Author POV
"Tang! Nikah sono!" Suruh fana enteng. Sial dirinya menuruti permintaan sahwa untuk datang ke Cafe jam sebelas siang. Sepulang dari rumah fero, lintang langsung menuju Cafe biasa. Dan itu semua atas permintaan sahwa. Di dukung oleh Fana, Alifia, Ulya, dan Alpika. Dan di sponsori oleh Cafe.
Lintang memandangi fana dari atas sampai bawah. Dia pikir menikah segampang memakan kacang?! Menikah itu juga harus di pikirkan matang-matang. Jangan terburu-buru. Dirinya tau jika fana di jodohkan, tapi kan? Nasib fana dan dia beda jauh.
"Kenapa liatin gua? Cakep ya?" Tanya fana kepedean.
"Gak! Gua bingung aja sama lu semua! Nyuruh nikah udah kayak di kejar maling!"
Sahwa mendelik tajam "Kalo ngomong tuh di saring dulu!"
"Omongan gua tuh bukan kopi, yang mesti di saring dulu biar ampasnya ilang!" Balas lintang kesal. Habis dirinya di keroyok oleh ke lima sahabatnya, apalagi si mamah muda. Fana dan ulya. Dari tadi tidak berhentinya menasehati lintang supaya cepat kawin.
"Owh iya! Baru inget kan gua! Kemaren gua sama Mas Bayu, ngeliat lu jalan naik mobil. Di mobil itu ada cowok lagi nyetir, terus ada anak kecil di pangkuan lu" Sambung Ulya
Deg
Mata lintang terpejam rapat, diikuti tangan yang saling menautkan satu sama lain. Berarti benar firasatnya bahwa salah satu dari mereka pasti akan tau bahwa dirinya jalan bersama Fero. Namun, Feronya saja yang ngotot untuk melewati perempatan lampu merah.
Keringat dingin sudah menyerang lintang habis-habisan, ke tahuan sudah dirinya jalan bersama fero kemarin. Niat hati ingin menjaga tasya, malah akhirnya jungkir balik "Salah orang kali!" Alibi lintang dengan nada gugup.
Ketahuilah bahwa lintang bukan termasuk orang yang jago berbohong ataupun beralibi, karena ada alifia si detektif. Dari jaman SMA dulu, alifia-lah yang selalu menjadi detektif mata-mata bagi ke lima sahabatnya.
"Jangan. Boong!" Tekan alifia tajam.
"Ngapain juga gua boong! Gak ada manfaatnya, yang ada dosa gua malah numpuk segunung uhud!"
"Kapan lu liatnya ul?" Tanya alpika kepo. Tak mengindahkan ucapan Lintang.
"Kemaren, jam setengah satu siang"
Jleb
Deg
Tatapan tajam mengarah kepada lintang, menghunus jantung bak pedang samurai. Mereka tidak habis pikir! Kenapa juga lintang mau berjalan bersama laki-laki yang bukan mahramnya?! Giliran di khitbah dia malah menolak.
"Jam setengah satu siang. Itukan waktu istirahatnya lintang." Pikir Sahwa
"Nah! Jelasin sekarang lintang vania azkira!" Lanjut Fana
Ingin berlari tapi tidak bisa, mau bersembunyi tapi akan ketahuan juga. Sudahlah lintang hanya bisa pasrah, menerima serangan dari
ke lima emak-emak yang notabenya sudah mempunyai anak."Itu tuh fero! Temen Smp gua! Kemarin gua gak sengaja ke temu sama dia di taman! Kebetulan juga dia bawa tasya, anaknya fero. Sebenernya gua mau silahturahmi sama fana. Istrinya fero, tapi sayangnya dia udah meninggal!" Jelas Lintang gugup. Matanya saja selalu menunduk ke arah lantai, tak berani menatap mata sahabatnya satu persatu.
"Alifia! Deteksi kebohongannya!" Perintah Ulya tajam, setajam Silet.
Mata alifia menatap ke mata lintang, tidak menemukan kebohongan sama sekali. Dan itu berarti nyawa lintang masih aman, tidak tau harus berapa nyawa lagi yang dia sediakan untuk The Power Of Emak-Emak.
"Kebohongan tidak ada!"
"Apa gua bilang! Gua sama dia tuh cuman sahabatan doang. Lagipula gua masih single kok"
"Makannya nikah!!!" Balas mereka berlima kompak. Dengan tangan kanan Alifia yang menggebrak meja Cafe, membuat mereka menjadi bahan perhatian.
Lintang menunduk lagi ke lantai, melihat nasibnya di benda kotak itu. Kosong. Tidak ada apa-apa, sama seperti statusnya. Kosong, tidak ada yang mengisi, begitupula kehidupannya. Hanya ada warna hitam dan putih.
"Atau mau kita bikin pencarian aja?" Usul Alpika semangat. Dengan kepalan tangan yang melayang di udara, wanita itu menatap satu persatu sahabatnya.
Mata Lintang nendelik tajam ke arah Alpika! Pencarian? Dia kan tidak hilang, Untuk apa di adakan pencarian juga "Buat apaan sih?! Enggak-enggak!" Ucap Lintang sinis.
"Heh dengerin dulu! Gua belum selesai ngomong! Kita adain pencarian jodoh buat lu!" Sambung Alpika dengan tatapan penuh bara Api.
"Gak mau ah! Gua mau sama dia aja!" Balas Lintang dengan nada lirih namun tersirat kesedihan di dalamnya.
"Siapa?" Tanya sahwa sinis dan tak sengaja matanya menatap Lintang tajam, dirinya lupa bahwa sahabatnya ini sangatlah membenci pelototan. Apalagi tatapan tajam. Sungguh itu semua bisa membuat Lintang takut.
"Si farhan?!" Timpal Fana tak kalah sinis.
"Kalo batu kali di kasih nyawa ya begini nih jadinya! Otaknya gak bakal ada!" Celetuk Alifia tanpa sadar. Dan langsung menggebrak meja bundar yang berada di hadapannya. Lagi.
Dengan cepat Lintang mengambil jas dokternya, dan berlalu pergi dari Cafe. Mereka pikir menikah itu karena di paksa?! Menikah karena Allah! Hati Lintang masih belum siap menjalankan suatu ikatan sakral yang bernama pernikahan.
"Lu sih!" Tuduh Sahwa kepada Fana. Tak mau di salahkan akhirnya Fana pun langsung berucap.
"Lah kok gua?! Lu duluan yang mulai!
"Emang gua doang?! Si Alifia juga!" Lanjut sahwa sembari menunjuk-nunjuk Alifia.
Alpika dan Ulya meminum jus pesanannya, Lintang sudah pergi. Keributan malah terjadi, butuh berhari-hari agar dokter muda itu mau memaafkan mereka. Yusuf dan Fikri menatap Alpika heran, muka kusut Alpika sudah di tujukan di hadapan semua orang .
"Unda tenapa?" Tanya Yusuf sedih.
"Bunda gak papa sayang"
"Talo unda cedih, ada ucup ama iti di cini" Lanjut Yusuf.
🍃🍃🍃🍃
"Lintang!!!"
Kepalanya menoleh ke belakang, melihat Dokter Harmas dengan tatapan penuh tanya. Aneh. Dokter Harmas pasti akan langsung menghampirinya atau tidak menunggu di ruang kerjanya. Tidak biasanya harmas berkeliaran di sekitaran rumah sakit. Owh ingatkan Lintang bahwa keadaannya sudah berbeda. Tak lagi sama.
"Kenapa?"
"Kamu mau kemana?"
Apa pedulinya? Harmas dan lintang bukan siapa-siapa. Pikir Lintang. Ya walaupun mereka teman se-kedokteran, tapi Harmas tidak perlu tau kemana Lintang akan pergi.
"Saya mau solat zuhur"
"Saya imamin ya" Pinta Harmas penuh harap. Jangan terlalu berharap kepada manusia, jika akhirnya kau akan sakit hati. Berharaplah kepada Sang Maha Pencipta. Yaitu Allah.
"Eh-ya udah, terserah kamu. Kalo gak ngerepotin" Balas Lintang dengan tangan yang ia garuk ke belakang leher. Padahal ia tidak merasa gatal sedikitpun. Dasar gadis ini.
"Saya gak merasa di repotin sama kamu, kan kalau solat berjamaah pahalanya lebih besar daripada solat sendiri-sendiri"
"Iya"
Akhrinya ke dua insan itu berjalan bersama. Harmas di depan, sedangkan Lintang di belakang. Bukan muhrim. Lintang pun tau, bahwa dirinya sudah menolak lamaran penting dari Dokter Harmas. Alhasil mulutnya tak ingin bicara banyak, yang malah akan membuat Harmas sakit hati atau kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbah 25
Teen Fiction(Jangan lupa follow akun authornya sebelum membaca cerita ini. Terimakasih) Lintang Vania Azkira. Dokter umum di rumah sakit Cahaya kasih yang selalu mendapatkan komentar pedas dari setiap orang. Karena apa? Karena statusnya yang masih tetap lajang...