KDL-04

3.3K 164 2
                                    

Lintang POV

"Kamu itu kan sudah besar, terus kapan kasih mamah cucu"

Aku menatap mamah dengan pandangan malas, cucu lagi! Cucu lagi, kan mamah bisa bermain dengan anaknya alifia, alpika, sahwa, dan calon bayi fana ataupun ulya. Jangan aku terus yang ditanya? Calonnya saja belum dapat, bagaimana bisa memberikan cucu.

Baru mendudukan diri di Sofa, namun sudah kena semprot mamah. Tak jarang mamah menanyakan tentang hal ini, karena mamah mengatakan kepada ku bahwa dirinya sangat ingin  menggendong cucu.

Tapi kan anak dari sahabat-sahabat ku masih ada. Mungkin berbeda rasanya.

"Sudah jadi dokter, tapi status masih tetap lajang"

Apa hubungannya? Status lajang dan dokter tidak ada hubungannya sama sekali.

Aku ingin bilang kepada mamah bahwa dokter fadli mau datang ke rumah untuk melamar, namun aku belum siap. Belum siap melihat muka kecewanya mamah, karena aku menolak lamarannya Dokter Fadli.

"Ganti baju dulu sana. Kerudung kamu udah acak-acakan banget, kayak gak disetrika aja" Aku mengangguk, meninggalkan mamah sendiri di ruang tamu.

Papah masih belum pulang dari Jerman, paling hari minggu atau sabtu baru papah pulang ke indo.

Kaki ku menapaki satu persatu anak tangga, jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Untunglah pasien ku hari ini hanya sedikit. Jadinya bia pulang lebih awal.

Fana calling

Aku menggeser tombol hijau ke arah kanan, jika tidak segera di angkat maka bumil ini akan mengoceh hingga tujuh jam lamanya. Bayangkan saja? Tujuh jam ceramah tidak ada habisnya.

Tas dan Jas dokter, ku taruh dulu di meja belajar, lebih tepatnya meja kerja. Karena sekarang meja itu telah di hiasi berbagai macam Dokumen Rumah Sakit. Jadinya tidak ada buku sekolah ataupun buku kuliah. Ada sih, tapi hanya yang penting-penting saja. Sisanya semua ku taruh di lemari.

"Assalamualaikum"

"Waalaikum sallam! Besok jam makan siang langsung pergi ke cafe, Cafe biasa!!!"

"Hmm"

"Jangan hmm hmm aja! Ini semua demi kebaikan lu! Gua ada kenalan cowok ganteng. Idaman lu banget kan"

"Gak!"

"Halah boong, pokoknya besok lu harus dateng ke Cafe biasa! Gak boleh telat!"

"Iya bawel!"

Tut

Aku mematikan sambungan telpon secara sepihak, masa bodo. Pasti fana sedang ngomel-ngomel, yang menjadi pelampiasannya yaitu Arka-suami fana.

Huh calon lagi calon lagi! Kalau bukan karena pasien, aku tidak mau menetap di indonesia bersama mereka!

Kaki ku melangkah menuju kamar mandi, sebelum solat aku ingin membersihkan diri dulu. Aku harap Arka tidak langsung sakit mendengar ocehan fana, sangat menyeramkan wanita itu.

Apakah menjadi ibu hamil bisa membuat orang lain kesusahaan? Ku rasa iya.

🍭🍭🍭🍭

"Pagi mah" Sapa ku seraya meletakkan jas dokter di meja makan, mamah datang dengan dua piring di tangannya.

Pasti itu nasi goreng, atau tidak omelet. Menu sarapan Khas seorang Mamah Sonya.

"Pagi sayang"

Itu omelet, yang di hidangkan dengan sosis dan segelas susu. Aku sangat menyukai omelet, apalagi jika ini buatan mamah.

Pasti papah tergiur, ketika aku bercerita mengenai omelet buatan mamah. Bisa saja papah rela pulang ke Indonesia demi memakan Omelet mamah.

"Kamu mau berangkat ke rumah sakit?"

Aku mengangguk, "Iya, soalnya di rumah sakit ada pasien yang harus aku tanganin. Pasien tabrak lari"

"Inalillahi"

Aku membenarkan tataan kerudung ku, sebelum meminum susu buatan mamah "Kasihan kan mah?" Tanya ku seraya menatap mamah. Terlihat dari mimik wajahnya bahwa mamah terbawa dengan cerita ku.

"Iya sayang. Semangat ya operasinya. Semoga berjalan lancar"

"Aminn"

Omelet segera ku makan bersama sosis, di tambahkan saus sambal maka rasanya akan jauh lebih enak. Jangan ditiru, lambung kalian bisa kaget ataupun sakit ketika memakan-makanan pedas di pagi hari.

"Mah aku berangkat ya" Pamit ku sembari mencium punggung tangan mamah. Perut ku sudah kenyang, maka aku siap untuk melakukan operasi. Doakan saja semoga operasi berjalan dengan lancar.

"Iya, hati-hati ya"

"Assalamualaikum"

"Waalaikum sallam"

Aku menyambar kunci mobil ku, melangkah keluar rumah. Bersiap untuk menghadapi perang sebenarnya, bukan hanya memeriksa namun melakukan operasi.

Mental dan fisik juga harus kita siapkan sebelum berperang. Doakan aku.

Jalan raya sangatlah kosong, tidak seperti hari-hari biasanya yang di penuhi kemacetan lalu lintas. Aku menatap sekitar jalan raya yang di tumbuhi pepohonan, walaupun sedikit.

Rumah Sakit 'Cahaya Kasih' mulai terlihat gedung pencakar langitnya. Bangunan warna putih berlogo Tambah membuat ku mengingat bagaimana perjuangan menjadi dokter dulu.

Ada susah dan senang, namun itu semua terbayarkan dengan pasien yang setiap hari datang untuk ku periksa.

Masih pukul delapan kurang, sedang operasi akan di mulai pukul delapan pagi. Lima belas menit, bisa ku pergunakan untuk membaca artikel tentang kesehatan.

"Dokter harmas?"

Aku melihat dokter harmas keluar dari mobil bersama seorang wanita paruh baya, apa mungkin itu ibunya dokter harmas? Tapi dokter harmas tidak pernah mengajak ibunya ke rumah sakit.

"Assalamualaikum" Aku menghampiri dokter harmas setelah memakirkan mobil di parkiran rumah sakit.

"Waalaikum sallam"

"Eh dokter lintang, baru datang?" Aku mengangguk, membenarkan ucapan Dokter Harmas karena aku memang baru datang.

"Itu siapa nak?"

"Dia lintang bu, dokter umum di rumah sakit yang harmas tempati"

Ternyata beliau adalah ibunya harmas, bisa di tebak usianya memasuki kepala lima atau empat. Wajahnya terlihat manis dan sayu, tutur bahasanya juga sangatlah lembut

"Saya lintang bu" Aku menyalimi ibunya harmas, beliau tersenyum lembut kepada ku. Kikuk, baru pertama kali aku bertemu dengan beliau. Tapi sikapnya sangat loyal

"Harmas sering cerita banyak tentang kamu"

Mata ku mendelik tajam ke arah harmas, bisa-bisanya dia cerita kepada ibunya sendiri mengenai aku. Apa harmas bercerita tentang kebiasaan buruk ku? Atau malah menjelek-jelekan ku? Awas saja nati!

"Ketika dia bercerita tentang kamu, maka wajahnya akan terlihat bersemangat. Seperti mendapatkan uang satu miliar"

Benarkah begitu? Aku harap tidak "Eh ibu bisa aja" Ucap ku malu

"Ibu....ayo kita masuk" Rengek harmas, apa dia merengek?

Astagfirullah! Harmas merengek kepada ibunya? Usianya memang berapa? Sudah memasuki kepala dua!!!

Khitbah 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang