KDL-02

4.1K 190 0
                                    

Lintang POV

Aku berjalan di lorong rumah sakit, tersenyum kepada suster ataupun pasien yang melewati ku. Terkadang juga menyapa, senang rasanya bisa melihat senyuman di wajah pasien. Entah itu lansia, orang tua, ataupun anak muda.

Untunglah operasi berjalan dengan lancar, ya walaupun ada kecerebohan sedikit karena tidak melihat dulu isi pesan dari dokter Harmas. Tapi tak apalah, yang penting korbannya bisa di tangani.

"Dokter di panggil sama dokter fadli di ruangannya" Ucap salah satu suster, namanya Nita. Ia bekerja sebagai suster pribadi ku di rumah sakit ini. Setiap hari Nita tak pernah Absen, itulah yang membuat ku senang memiliki asisten pribadi sepertinya.

"Owh iya, terimakasih"

Aku memutar balik menuju ruangan dokter fadli-dokter gigi. Pria berbadan tegap di sertai wajah Arab, dan tentunya semua dokter hawa sangatlah menyukainya. Tidak termasuk aku, karena aku hanya menganggapnya sahabat.

Sudah satu tahun aku mengenalnya, dia adalah pribadi yang baik dan sopan santun terhadap siapapun. Kepada orang baru di kenal pun, fadli akan bersikap ramah.

Ruangan Fadli ada di samping ruang operasi. Tidak jauh dan tidak dekat. Dalam artian letak ruangannya sedang-sedang saja. Kaki ku tidak mau berjalan lebih jauh lagi di rumah sakit ini, bisa pegal-pegal nantinya.

Pintu coklat bertuliskan 'Dokter Fadli' Sudah terlihat di depan mata ku. Alhamdulillah, akhirnya aku sampai juga.

Tok

"Masuk!"

Cklek

Dokter fadli terlihat sangat sibuk dengan ponselnya, mentang-mentang tidak ada pasien. Dia jadi bisa bebas merdeka seperti itu. Dasar! Tak patut di contoh.

"Kenapa fad?" Tanya ku tanpa memanggil 'dokter ataupun dok', karena Fadli menyuruh ku, ketika kita hanya berdua maka jangan memanggil Dokter. Begitupun sebaliknya.

"Nanti malam ada acara?"

Deg

Entah kenapa perasaan ku jadi tidak enak, jangan berpikiran negative dulu. Berpikirlah positive, mungkin saja dokter fadli ingin bersilahturahmi bersama keluarganya.

"Em-ang ke-napa fad?"

"Saya mau ngelamar kamu"

Deg

Loncat sudah jantung ku kali ini, minggu lalu dokter rizal yang melamar. Sekarang? Dokter fadli juga ikut-ikutan melamar. Aku tidak siap Ya Allah! Sungguh aku tidak siap!

Pernikahan tidak pernah ku pikirkan sama sekali. Yang ku pikirkan adalah travelling, menjadi dokter. Dan sebagainya, tapi pernikahan tidak!

"Do-kter pa-sti tau kan jawaban saya apa?" Tanya ku terbata-bata, lidah ini sudah kelu untuk bergerak. Apalagi berucap kepada dokter fadli.

"Tidak tau! Memangnya apa jawaban kamu?"

"Saya me-no-lak lam-aran dok-ter fa-dli"

Maafkan aku, aku tidak bermaksud membuat hatinya sakit. Ya Allah! Sudah sepuluh laki-laki yang melamar ku! Namun selalu ku tolak. Dan sekarang? Jadi ada sebelas.

Ku lihat dokter fadli mengangguk. Terlihat dari anggukannya bahwa dia masih belum bisa menerima keputusan ini. Mungkin. Aku tidak tau, yang jelas aku hanya ingin bebas dari namanya Pernikahan! Menikmati status lajang, sampai nanti siap untuk menikah.

Jadi. Dia memanggil ku, karena ingin bertanya apakah aku menerima lamarannya atau tidak? Mengapa tidak di tunda dulu? Jadinya sakit hati kan! Tidak Gantleman, harusnya dia merahasiakan dulu niatnya kepada ku. Baru mengucapkannya di hadapan Mamah dan Papah.

Tapi tetap akan ku tolak. Maaf

"Saya terima keputusan kamu, yang jelas. Saya tidak akan pernah menyerah untuk menjadikan kamu sebagai istri saya" Aku mengangguk lesu, dan berjalan keluar dari ruangannya. Oksigen disana terasa sedikit, setauku dokter fadli memasang AC.

Entahlah

Senyum kecut tertera di wajah ku, menatap manik mata dokter fadli membuat hati ku merasa bersalah. Apakah salah jika aku selalu menolak lamaran dari laki-laki? Sudah sebelas laki-laki yang ku tolak, nanti berapa lagi Ya Allah!

Rasanya aku ingin bebas tanpa adanya lamaran di hidupku, apa itu bisa?

Mustahil

Allah sudah menciptakan laki-laki dan perempuan berpasang-pasangan. Tidak ada yang tidak memiliki pasangan, jika sudah meninggal maka insyaallah mereka akan di pertemukan di syurga.

Berapa lama aku menghindar dari indonesia? Pergi ke negara orang hingga satu bulan lamanya. Pulang ke rumah jika papah dan mamah sudah menelpon. Itupun ketika mamah memaksa supaya aku pulang, kalau tidak memaksa? Ya aku tidak akan pulang.

Urusan pasien terkadang aku serahkan kepada dokter Harmas, tapi kali ini aku yang akan mengatasinya sendiri. Dan berarti aku akan menetap di indonesia selamanya. Bersama keluarga dan sahabat, tertawa bersama mereka. Namun hati terus gelisah, karna memikirkan pernikahan.

Ke lima sahabat ku sudah menikah semua, hanya tinggal aku saja yang belum. Mereka selalu menanyakan kapan aku menikah? Kapan punya anak? Keluarganya mana? Astagfirullah.

"Dokter" Aku menoleh ke belakang, suster Nita sedang berdiri disana. Membawa setumpuk berkas, pasti identitas pasien.

"Kenapa sus?"

"Di cariin sama sahabat-sahabatnya dokter"

Aku mengangkat sebelah alis ku "Mereka dimana sus?"

"Ada di parkiran rumah sakit dok"

"Owh gitu, makasih ya sus" Nita mengangguk dan berjalan meninggalkan ku. Aku berlari di lorong rumah sakit. Berlari lagi, berlari lagi. Seandainya aku mempunyai sayap, maka aku akan pergunakan itu setiap hari

Ku pasang kuping ku baik-baik, tidak mungkin aku tidak mempersiapkan kuping ini sebelum berbicara kepada mereka. Suara melengking akan terdengar sebentar lagi. Bersiaplah. Ku harap jantung ku tidak langsung lompat ketika mendengar pertanyaan-pertanyaan aneh dari mereka semua. Ya Allah kuatkanlah hamba.

Dan kau tau apa yang akan kami lakukan ketika sudah sampai di tempat tujuan? Mereka akan bertanya kepada ku tentang pernikahan, tata cara mengasuh anak, dan juga perihal jodoh. Memang tak ada habisnya ke lima emak-emak itu. Kenapa tak ada habisnya? Karena mereka tak pernah jera untuk merekatkan ku kepada Pernikahan.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Assalamualaikum! Gimana ceritanya? Author harap kalian pada suka ya. Maafkan author yang masih amatir dalam menulis cerita, tapi insyaallah kedepannya akan lebih baik lagi. Doakan author!

Salam kota Bekasi 🍃

Khitbah 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang