Bagian lima belas : Terakhir

153 16 8
                                    

Happy reading!

Bel pulang sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Namun Kaina masih belum beranjak dari tempat duduknya. Cewek itu sekali lagi meyakinkan hatinya bahwa Gara bukan untuknya. Tadi pagi itu adalah yang terakhir. Kaina harap hatinya akan lebih baik setelah ini.

Lima bulan berlalu. Ternyata sesingkat itu kebersamaan mereka. Kaina ingin kembali ke waktu lima bulan yang lalu. Ia ingin memperbaiki semuanya. Ia ingin mengubah keputusannya. Seharusnya waktu itu ia tidak mengiyakan kemauan Gara. Seharusnya...

Sudahlah. Lagi pula, Kaina pernah mensyukurinya kan. Kaina pernah bersyukur karena bisa mengenal Gara. Kaina pernah merasa bahagia kan saat itu.

Kaina tersenyum tipis. Ternyata cinta memang sebodoh ini. Apa iya ini benar-benar cinta. Sekali lagi Kaina ragu. Seharusnya cinta selalu membuatnya bahagia kan. Tapi kenapa cinta juga membuatnya merasa sakit. Kaina yakin ini pasti hanya cinta monyet. Seperti cintanya pada Angga dan juga Kafka dulu.

Kaina menghela napasnya kemudian mulai melangkah keluar kelas. Pasti Shania sudah sampai rumah. Kasihan juga cewek itu. Shania yang paling merasa gagal sebagai sahabat Kaina. Sejak pagi cewek itu tak hentinya membujuk Kaina untuk tersenyum namun Kaina tak bisa melakukannya. Shania juga terpaksa pulang lebih dulu bersama Rafael karena Kaina yang memintanya. Kaina tau Rafael cowok yang baik. Jadi selagi bunda Tita tidak bisa menjemput Shania, Kaina meminta Rafael agar cowok itu mengantar sahabatnya pulang. Kaina tidak mau merepotkan Shania untuk menungguinya di kelas selama yang Kaina mau.

Sampai di pintu gerbang Kaina mendesah lagi. Mami papinya tidak memberi kabar akan menjemputnya. Tumben sekali. Satria juga pasti sedang sibuk dengan kuliahnya. Mana hari sudah sore. Entah kenapa tidak ada taxi yang lewat. Bus juga penuh semua. Dan sialnya baru memegang ponselnya untuk memesan ojek online layarnya menggelap tiba-tiba. Ponselnya habis daya baterai. Kaina menggeram kesal.

Dengan terpaksa Kaina memilih jalan kaki. Ia yakin nanti pasti ada angkutan umum yang lewat. Cewek itu berjalan sambil melamun. Memikirkan hidupnya yang alay karena terlalu memuja Gara.

Kaina sampai tidak sadar saat ada motor yang berhenti di depannya. Cewek itu terkejut saat telunjuk seseorang menoyor keningnya.

"Mau mati lo, hah? Jalan sambil melamun!!" Omel seseorang. Kaina mendongak dan mendapati wajah Gara yang dingin. Cowok itu lagi.

Kaina menipiskan bibirnya. Kenapa Gara mengganggunya lagi. Bukannya yang tadi pagi itu adalah yang terakhir ya?

"Mau apa lagi sih?!!" Tanya Kaina lebih ketus dari yang ia duga. Cewek itu merasa pening tiba-tiba.

"Bonceng nggak?"

"Nggak!!" Jawab Kaina cepat dan terkesan membentak. Lagian nggak tau apa kalau Kaina ingin sekali menghindari Gara. Seharusnya Gara tidak usah menemuinya lagi.

Gara mendengus pelan. Ia ingin sekali meninggalkan Kaina di sini. Tapi entah kenapa ia tidak tega. "Biasanya lo bareng Kafka, mana tuh cowok?"

Kaina menatap Gara sinis. "Bukannya lo yang nyuruh gue buat jauhin Kafka? Tanpa gue menjauhpun dia udah jauhin gue. Jadi ilang deh tebengan gue." Ucap Kaina semakin lirih diakhir kalimatnya.

Betul juga

"Ini beneran nggak mau bareng?" Tanya Gara sekali lagi. Cowok itu sampai heran pada dirinya sendiri kenapa ngotot sekali agar Kaina mau pulang bersamanya. "Lo tau sendiri taxi nggak ada yang lewat sini."

"Ada kok!!" Seingat Kaina biasanya taxi lewat jalan ini.

"Mana? Buktinya dari tadi nggak ada!!" Kata Gara keukeuh. "Udah, bareng gue aja!! Mumpung gue lagi baik!"

Fake MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang