19 - Mimpi

11 2 0
                                    

Tepat pukul dua malam. Tiba-tiba, aku terbangun setelah mengalami hal tak terduga dalam tidur. Iya, sebuah mimpi yang tak pernah aku duga akan datang kembali.

Aku bermimpi bertemu ibuku lagi. Ini sudah ketiga kalinya ibu masuk ke dalam alam bawah sadarku dan membuatku merasa heran. Apa yang sebenarnya terjadi?

Dalam mimpiku, ibu menangis. Sebuah tangis yang begitu memilukan. Dalam tangisnya, ia menyebut sesuatu secara berulang-ulang.

"Anakku.. anakku... Hiks.."

Hampir sepuluh kali lebih kata itu ia ulang. Membuatku merasa frustasi karena tak bisa melakukan apa-apa.

Aku ingin memeluknya, menenangkannya, lalu mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi aku tak bisa. Karena dalam mimpi itu, kami terpisah oleh sebuah dinding kaca yang begitu tebal. Dinding itu, mungkin sesuatu yang disebut dengan 'batas antara hidup dan mati'.

Sosok ibu dalam mimpi itu membelakangiku. Lagi-lagi, aku tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Hanya seorang wanita berambut panjang yang menangis dalam keadaan duduk. Cukup lama mimpi itu terjadi, sampai akhirnya mataku terbuka dan menyadari bahwa semuanya tidak benar-benar terjadi.

"Mimpi ini lagi?" Batinku.

Tanpa sadar, air mataku mengalir begitu deras. Pernahkah kamu menangis setelah bangun dari tidurmu? Kira-kira, begitulah yang rasakan saat itu. Sebuah rasa yang begitu menyesakkan ketika sadar bahwa apa yang pertama kali aku lihat adalah langit-langit kamarku. Ibuku hanya bisa kutemui di alam mimpi.

Aku bangun dari kasur. Menghidupkan lampu kamar, lalu mulai melangkah menuju kamar mandi.

Byurrrr

Kubasuh wajah yang penuh keringat dan air mata itu dengan air dari keran. Setelah itu, aku tatap diriku yang ada di depan kaca dengan keran yang masih menyala.
Wajahku pucat pasi. Warna kulitku yang putih terlihat makin buram di kaca ini.
Entahlah, mungkin semua karena pengaruh obat-obatan yang aku konsumsi. Atau juga, ini merupakan sebuah pertanda bahwa sesuatu akan segara terjadi.

Setelah membasuh wajah, aku kembali ke kamar. Duduk sejenak di tepian ranjang tanpa tergoda untuk kembali tidur.

Lama sekali aku berpikir. Apa yang harus aku lakukan? Apa disana ibu sedang tidak baik-baik saja? Aku ingin berjumpa ibu. Sungguh, hanya itu yang saat ini aku inginkan.

***

Pukul tiga lewat lima belas. Setelah sekitar satu jam duduk di tepi ranjang dan berpikir, ada sebuah suara yang mengalihkan perhatianku

Tok..tok..

Ketukan sebanyak dua kali tiba-tiba terdengar dari pintu kamar yang mengarah ke balkon dekat kamarku.

Aku menoleh. Ingin membuka pintu itu tapi rasa waspada menyelimuti diri.

Tok.. tok...tok

Ketukan berjeda itu kembali berulang sebanyak tiga kali.

Perlahan, aku bangkit dari kasur lalu mendekat ke arah pintu tersebut. Tak lupa, aku bawa pemukul bisbol yang ada di kamarku. Untuk berjaga-jaga, siapa tahu ada pencuri atau orang jahat yang akan membahayakanku. Ya walau sebenarnya untuk masuk ke rumah ini agak cukup sulit. Ada banyak cctv dan pasukan keamanan tersebar dimana-mana. Tapi tetap saja, aku tak boleh lengah sedikit pun.

Kembali aku teruskan langkahku sambil bersiap dengan alat pemukul di tangan.

Ckreekkk

Suara gagang pintu berbunyi ketika aku membukanya dengan tangan kiri. Astaga, aku bahkan lupa mengunci pintu ini sebelum tidur. Benar-benar teledor.

Dengan hati-hati, aku membuka pintu perlahan. Gelap, itu yang pertama kali aku saksikan. Kubuka pintu lebih lebar, dan ternyata...

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang