Waktu terus berjalan, Viny memilih kembali ke Jakarta. Dia mengambil kuliah jurusan Desain Interior. Viny memilih untuk tinggal di kost miliknya dulu. Namun, kini dia tak sendiri ada teman barunya di sana. Sinka, gadis berpipi gembul yang jadi teman sekost Viny. Sejauh ini Sinka selalu baik padanya, dari membantu Viny mengangkat barang saat pindah ke kost, membangunkan Viny saat pagi tiba, atau bahkan memasak air untuk Viny mandi. Viny senang karena memiliki teman kost sebaik Sinka.
Pagi ini gantian Viny yang bangun lebih awal. Bukan tanpa sebab dia bangun lebih awal, dia baru saja memimpikan Shani yang terjebur dalam laut. Keringat Viny jatuh bercucuran, walau dia tau itu hanya mimpi namun cukup membuatnya ketakutan.
"Emph.. Eh, Vin. Udah bangun?" tanya Sinka sambil mengubah posisinya menjadi duduk. Wajahnya masih tampak kusut, nyawanya setengah terkumpul.
Viny menggeleng cepat, dia segera beranjak menuju kamar mandi. Gadis itu memilih untuk membasuh tubuhnya di bawah shower. Matanya terus terpejam, merasakan ketakutan yang terus menghantuinya sejak bangun tadi. Kerinduannya terhadap Shani makin bertambah.
Hingga satujam lebih Viny terus merutuki dirinya di bawah deruan air. Di luar sudah beberapa kali Sinka mengetuk pintu kamar mandi. Dia takut terjadi sesuatu pada Viny. Karena hanya ada suara air dan seperti tidak ada pergerakan lain dari wanita yang tengah frustasi itu.
"Vin! Buka ih!"
Setelah beberapa kali menggedor. Pintu kamar mandi terbuka, Viny melewati Sinka begitu saja, tatapannya kosong. Didalam kamar mandi, keran air tak Viny tutup. Gadis itu hanya membalut tubuhnya dengan handuk. Sinka mematikan keran itu lalu beralih membantu Viny.
"Vin? Kamu kenapa ih? Vin?" Sinka mencoba mengalihkan pandangan sendu Viny yang mengarah ke lantai. Pandangan kosong serta bibir yang sangat pucat, membuat Sinka takut. Dia berpikir bahwa Viny kemasukan penunggu kamar kost itu.
"Vin? Jawab ih, jangan bikin takut dong!" omel Sinka sambil menangis dan menjauhi Viny. Dia benar-benar takut melihat ekspresi wajah Viny yang sangat datar dan pucat seperti mayat hidup.
"Hyaa!! Viny!!" teriak Sinka makin ketakutan saat Viny berdiri dari posisinya lalu berjalan mendekati gadis menggemaskan itu.
Tangis Sinka makin menjadi-jadi. Dia takut Viny berlaku macam-macam karena roh lain memasuki tubuh Viny. Tubuhnya gemetar, kakinya terus dia hentakkan karena takut Viny akan mencekik atau berubah menjadi hantu yang mengerikan.
"Vinyyy! HUAHH!!" Sinka makin histeris dan takut bukan main saat Viny memeluk tubuhnya. Gadis itu seketika pingsan karena takut. Viny hanya menatapnya lemas lalu mendorong perlahan tubuh Sinka ke atas kasur. Membiarkan temannya itu berbaring di atas kasur.
Tanpa mengatakan apapun Viny membuka lemari lalu mengganti pakaiannya. Setelah itu dia memasak air hangat untuk membuat teh. Lima menit berlalu, akhirnya Sinka bangun. Sejenak gadis itu lupa kenapa dia bisa tertidur dengan posisi yang tak biasa. Viny yang sudah memindah air hangat kedalam gelas, mengisinya dengan teh berjalan menuju kearah Sinka. Seketika Sinka teringat kejadian beberapa menit yang lalu saat dia ketakutan melihat Viny yang tampak seperti kerasukan roh jahat dalam film.
"Lo ngapa teriak lihat gue?" tanya Viny dengan wajah tanpa dosa. Sungguh Sinka mengutuk ulah Viny pagi ini. Jantungnya hampir saja berhenti karena ketakutan.
"Lo kalo canda yang bener bego!" omel Sinka. Tangan gadis itu melayangkan bantal leher ke wajah Viny. Viny hanya terkekeh mengingat reaksi Sinka tadi.
"Gue lagi males banget. Tapi, lo tadi lucu," puji Viny sambil memberikan teh itu pada Sinka.
"Heh! Gue hampir mati gegara kaget tau?! Ngeselin banget sih lo!' Sinka ingin mencekik leher Viny saat ini. Dia tertipu oleh kedataran Viny.
"Cengeng," ejek Viny.
Sinka menaruh tehnya di buffet. Dia juga melihat Viny yang hanya duduk di atas kasur, menonton TV. Tanpa aba-aba tubuh gadis itu menubruk Viny yang lebih kecil darinya. Lalu membekap kepala Viny dengan bantal.
"Lo kok ngeselin sih!!" Sinka sudah buak dengan kejahilan Viny yang tak ada akhirnya sejak datang kembali.
"Hamhon!! Amhonnn!!" suara Viny tak terdengar jelas karena wajah gadis itu tertutup bantal. Yang pasti dia meminta ampun pada Sinka sekarang. Sinka melepaskan bekapan bantal di wajah Viny. Kekesalannya masih berlanjut.
Viny terlihat ngos-ngosan karena kehabisan nafas. Sebanyak mungkin menghirup udara bebas. Mengerjai Sinka rasanya bukan hal yang tepat.
"Dut,"
Sinka menoleh kearah Viny. Matanya menatap tajam dan terlihat menusuk. Tangannya mengepal erat.
"Hehe, maapin ya Dut!" seru Viny sambil merentangkan tangan seolah ingin memeluk Sinka.
"Vinyy!!"
"Kya!! Sakittt woyyy!!"
Tanpa di duga, Sinka menjambak rambut Viny. Gadis itu tak senang di panggil Dut. Walau dia tau badannya agak gendut tapi sebutan itu cukup sang kakak saja yang menggunkannya.
"Gak usah kayak Cici!! Ihhhh!!" Sinka menggoyangkan tangannya ke kanan kekiri. Kepala Viny ikut bergoyang karena jambakan itu. Pedas.
"Ampun Ka! Yawoh sakit woy!! Ampun!!"
***
Viny tampak ketakutan melihat Sinka duduk di depan TV. Hanya diam tak bersuara. Semenjak kejadian tadi pagi Sinka mendiamkannya. Seperti ada dendam kesumat di dalam diri Sinka. Dengan beribu niatan Viny berusaha tenang dan meminta maaf dengan caranya.
"Emm, Dut. Eh, Sin. Nih ada martabak manis, red velvet sama keju," Sinka mendengar ucapan Viny sedikit tersulut emosinya. Wajahnya berubah memerah lalu berdiri menghampiri Viny.
Si kurus menelan ludahnya sendiri. Ketakutannya seperti akan terjadi setelah ini. Saat Viny memejamkan mata, tangan Sinka meremas pundaknya. Tubuhnya sedikit gemetar.
"Vinyy!!" seru Sinka. Viny makin merapatkan matanya mendengar teriakan keras Sinka.
"Kamu bisa gak sih gak ngeselin?! Aku tuh diet! Tapi kenapa di kasih ginian sih! Jadi laper!!" omel Sinka sambil mengambil martabak itu dari tangan Viny, mencumut satu potong lalu melahapnya. Sebuat bercak coklat menempel di sudut bibir Sinka.
"Pelan-pelan woy," Viny mengelap bekas martabak di sudut bibir Sinka.
"Bacot. Penting enak," Panda Sinka mode on.
***
Malam pun tak lagi terasa malam semenjak dia masuk di bangku kuliah. Seharian penuh berambisi menyelesaikan tugasnya. Hingga matanya membiru. Tak jarang Sinka menegur gadis berambut pendek itu untuk beristirahat. Namun, hanya tolakan yang di dapat.
Seperti malam ini, dua jam yang lalu Sinka menyuruh Viny tidur. Viny menolak dia tetap melanjutkan pekerjaannya untuk membuat desain dapur yang di minta dosennya. Keringat, bahkan rasa lelah pun gadis itu lawan demi cita-citanya. Mungkin sesekali menoleh untuk mengambil minum atau makanan ringan yang ada di pinggir meja. Sedangkan gadis gendut yang tadi menyuruhnya malah tidur di sampingnya. Viny hanya menggeleng pelan melihat gadis yang tertidur pulas disampingnya.
"Tadi nyuruh tidur, eh sekarang malah tidur ndiri," gumam Viny sambil mengusap pelan rambut Sinka.
Viny beranjak mengambil jaket yang ada di samping mejanya, lalu menutupkan di punggung Sinka. Terkadang gadis itu menggeliat, namun Viny membiarkan saja karena tak ingin menganggu gadis itu tidur.
Satu jam berlalu, mata Viny mulai berat. Padahal dia sudah meminum kopi tadi. Sinka terbangun, dia bingung bagaimana bisa dia tidur dengan posisi duduk. Sejenak menoleh lalu tersadar niatnya tadi meminta Viny tidur. Malah dirinya yang tertidur pulas.
"Vin, gak tidur lagi? Tidur. Kalo lo sakit, kerjaan lo itu gak bakal selesai," nasehat Sinka. Viny yang terkantuk pun mengangguk. Mereka berdiri lalu pindah ke kasur. Seperti biasa Viny di kanan dan Sinka di kiri. Biasanya Viny membelakangi Sinka, namun kali ini malah gadis itu memeluk si penyuka panda tersebut. Awalnya Sinka menegang, tetapi semakin lemas kala kantuk kembali menyerang. Mereka tidur dalam dekapan.