Tak perlu bertanya pada Chaeyoung, aku sudah sangat tahu bahwa dia benci rumah sakit dari cara dia bertingkah. Ini sudah sepuluh menit lebih dan dia masih belum juga mau turun dari mobilku. Tapi, aku tahu aku tak bisa memaksanya.
"Kau tak ingin turun?" tanyaku entah sudah keberapa kali.
"Aku takut." Aku menaikkan alisku tak percaya dia mengatakan itu, aku tak tahu apa yang membuatnya takut.
"Kenapa?" tanyaku, pasti ada alasan dibalik itu semua.
"Bagaimana jika mereka mengatakan aku bertambah parah? Bagaimana jika waktu semakin sedikit? Bagaimana Oppa?" Aku menghela napas aku kini mengerti ketakutannya, dia hanya tak ingin menerima kenyataan bahwa ia sedang sakit.
"Kau akan baik-baik saja percayalah, dokter pasti bisa menemukan cara untuk mengobati mu jadi jangan takut, ayo." Aku melepaskan seatbelt-nya lalu keluar untuk membukakan pintu, tapi dia masih tak bergeming.
"Wae?" tanyaku sekali lagi.
"Tunggu sebentar lagi Oppa, kaki rasanya lemas," adunya, tapi aku tak bisa menunggu lebih lama lagi, waktu janjiannya dengan dokter entah siapa itu sudah dekat dan aku yakin Chaeyoung hanya berusaha memperlambat semuanya.
"Ah Oppa." Dia tampak tersentak saat aku mengangkatnya lalu menutup pintu dengan kakiku.
"Kau bilang kakimu lemas, jadi aku menggendongmu. Tenanglah. Aku tak akan menjatuhkanmu." Dia tak bertingkah lagi dan hanya diam melingkarkan tangannya disekitar leherku.
"Park Chaeyoung-sii." Seorang suster memanggilnya bahkan sebelum aku mengatakan namanya, sepertinya Chaeyoung cukup sering kemari.
"Dokter Jaehyun sudah menunggumu." Aku mengangguk.
"Kamsahamnida," kataku lalu menuju ke dalam ruangan dokter yang menangani Chaeyoung.
Dokter itu masih muda dan aku bisa menebak bahwa dia menyukai Chaeyoung. Lihat saja matanya seolah ingin keluar saat melihat aku masuk dengan Chaeyoung di gendongan ku.
"Oppa turunkan aku," pinta Chaeyoung dan aku pun menurunkannya di kursi.
"Aku senang akhirnya kau memutuskan untuk berobat Chaeyoung-sii," kata dokter itu seolah tak memperhatikan bahwa aku ada di sini.
"Ya, Seokjin Oppa sedikit memberikan dorongan dan aku ingin sembuh ah ani aku hanya ingin memperpanjang waktuku." Kenapa itu terdengar menyedihkan bagiku?
"Ah terima kasih sudah memberikan dorongan pada Chaeyoung-sii." Kenapa dia harus berterimakasih dokter ini sangat aneh.
"Sebagai keluarga memang harus saling memotivasi." Apa dia menganggap aku adalah kakak Chaeyoung? Ya Tuhan apa dia tak tahu marga kami berbeda di Park Chaeyoung dan aku Kim Seokjin.
"Ya walaupun sekarang kami belum jadi keluarga, tapi aku yakin sebentar lagi kami akan jadi keluarga." Aku mengangkat tangan kanan Chaeyoung dimana jari manisnya terdapat cincin lamaran ku kuharap dia tau maksudku.
"Dia-"
"Tunangan ku, jika aku masih punya waktu aku ingin menikah dengannya," kata chaeyoung dan aku bisa melihat wajah pias dokter ini.
"Ah begitu rupanya. Selamat Chaeyoung-sii," katanya lalu mulai memeriksa Chaeyoung.
"Hari ini kita akan melakukan pengobatan kemoterapi. "
"Dokter Jaehyun," panggil Chaeyoung tiba-tiba.
"Bisakah kita tak melakukan itu, aku tak ingin rambutku rontok. Aku tak ingin menjadi botak saat menikah suatu saat nanti." Kenapa semuanya terdengar salah sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅Smeraldo
FanfictionKim Seokjin menyukai bunga smeraldo terlepas dari makna dibalik bunga itu menurutnya terlalu disayangkan bila harus membenci bunga itu hanya karena pesan dari sang bunga. Hingga ia bertemu dengan seorang gadis yang juga menyukai bunga smeraldo karen...