Bagian sebelas : Demi Gara

189 22 3
                                    

Kenapa patah hati selalu menyakitkan

Happy reading!

Kaina memandangi wajahnya dari pantulan cermin. Ia mengamati bagaimana cara matanya berkedip dan juga menyelusuri bagian-bagian dari wajahnya. Namun bukan itu yang sedang ia pikirkan sekarang. Otaknya seakan tertinggal di ruang tengah rumah Gara, tempat dimana ia melihat foto berbingkai yang terpajang didekat televisi.

Cewek itu tidak tau, apakah ini nyata atau tidak, apakah ini bagian dari rencana tuhan atau hanya sebuah kebetulan. Kaina merasa tertarik ke masa lalu saat melihat foto itu. Angga, dengan seragam SMP favorit di Jakarta membuat mata Kaina harus berkedip beberapa kali. Di sampingnya ada anak laki-laki merangkul bahu Angga yang Kaina yakin adalah Gara, karena anak laki-laki itu mirip sekali dengan Gara. Tinggi mereka sama, menggunakan seragam dengan identitas yang sama. Apa mungkin mereka kakak adik atau hanya saudara sepupu. Lalu dimana Angga? Kenapa Kaina tidak melihat keberadaannya?

"Ini pasti kebetulan" Kaina bergumam seraya bangkit dari duduknya. Ia menuju tempat tidur dan berbaring di sana. "Bukan masalah juga kalau Angga beneran saudara kandung Gara. Emangnya nggak boleh kalau gue pacaran sama saudaranya mantan?!"

Kaina mulai memejamkan matanya. Mungkin dengan tidur ia bisa menjemput otaknya yang terus-terusan memikirkan Angga.

Sebenarnya Kaina tidak tau, bahwa kebetulan kecil bisa membawa kejadian besar yang lainnya. Kaina masih belum sadar siapa nama lengkap Angga sebenarnya.

*

Gara berjalan pelan menaiki tangga yang menghubungkan lantai dua dan lantai tiga gedung timur. Ia mengamati sosok Bella yang sedang bercengkrama bersama Rafael. Dulu sebelum ia memutuskan berpura-pura jadian dengan Kaina, dialah yang selalu ada di samping Bella. Mungkin Gara memang terlalu gegabah. Hanya karena Bella pernah bilang bahwa gadis itu tidak terlalu suka pada Kaina, menjadikan Gara berpikir harus bekerja sama dengan Kaina, lebih tepatnya memperalat cewek itu. Gara pikir Bella akan berganti mengejarnya jika cowok itu telah berpaling pada cewek lain. Nyatanya Bella memang sulit untuk digapai.

Gara tersentak kaget saat tiba-tiba ada yang sesuatu yang mengisi ruas jari-jari kanannya. Ia menoleh ke kanan dan mendapati Kaina yang pandangannya lurus ke depan, ke arah Bella dan Rafael. Tiba-tiba cewek itu berlari dan menarik paksa tangan Gara, membuat cowok itu mau tidak mau ikut berlari. Mereka berdua berlari melewati Bella dan Rafael dengan telapak tangan saling menggenggam. Yang membuat Gara semakin tidak mengerti, Kaina tiba-tiba berhenti tidak jauh di depan Rafael. Cewek itu merogoh sesuatu dari sakunya dengan tangannya yang bebas.

"Hngg.. rumah lo sama Shania searah kan? Gue nitip ini ya?" Kaina menyodorkan sebuah flashdisk pada Rafael. "Shania hari ini nggak masuk. Gue mau ngembaliin tapi pulang sekolah gue mau jalan sama Gara. Tolong ya?" Kaina menatap penuh harap Rafael. Tangan kiri gadis itu masih tertaut sempurna dengan tangan kanan milik Gara yang dengan tidak sadar malah mengeratkan genggaman mereka.

"Oke." Rafael tersenyum dalam hati. Cowok itu mengambil flashdisk itu dari tangan Kaina. "Lo ternyata ngelakuin itu juga"

Kaina mendelik. Bisa-bisanya Rafael memberi kode kebocoran rencana cowok itu. Kalau bukan karena wajah merengut Gara mana mau Kaina membuat Bella cemburu buta seperti ini. Lain kali Kaina harus menjadikan Rafael kelinci percobaan karatenya, biar tau rasa!!

"Masih lama nggak?!" Suara Gara yang berubah sedingin ini akhirnya menyelamatkan Kaina dari Rafael. Cowok itu tentu saja sudah tidak tahan melihat Rafel yang sok akrab dengan Bella. Ingin sekali rasanya ia menggeret Bella agar jauh-jauh dari playboy seperti Rafael.

"Gue duluan ya Raf.. Bell." Oke. Ini pertama kalinya Kaina sok akrab dengan Bella. Rasanya aneh sekali. Huft.

Gara menarik tangan Kaina kuat. Hingga akhirnya cowok itu berhenti di rooftop dan menghalangi pintunya agar tidak ada orang yang masuk. Cowok itu menatap Kaina garang. "Lo apa-apaan sih!! Ngapain lo tadi, hah?!"

Kaina menelan ludahnya susah payah. Gara kalau marah serem juga. Yah walaupun Gara tidak membentak Kaina dengan nada cukup tinggi. Cowok itu berkata pelan namun penuh penekanan. "Gue bikin Bella cemburu. Itu kan yang lo mau?"

Gara mengacak rambutnya frustasi. Kaina ini diam-diam membuatnya geram juga. "Lo nggak lihat tadi wajah Bella murung banget!! Gue nggak suka sama ekspresi itu, goblok!!"

Kaina tertegun. Sepertinya Gara memang secinta itu pada Bella. Dan di sini cuma Kaina yang mati-matian berjuang tapi tak pernah dihargai seujung kukupun. Kaina melakukan segalanya agar Gara tidak sakit hati melihat kedekatan Bella dan Rafael. Kaina harus berbohong telah meminjam flashdisk Shania. Shania memang tidak berangkat hari ini, tapi flashdisk itu adalah miliknya. Dan balasan Gara pada Kaina? Mengatainya bodoh?!!

Kaina menatap mata Gara yang belum juga melunak. "Ya lo maunya yang gimana sih? Orang cemburu ya ekspresinya kayak gitu tauk!!"

Kayak ekspresi gue kalo inget hati lo itu bukan milik gue

Gara memejamkan matanya sebentar lalu membukanya kembali. Kaina benar. Cewek itu selalu melakukan semuanya dengan benar.

"Gue nggak suka Bella deket sama cowok lain." Gumam Gara masih menatap Kaina dengan teduh seakan Kaina adalah jelmaan dari Bella. "Gue cinta sama dia, sejak lama." Gara tersenyum tipis. Ia mengacak puncak kepala Kaina. "Thanks ya udah bantu gue bikin Bella cemburu"

Kaina mengangguk dan tersenyum lebar. Detik selanjutnya Gara meninggalkan Kaina di rooftop sendirian. Senyum Kaina yang awalnya lebar dan manis kini berubah kecut. Cewek itu memandangi punggung Gara yang semakin jauh menuruni tangga.

"Gue juga cinta sama lo, sejak lama." Ujar Kaina lirih. Satu bulir air mata luruh di pipinya. Ternyata patah hati memang selalu sakit. Berkali-kali tetap saja sakit.

Kaina mengusap air matanya. Jika mami papinya atau Satria tau pasti mereka akan tertawa keras melihat Kaina yang cengeng seperti ini. Ia harus kuat. Dulu mami juga kuat, bahkan mami dulu tidak punya bahu untuk bersandar. Sedangkan Kaina punya banyak bahu untuk bersandar. Ada mami papinya, ada Satria dan Shania sahabatnya, ada Kafka dan juga teman satu kelasnya.

Kata mami apapun yang telah terjadi jangan menyesalinya. Dan Kaina tidak pernah menyesal sudah menjatuhkan hatinya pada Gara.

***

TBC

Akhirnya up juga setelah sekian lama. Lebay wkwk

Sedikit banget udah gitu aneh lagi. Tapi nggak apa2 semua karya wajib untuk disyukuri

See u on next chapter 😘

Fake MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang