15 - Kunci Jawaban

15 4 0
                                    

Author's POV

"Woahhhhhhhh!!!!"

Pemuda berusia tujuh belas tahun bernama Billy itu mengagetkan seisi koridor yang tengah ramai saat jam istirahat. Semua mata tertuju pada sosoknya, namun ia sendiri justru terpaku pada seorang gadis yang kini berada di hadapannya.

"Wah wah wah. Akhirnya kamu masuk sekolah lagi. Hmm keren sekali. Bujukanku ternyata ampuh juga. Hahhah."

Dengan bangganya, Billy berkata seperti itu tanpa mengetahui apa-apa. Ia bahkan bertepuk tangan, seolah merayakan sesuatu yang baru saja ia capai.

"Ambillah ini."

Reina tersenyum, lalu memberikan sekotak jus buah segar yang telah ia beli sebelumnya kepada Billy. Sebuah ucapan terimakasih ditulis di atas sticky note berwarna oranye yang tertempel di minuman itu.

Satu kata 'terimakasih' beserta emoticon senyum dibubuhkan dengan tinta hitam disana. Manis sekali, seperti gadis yang baru saja memberikan jus itu kepada Billy.

Billy tercengang. Bukan karena heran mengapa Reina bisa tahu apa minuman kesukaannya. Tapi karena senyum dan sikapnya benar-benar dengan pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Billy tak menyangka bahwa gadis yang nyawanya entah kemana itu, yang dari awal sudah bersikap tidak sopan padanya, yang selalu berat mengucapkan terimakasih, kini sudah hidup bagai manusia normal lainnya. Dan kini, ia begitu terlihat berbeda dimata Billy.

Tak lama, Reina masuk kembali ke dalam kelasnya setelah bel tanda masuk kelas berbunyi. Sementara Billy masih tercengang. Mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi di hadapannya.

"Woii!!"

Sebuah tepukan keras mendarat di bahu Billy beserta teguran dari Arnold, sahabat Billy yang juga ada di satu kelas yang sama dengannya.

"Lihat apa? Perempuan yang tadi?"

Tanyanya sambil mencoba membuyarkan lamunan Billy.

"Iya. Reina.. hehehe"

Billy masih dengan senyum aneh seolah ia baru saja terhipnotis. Jus dingin yang ia pegang perlahan mencair hingga membuat tangannya terasa basah.

"Apa??? Reina?? Anak yang baru pindah di sebelah kelas kita itu?"

"Yap. Benar sekali."

"Ayolah, cari orang lain saja. Jauhi dia sebelum kalian lebih dekat."

Arnold segera memaksa Billy untuk berhenti berhubungan apa pun dengan gadis itu. Entah apa alasannya mengatakan hal seperti itu. Namun, Billy tetap pada pendiriannya. Ia ingin ikut campur atas hidup Reina yang akan segera berakhir tak lama lagi.

"Memang kenapa aku harus menjauh darinya?"

"Astagaaaaa Billy. Kau benar-benar tak tahu cerita tentang 'es berjalan' yang super cuek dan dingin itu? Ia punya masa lalu yang buruk. Tentang kehidupannya, ibunya yang sudah meninggal, dan kutukan yang akan ia dapat dimasa depan. Jangan terlibat lebih jauh dari ini."

Billy merasa heran, bagaimana bisa seorang Arnold mengetahui segala hal tentang Reina sedalam itu.

"Kau tahu dari mana?"

Billy mencoba mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

"Aku ini satu sekolah dengannya sejak sekolah dasar sampai saat ini. Mana mungkin hal seperti itu saja aku tak tahu. Hfftt!"

Arnold merasa kesal. Seperti biasa, susah sekali membujuk temannya itu untuk melakukan hal-hal yang tak mau ia lakukan.

"Ceritakan padaku. Semua kisah buruk yang kau tahu tentang Reina. Ceritakan!"

Billy menatap temannya itu dengan tatapan serius. Matanya berbinar seolah menemukan kunci jawaban dari pertanyaan paling sulit dalam ujian sekolah.

"Boleh saja. Asal ada....hmmm."

Lagi-lagi, tak ada yang gratis di dunia ini.

"Santai saja. Pulang nanti aku traktir pizza paling enak di kota ini."

Setelah membuat kesepakatan, mereka berdua masuk ke dalam kelas lalu melanjutkan kegiatan belajar seperti biasanya.

Sedikit lagi menuju titik terang yang sesungguhnya, batin Billy.
.
.
.
.
Sudah sampai di tengah perjalanan. Semangat, Dian! >///<

Demi ReinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang