Ketenangan adalah sesuatu yang aku cari sejak aku meninggalkan rumah lamaku di daerah Gangseo. Kini aku tinggal di sebuah apartemen dengan pemandangan sungai Han.
Jika kalian bertanya apa itu apartemen milikku, maka jawabannya adalah tidak. Aku menyewanya bersama dengan temanku, Jennie. Dia seorang fashion designer di Korea yang membuatnya sibuk sepanjang hari dan membuatku yang hanya bekerja saat malam harus merasa kesepian di apartemen ini.
Pekerjaanku sebagai seorang penyiar radio hanya membuatku memiliki kesibukan di hari sabtu, kadang aku berpikir untuk kembali ke tempat aku bekerja dulu, tapi bayangan lelaki itu akan menemukanku di sana membuatku selalu mengurungkan niat. Aku masih cukup muda untuk menderita karenanya.
"Kau kesepian?"
Aku tersenyum mendengar siapa yang datang. Dia adalah temanku sejak aku pindah ke apartemen ini, hanya seorang anak SMA yang terlihat mengenaskan dengan wajah pucat dan darah yang mengalir dari pergelangan tangannya.
Jika kalian menebak dia adalah seorang arwah maka kalian benar. Miran meninggal beberapa tahun lalu karena bunuh diri. Alasannya dia lelah dengan segala tekanan dari ibunya yang selalu ingin dia menjadi yang utama di sekolah dan aku tidak terlalu kaget dengan hal itu. Di Korea pendidikan adalah topik yang sedikit sensitif.
"Ya aku kesepian beruntung kau datang. Ingin minum sesuatu?" tanyaku beranjak dari dudukku dan menuju dapur berniat membuatkan susu coklat minuman kesukaannya.
"Tak perlu, aku hanya datang karena kupikir kau akan kesepian dan membunuh dirimu sendiri."
Aku tertawa, sedepresi apa pun aku, aku tak pernah terpikir untuk membunuh diriku sendiri.
"Aku tak bodoh seperti dirimu."
"Ya kurasa kau benar. Apa kau akan ke rumah sakit hari ini?"
Kadang aku bersyukur dia adalah seorang hantu, karena dia tau tentangku terlalu banyak dan itu sedikit membuatku cemas.
"Tidak, besok dan mungkin akan menginap. Kau mau menemaniku?" tanyaku yang dibalas gelengan darinya. Walaupun hantu, dia masih saja takut dengan penampakan arwah lain yang lebih menakutkan dibandingkan dia, itulah kenapa dia tak suka rumah sakit.
"Kau pasti banyak teman di sana dan tak membutuhkanku." Aku mengangguk kami terdiam menikmati momen ini tanpa suara hingga sebuah ketukan menggangguku.
"Aku akan memeriksanya." Dia pergi begitu saja menembus pintu, aku iri dia tak perlu repot-repot membuka pintu.
"Chaeyoung-ah!" Dia datang dengan wajah yang terlihat sangat cemas, tangan kurusnya menunjuk pintu beberapa kali.
"Dia-dia lelaki yang di foto."
Sial! Bagaimana dia bisa menemukanku? Bagaimana ini?
Aku bisa merasakan tubuhku bergetar berbagai kilasan tindakannya kini terlintas di kepalaku seperti film rusak yang terus berputar membuatku kembali merasakan sakit di sekujur tubuhku. Sial sial sial.
"Chaeyoung-ah, Chaeyoung-ah, sadarlah jangan menakutiku." Suara Miran membuyarkan bayangan mengerikan di otakku, tapi itu pun tak membantu. Lelaki itu mungkin akan mendobrak apartemennya dan melakukan hal mengerikan lagi. Dia tak boleh menemukanku.
"Chaeyoung jangan diam saja hubungi Jennie." Iya benar Jennie! Aku harus menghubunginya, hanya Jennie yang bisa kuandalkan sekarang.
Aku mencoba berdiri dengan langkah yang tak stabil hanya untuk mencari handphone-ku aku tak boleh membuang satu detik pun. Jariku menekan layar untuk menghubungi Jennie.
"Sial!" Jennie tak menjawab telponnya. Kenapa semesta harus berbuat seperti ini saat aku membutuhkannya?
"Apa yang harus kulakukan Miran-ah?" tanyaku di antara tangis, sungguh aku sangat takut lebih dari yang dia tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Smeraldo
FanfictionKim Seokjin menyukai bunga smeraldo terlepas dari makna dibalik bunga itu menurutnya terlalu disayangkan bila harus membenci bunga itu hanya karena pesan dari sang bunga. Hingga ia bertemu dengan seorang gadis yang juga menyukai bunga smeraldo karen...