12

4.1K 129 3
                                    

-----

Pendakian semakin terjal. Kekuatan kaki dan kekuatan tangan sudah sangat dibutuhkan. Ketelitian dan pengawasan juga menjadi salah satu hal yang sangat diperlukan melihat jalur yang akan di lalui penuh bongkahan batu kerikil hingga batu raksasa. Salah melangkah, nyawa taruhannya.

"Break!" teriak Arial dengan nafasnya yang memburu, pertanda ia sudah sangat lelah tapi tidak ingin menyerah.

"Kenapa Yal? Cape?" tanya Genta yang mendapat anggukan dan senyum kecil dari Arial.

Saat itu juga, mata Arial terpaku pada satu titik yang membuatnya terkejut. Genta yang melihat tingkah laku Arial pun mengikuti kemana arah pandang Arial.

"Ta! Ini yang selama ini lo bilang? Samudera di atas awan!" ucap Arial terkagum-kagum melihat pemandangan awan dan mengetahui fakta bahwa mereka sedang berada di atas awan diikuti dengan Genta yang membalasnya dengan tersenyum.

"Kita di atas awan! Kita di atas awan!" ucap Riani yang tak kalah kagumnya dengan Arial.

"Keren banget, Ple!" sambung Iyan yang terpaku akan hal itu.

Waktu menunjukan pukul 05:25 pagi.

"Temen-temen tercinta! Matahari 17 Agustus!" teriak Zafran dengan kegembiraannya.

"Yuk! Sebentar lagi puncak Mahameru! Semangat! Semangat!"

Mereka kembali melewati jalur yang sangat terjal dan lebih menantang adrenalin mereka, yang tentunya juga sangat bahaya bila terjadi sedikit kesalahan saat itu akan berakibat sangat fatal.

Mereka berusaha mendaki dan menghindari bebatuan yang berjatuhan bergiliran ke arah mereka. Perjalanan yang sangat rumit. Wajah, tangan, kaki, bahkan seluruh tubuh mereka sudah sangat kusam dan berlumuran debu.

Hingga sesuatu yang tidak di inginkan pun terjadi. Bebatuan yang tergiling ke bawah makin bertambah banyak dan makin besar-besar pula. Hal itu membuat menjadi mereka sangat panik dan ketakutan.

Arial, Dinda, dan Iyan tertimpa bebatuan itu. Dinda memiliki cedera di bagian telinga, namun Iyan menjadi tidak sadarkan diri. Arial dengan cekatan menolong adiknya yang terluka.

Mereka melupakan Iyan dan hanya terfokus kepada Dinda yang kesakitan. Dinda sejenak kehilangan pendengarannya untuk sementara waktu dan kemudian kembali lagi seperti semula.

"Mas!" jerit Dinda.

"Dek, kuping kamu!" teriak Arial mengeluarkan air matanya melihat keadaan adiknya yang begitu memprihatinkan, tetapi saking sibuknya mereka dengan Dinda hingga mereka melupakan Iyan yang belum juga sadarkan diri.

"Mas!"

"Apa dek?"

"BANG IYAN!" setelah mendengar teriakan Dinda, mereka pun menyadarinya.

Saat itu juga mereka bersama-sama turun dan menengok kondisi Iyan.

"IYANN!!"

Iyan hanya bisa terkapar lemah di atas tumpukan pasir dengan luka dikepalanya.

"Iyan, bangun Iyan! Iyan, bangun Iyan! Iyan, bangun Iyan!" berkali-kali Genta meneriakan Iyan agar bangun dari tidurnya tapi Iyan tidak menunjukan reaksi apapun.

Mereka positif thinking bahwa Iyan hanya pingsan sesaat akibat pusing di kepalanya dan juga efek kelelahan.

"Iyan, bangun ndut!"

"Iyan, bangun Iyan!"

Riani mulai larut dengan isak tangisnya yang melihat sahabatnya dengan kondisi yang tidak memungkinkan saat itu.

5 CM [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang