09 - Kebenaran

17 4 0
                                    

Billy sampai di rumahnya setelah pulang dari rumah sakit tempat Reina dirawat. Hari ini, ia sedang tak berselera untuk datang ke tempat bimbingan belajar. Kalau ibunya yang sedang bekerja tahu, bisa-bisa tamat riwayatnya. Untungnya, Adelle sedang tidak di rumah. Tak akan ada yang mengadukan kepada ibunya bahwa hari ini Billy membolos dari rutinitasnya itu.

Ckreekkk

Billy membuka gagang pintu setelah memutar kunci untuk membukanya. Rumah mungilnya terlihat lengang. Sepi tanpa ada seorang pun disana. Benar-benar sebuah suasana yang mendukung untuk berpikir dan mencari tahu hal yang sangat ingin ia ketahui. Iya, tentang Reina.

Ia berjalan menuju kamarnya, lalu duduk di kursi meja belajar yang ada di sudut ruangan. Setelah menghidupkan lampu belajar karena suasana kamar yang gelap, Billy perlahan membuka laci meja belajarnya. Ia singkirkan komik-komik yang menutupi buku harian biru milik Reina, lalu meletakkan buku itu di atas meja.

"Hfftt. Kali ini, tidak boleh gagal lagi."

Billy mencoba fokus. Semua telah ia persiapkan. Pintu kamar sudah dikunci, agar Adelle tak mengacaukan semuanya jika saja ia tiba-tiba pulang. Handphone miliknya pun sudah ia matikan. Tak boleh ada gangguan apa pun yang menghentikan pencariannya kali ini.

Selanjutnya, Billy membuka lembar pertama buku itu. Dilewatkannya bagian biodata lengkap yang sudah pernah ia baca sebelumnya. Setelah itu, ia buka halaman ke dua.

21 Maret.
Nenek membelikan buku harian ini sebagai hadiah ulang tahunku dua tahun yang lalu. Beliau bilang, aku tak boleh menyimpan masalahku seorang diri. Jadi, aku harus bercerita walau bukan kepada manusia. Walau, buku ini baru bisa aku pakai sekarang.

24 Maret.
Hari pertama di kelas dua belas. Aku juga ingin diantar orang tuaku seperti teman-teman yang lainnya. Hehe.

2 April.
Akhir-akhir ini, aku sering tak enak badan. Semoga saja tak terjadi sesuatu yang buruk.

Billy hanya membaca bagian-bagian yang penting. Sisanya, hal-hal yang biasa dan tak mencurigakan ia lewatkan untuk mempersingkat waktu.

18 April.
Aku terbangun di tengah malam yang dingin. Kamu tahu? Aku memimpikan ibu. Ia memanggilku dari kejauhan. Aku tak tahu wajahnya, tapi aku yakin itu benar-benar ibu.

29 April.
Masih mimpi yang sama untuk kedua kalinya. Tuhan, aku ingin berjumpa dengan ibu.

20 Juni.
Tadi, di kelas, guru bimbingan konseling kami menanyakan pertanyaan aneh. Dia bilang, kalau hidup kami tak lama lagi, apa yang sangat ingin kamu lakukan?

Aku bilang, aku hanya ingin bertemu ibu. Beberapa anak yang mengenalku sejak lama tertawa. Seolah menganggap apa yang aku inginkan adalah hal yang mustahil. Beberapa yang lain hanya diam, sebab tak mengerti mengapa aku sangat menginginkan hal itu.

Billy merasa heran. Ada begitu banyak halaman dari buku itu yang menceritakan sesosok perempuan yang ia sebut "Ibu".

Mulai dari curahan hatinya, mimpinya, bahkan keinginan dari gadis itu untuk bertemu ibunya. Dan tentu, ia ingin bertemu karena sosok itu telah lama meninggal dunia.

6 Juni.
Aku sudah menolak untuk pergi ke rumah sakit. Tapi ayah dan mama memaksaku. Dokter bilang, aku harus rutin melakukan pemeriksaan. Ah, menyebalkan sekali.

Billy terhenti di halaman ke empat puluh tiga. Tanggal itu menunjukkan kejadian sehari sebelum insiden penyelamatan di sebuah lampu merah dilakukan. Pada halaman terakhir tersebut, Reina seolah tak punya keinginan lagi untuk hidup. Benar-benar sebuah buku harian yang menyedihkan.

12 Juni.
Satu Minggu yang lalu, aku tak sengaja mendengar percakapan mama dan ayah. Mereka bilang, hidupku tidak lama lagi. Dan besok, aku harus mengambil hasil pemeriksaan tes di rumah sakit.

Aku lelah melihat ruang serba putih ini. Aku lelah melihat alat-alat medis dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Dan aku..tidak mau mengetahui kebenaran yang akan dikatakan hasil tes itu. Aku tak mau tahu apa-apa. Ibu... bisakah aku pergi lebih cepat?

Setelah itu, tak ada tulisan apa-apa lagi. Setengah bagian buku itu masih belum tersentuh. Tentu saja, sejak kejadian penyelamatan itu, Reina kehilangan buku hariannya. Bagaimana ia akan menulis sementara buku miliknya ada pada Billy?

Pemuda itu terdiam. Dirinya merasa seolah sedang masuk ke dalam sebuah drama perfilman dengan alur cerita klise. Tapi bagaimana mungkin seseorang akan berbohong di dalam buku harian yang hanya bisa dilihat oleh dirinya sendiri?

Nb: Wahai para pembaca yang budiman, pura-pura ga tau aja kalo isi cerita saya makin lama makin pendek 😂😂

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang