17 - Penerimaan

10 3 0
                                    

Setelah diperingatkan untuk menjauh dari Reina, Billy justru makin berusaha mendekati gadis itu. Ia tak peduli semua kisah fiksi yang dikatakan Arnold, sahabatnya. Meski pun semua itu memang benar adanya, biar saja. Billy ingin membantu Reina dengan segala hal yang bisa ia lakukan.

Hari demi hari, mereka sering kali melakukan kegiatan bersama. Pulang sekolah berdua, jalan-jalan ke tempat-tempat baru pun juga berdua. Mereka berubah, dari yang tadinya saling benci, sekarang bagai sepasang sepatu yang tak terpisahkan.

Tapi sisi buruknya, Arnold merasa sedikit kecewa pada Billy yang tak mau mendengarkan nasihatnya. Walau begitu, ia tetap tak bisa menjauh. Billy adalah sahabatnya meski pemuda tujuh belas tahun itu adalah orang yang keras kepala, jahil, dan suka melakukan banyak hal semaunya.

Tak ada yang tahu bagaimana seorang Billy bisa mencairkan kebekuan dari "es berjalan" yang dikenal cuek dengan segala kisah masa lalu yang silam selama ini. Mungkin dengan keramahannya, candaannya, dan dengan sebuah hal yang dijanjikannya pada Reina. Bantuan. Entah bantuan dalam bentuk apa. Yang pasti, baru kali ini Reina merasa ada seseorang yang peduli dengan tulus padanya. Itu sebabnya, perlahan Reina mau membuka hatinya sedikit demi sedikit.

Sebelumnya, beberapa orang juga sempat mendekat. Tapi bukan untuk mendapatkan hubungan pertemanan dengannya, melainkan karena mengincar harta orang tuanya. Tapi mereka terlalu bodoh bila mengira Reina sepolos itu untuk tak mengerti dengan niat buruk mereka. Itu sebabnya, Reina lebih memilih sendirian. Berteman dengan bayangannya sendiri selama bertahun-tahun sampai akhirnya Billy datang dan masuk ke kehidupannya.

Dan uniknya, Reina juga perempuan pertama yang dikenalkan Billy kepada ibunya. Awalnya, ia sempat merasa ragu. Teringat semua nasehat ibunya tentang mereka yang harus belajar sungguh-sungguh.

Tapi, setelah Billy menceritakan semua tentang Reina. Tentang gadis itu yang tak punya teman, dan hidupnya akan berakhir sebentar lagi, ibu Billy merasa iba. Ia kasihi Reina sebagaimana ia mengasihi anak-anaknya sendiri. Itu sebabnya, di rumah Billy Reina menemukan sebuah kebahagiaan baru. Sebuah keluarga yang hangat meski tanpa seorang ayah.

Mereka tak punya pembantu, supir, atau koki handal yang bisa memasakkan mereka hidangan terlezat. Hanya ada ibu Billy sebagai juru masak terbaik mereka. Makanan yang mereka makan pun tidak mewah. Mereka selalu duduk bersama di sebuah meja makan. Tapi disanalah sumber cinta dan kehangatan itu bermula.

Adelle juga tak biasanya jadi penurut dan tidak rewel begini. Biasanya, tiap kali melihat drama-drama remaja dimana seorang lelaki membawa teman perempuannya pulang, lalu mengenalkannya pada orang-orang di rumah, Adelle selalu mengucapkan kalimat seperti ini,

"Awas ya kak kalo berani bawa-bawa perempuan kesini. Kata ibu, kita harus belajar dulu. Lagi pula, aku tak mau kalau sampai ada yang lebih cantik dariku disini."

Namun kali ini, adik perempuannya yang masih SMP itu duduk dengan tenang. Ia suka pada Reina. Pada mata bulannya ketika tersenyum. Pada rambut hitam sebahu yang berkilau. Pada kesopanan dan keramahan Reina yang membuat Adelle tak lagi mengulang-ulang kalimat tadi.

Iya, Reina sudah benar-benar diterima di keluarga ini.

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang