21 - Bahasa Manusia

20 2 0
                                    

Aku menggosok mataku yang tiba-tiba terasa buram. Setelah itu, kucoba mencubit lengan kiriku dengan jempol dan telunjuk kanan yang disatukan.

Aww. Sakit. Berarti ini bukan mimpi.

Masih juga bingung dengan apa yang terjadi, aku tampar pelan pipiku dengan telapak tangan.

Perih.

Kalau begitu, apakah suara barusan hanya hayalanku saja?

Siapa Kuki? Apa aku tak salah dengar?

Berkali-kali aku mencoba menerka. Apa yang sebenarnya terjadi disini?
Seekor katak hijau di hadapanku tiba-tiba bicara dalam bahasa manusia.

Ayolah Reina, sepertinya kamu terlalu banyak nonton kartun akhir-akhir ini. Sadarkan dirimu segera!

"Hei, kamu tak dengar?"

Gila! Katak itu benar-benar bisa bicara. Secara otomatis, tubuhku bergerak mundur hingga menyentuh pagar pembatas balkon.

Ingin rasanya mengambil pemukul bisbol yang tadi aku bawa, lalu membuat makhluk aneh ini jadi pipih dan lenyap selamanya. Tapi, pemukul itu sudah terlalu jauh untuk dijangkau dari posisiku saat ini.

"Huahhhhhhhh. Ka..ka.. kamu bisa bicara? Mustahil!"

Aku kaget bukan kepalang. Baru kali ini saking terkejutnya, bicaraku sampai terbata-bata seperti gagu.

"Bicara? Hah! Mudah sekali."

Katak itu tersenyum bangga. Bagaimana ya menjelaskannya. Yang pasti, itu adalah sebuah hal paling menyebalkan di dunia. Seekor katak sedang menyombongkan dirinya sendiri karena bisa bicara dalam bahasa manusia. Aku yang bisa mengerti bahasa kucing saja tak pernah berlagak seangkuh itu. Ew.

"Ke..kenapa kamu kesini? Kamu mau apa?!"

Sungguh, malam ini adalah malam paling aneh yang pernah aku alami seumur hidup. Bisa-bisanya setelah mengalami mimpi buruk, aku justru mengalami kejadian yang tak masuk akal begini.

"Aku.. mau menawarkan sebuah kesepakatan denganmu. Kkk~"

Lagi, ia akhiri kalimatnya dengan tertawa pelan yang tak aku pahami tujuannya.

"Kesepakatan?"

Aku hanya bisa bertanya tanpa menerka kesepakatan apa yang ia maksud. Sungguh, saat ini aku merasa sudah gila sungguhan.

"Sini, biar aku bisikkan padamu."

Wait?! Ia mengambil ancang-ancang untuk melompat.

Baru saja ingin mengatakan kalimat, "jangan mendekat!", katak yang mengaku bernama Kuki itu sudah terlanjur melompat ke atas bahuku.

Membuatku hanya bisa meneriakkan kata "Tidaaaaaaakkkkk!!" dengan nada tinggi, lalu akhirnya pingsan di tempat.

***

Aku terbangun dengan pandangan mengahadap ke langit-langit kamar. Penasaran dengan waktu saat ini, kucoba menoleh ke arah jam dinding di sisi kanan kamarku. Pukul enam pagi. Tak biasanya aku tertidur selama ini.

Setelah jiwaku terkumpul lebih dari setengahnya, aku duduk di tepian ranjang. Mencoba mengingat kembali apa saja yang sudah aku lewati semalam. Buka apa-apa, hanya saja, aku merasa seluruh badanku pegal-pegal seolah baru saja mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali. Berlebihan? Tapi begitulah yang aku rasa.

Seingatku, semalam aku mengalami tiga buah mimpi dalam selang waktu yang tidak lama. Pertama, aku bermimpi berjumpa dengan ibuku yang sudah meninggal. Ia menangis sambil membelakangiku. Benar-benar sebuah tangis yang memilukan. Sayangnya, aku tak bisa berbuat apa-apa dalam mimpi itu.

Kedua, aku bermimpi bertemu dengan katak hijau yang bisa bicara dalam bahasa manusia. Aku lupa siapa namanya, tapi itu sungguh mimpi yang sangat mengerikan. Terakhir, seingatku katak itu melompat ke arahku. Sangat menggelikan.

Dan ketiga, aku bermimpi melihat ayah dan mama keluar dari kamarku. Sebelum itu, samar-samar terdengar kalimat, "Pingsan lagi? Apakah harus kembali di rawat di rumah sakit?"

Aku tak yakin apakah semua itu hanya halusinasiku saja, atau memang benar-benar terjadi. Akhir-akhir ini semua terasa semakin rumit. Padahal, mestinya aku memikirkan apa-apa saja yang ingin aku lakukan sebelum meninggal. Hahah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang