semoga bagian yang kakak ingin bisa kakak dapat. Kakak bisa dapat dua job sekaligus kalau nilai kakak benar-benar baik," Devi menjelaskan tentang tes yang dia maksud. Aku setuju. Semoga yang terbaik.

***

Besok aku sudah mulai bekerja. Katanya aku bisa jadi instruktur untuk tari modern tak hanya itu aku juga bisa menjadi guru model disana. Hari kerjaku hanya Senin dan Selasa untuk modeling, Sabtu, minggu untuk menari.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang