17

326K 5.9K 169
                                    

"Bu. Wajah ibu terlihat pucat. Kita ke dokter yaa."

Clarisa bersiap mengambil tasnya. Mengajak ibunya ke rumah sakit. Melihat betapa pucatnya sang ibu. Ia tidak ingin ibunya kenapa-napa.

"Tidak apa Risa. Ibu baik-baik saja. Ayo duduk lagi kita sarapan." ucap ibu dengan gemas menarik lengan Clarisa lalu mendudukkannya kembali ke tempat semula.

"Tapi bu-"

"Risaaaaa..." tegur sang ibu berakting menatap anaknya galak.

Sehingga mau tidak mau Clarisa menurut. Mengalah. Tidak ingin berdebat lebih panjang lagi di pagi hari.

"Risakan cuma khawatir." cicit Clarisa amat pelan takut-takut terdengar oleh sang ibu.

Diam-diam ibu Clarisa mengulum senyum. Tingkah Clarisa yang menghawatirkannya terlihat lucu di matanya. Apalagi melihat anaknya kini tengah mengolesi selai kacang pada roti panggangnya dengan wajah di tekuk. Pasti karena tegurannya tadi.

"Risa kecil ibu.. Menggemaskan sekali." ucap ibu sembari mencubit kecil pipi putrinya setelah menuangkan segelas susu hangat.

"Ini untukmu. Kau harus mengisi energy sebelum memulai hari barumu." lanjut ibu menyerahkan segelas susu yang baru saja ia tuangkan.

Clarisa menampakan wajah bingungnya. Ia tak mengerti apa yang terjadi dengan ibunya sampai-sampai bertingkah seperti itu. Bahkan pipinya ikut menjadi korban padahal tak bersalah. Clarisa ingin bertanya lebih lanjut namun ia urungkan karena melihat wajah ibu yang berseri-seri. Walaupun rasa ingin tahu terus mendesak namun hal tersebut tidak dapat membujuk Clarisa untuk membuyarkan wajah cerah wanita yang sudah sembilan bulan mengandungnya itu.

Bel rumah berbunyi. Tak lama terdengar derap langkah buru-buru menghampiri meja makan.

"Nyonya, Tuan datang."

Wanita paruh baya memberi tahu majikannya dengan buru-buru sembari menundukkan tubuhnya.

"Tuan? Siapa?" tanya Clarisa.

Tuan siapa? Jika di panggil tuan berarti majikan laki-laki bukan? Tapi bukankah di rumah ini hanya ia dan sang ibu yang menjadi majikan mereka. Lalu siapa? Kekasih ibu? Yang benar saja.

"Iya Nona. Tuan-"

Belum sempat pembantu rumah tangga tadi menyelesaikan kalimatnya tiba-tiba seorang pria datang menyela.

"Good Morning." sapanya.

Merapikan jas kaku yang ia gunakan. Melepaskan kacamata hitam yang tadi ia pakai lalu ia gantung pada kantong jasnya tepat pada depan dada sebelah kiri.

"Owww.. Calon menantu. Ayo sarapan bersama. Kau pasti belum sarapankan? Ayo duduk di samping Clarisa."

Clarisa memutar bola matanya jengah. Drama di mulai lagi. Ibu mulai melayani 'calon menantunya' dengan sangat amat ramah yang siapa lagi jika bukan Saddam Carney Miler. Boss setengah-setengahnya yang kini tengah duduk manis di samping Clarisa. Sesekali mencuri pandang.

"Ayo dimakan rotinya. Kau pasti harus bekerja seharian penuh. Dan hmm Risa tolong buatkan secangkir kopi untuk calon suamimu. Dia pasti tidak suka susu."

Tidak suka dari sisi mana? Ibu tidak tahu saja jika laki-laki yang ibu belanya itu maniak.

"Tidak perlu repot-repot bu. Aku minum apa yang ada saja. Lagipula susu juga tidak buruk."

Saddam menatap Clarisa sembari mengedipkan sebelah matanya. Memberi kode bahwa ia memiliki arti yang berbeda. Sementara Clarisa menatapnya tajam seolah-olah berkata, "Aku akan membunuhmu."

My Boss is Overhormone #MILER1 (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang