10 - Kasih Sayang

19 4 0
                                    

Reina's POV

Orang bilang, kasih ibu itu tak terhingga sepanjang masa. Biar bagaimana pun keadaannya, seorang ibu pasti mengasihi anaknya sampai akhir.

Lalu, bagaimana kalau seandainya kamu tak pernah merasakan kasih sayang itu sejak detik pertama kehadiranmu di dunia ini?

Iya, itu yang selama ini aku rasakan.
Dibesarkan oleh seorang nenek, bukanlah hal yang menyenangkan. Terkadang, terbersit rasa iri ketika melihat teman-teman lain yang bisa bersama ibunya sepanjang waktu.

Kalau pun tidak, minimal mereka tahu bagaimana rasanya diantar sekolah oleh seorang ibu. Bagaimana rasanya mencium punggung tangan orang yang telah melahirkan mereka dan membesarkan mereka dengan sepenuh hati.

Tapi tidak bagiku. Ibu meninggal tak lama setelah melahirkan aku. Itu sebabnya, aku tak pernah ingat bagaimana wajah ibu. Tak ada satu pun fotonya di rumah nenek. Yang aku tahu, mereka sering mengatakan kalau alis dan mataku mirip sekali dengan ibu. Iya, hanya itu. Selebihnya, sering kali aku menghayalkan sosoknya dalam angan-angan yang aku buat sendiri.

Tiap kali aku bertanya pada ayah, tak sekali pun pria lima puluh tiga tahun memberi penjelasan apa-apa tentang ibu. Apalagi mama, ia mungkin tak mau lagi mendengar nama ibu sejak menikah dengan ayah tujuh tahun yang lalu.

Nenek pernah bilang kalau mama adalah wanita yang pencemburu. Jangankan melihat foto ibu, mendengar namanya pun ia tak mau. Itu sebabnya, aku tak suka pada mama. Aku harap aku tak pernah punya ibu tiri. Walau nenek meninggal, aku bisa mengurus diriku sendiri.

Ya meski kadang rasanya sulit ketika sakitku kambuh tiba-tiba. Iya, aku sakit. Entah sakit apa, yang pasti pada saat tertentu, seringkali aku pingsan. Aku tak pernah memberi tahu ayah dan mama. Biarlah semua aku simpan sendiri, seperti menyimpan rasa rinduku pada mendiang ibu yang meninggal tak lama sejak aku lahir.

Orang bilang, ibu meninggal karena sakit. Aku tak pernah tahu beliau sakit apa. Yang pasti, nenek pernah bilang bahwa itu adalah penyakit genetik yang bisa menurun. Kadang, aku merasa sedikit takut. Bagaimana kalau aku juga mengalami hal yang sama? Bagaimana kalau aku meninggal di usia muda seperti ibu?

Tapi, semua ketakutan itu sirna setelah nenek kemudian menyusul ibu ketika aku baru masuk sekolah menengah atas dua setengah tahun yang lalu. Setelah hari itu, aku merasa hidupku makin hancur. Begitu banyak kehilangan yang aku rasakan di usia semuda ini. Aku merasa tak punya siapa pun. Aku merasa Tuhan begitu tak adil karena telah begitu banyak mengambil kebahagiaan yang aku punya. Kenapa harus aku? Kenapa bukan orang lain yang ditimpa kemalangan sebanyak ini?

Sejak nenek meninggal, aku kembali tinggal bersama ayah. Rumah nenek dijual tak lama setelah sosok yang aku sayang itu meninggal, lalu barang-barangku yang ada disana dipindahkan ke  rumah ayah. Untungnya, aku tak harus pindah sekolah karena lokasi rumah mereka yang tidak begitu jauh.

Di rumah baru itu, ayah tinggal bersama mama dan Emily, adik tiriku yang berusia lima tahun. Aku tahu adikku itu lebih manis dan lucu, ia juga masih kecil dan butuh perhatian lebih. Tapi hey, bukankah aku juga seorang anak yang mesti diperhatikan?

Seringkali, ketika Emily berulang tahun, mereka menyiapkan pesta besar-besaran. Semua keluarga diundang. Semua teman-teman Emily turut hadir dan meramaikan acara tahunan itu. Emily bahkan diberikan hadiah yang tak murah harganya. Kadang aku berpikir, untuk apa semua benda itu bagi anak usia lima tahun yang belum paham apa-apa.

Sementara, di hari ulang tahunku tak pernah ada perayaan apa pun. Boro-boro mengucapkan selamat dan memelukku. Mereka hanya memberikan secarik kertas berisi cek, beserta catatan yang membolehkan aku membeli barang apa pun dengan uang itu. Sekali lagi, aku tak ingin uang. Aku ingin perhatian, cinta, dan kasih sayang seperti anak-anak lainnya.

Tapi mereka mungkin tak peduli. Lagi pula, entah kenapa aku merasa kalau tak lama lagi aku akan pergi dari tempat ini. Entah karena lokasi kuliah yang jauh, karena aku sudah di akhir masa sekolah, atau pergi ke sebuah tempat dimana tak seorang pun yang aku kenal.

Yang pasti, kalau mereka tak memberikan apa yang aku ingin, maka tak sedikit pun aku bisa memaksa, apa lagi merengek seperti Emily, putri kecil yang mereka cintai dengan sepenuh hati.

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang