KDL-03

3.4K 177 13
                                    

Lintang POV

"Lu kapan nikah?" Aku menatap lesu ke arah Sahwa-perempuan yang sudah memiliki satu anak laki-laki. Wajahnya mirip sekali dengan Sahwa, ya iyalah! Orang itu anaknya! Ya kali anak sahwa mirip sama Fana. Kan gak lucu.

"Gak tau!"

Jam istirahat ku selalu tergantikan dengan datang ke Cafe ini. Itu bukan karena aku yang menginginkannya, namun karena ke lima emak-emak ini yang membuat ku harus setiap hari datang ke Cafe.

"Jangan gak tau, gak tau aja! Jodoh tuh dicari! Jangan nunggu dia dateng sendiri!" Protes Fana-Ibu hamil anak kembar, kata dokter jenisnya perempuan dan laki-laki.

Sekarang kandungannya sudah memasuki bulan ke enam. Dan itu berarti, sekitar tiga bulan lagi Fana akan segera melahirkan.

"Dengerin kata bumil! Gak boleh ngebantah!" Ucap Ulya-wanita hamil anak satu, spesiesnya perempuan.

Wajah Ulya sangat mirip dengan Bayu-Teman sekolah dasar ku dulu. Dulu Bayu badernya minta ampun, tapi kenapa bisa nikah sama Ulya yang sifatnya rada pendiem ya?

Aku menatap Alifia-cewek yang sudah memiliki satu anak perempuan. Sedangkan yang di tatap malah melotot tajam kepada ku, mana alisnya pake ikutan ke atas lagi.

Lupakan Alifia, aku melihat Alpika-kaum hawa yang sudah memiliki dua anak. Semuanya laki-laki. Namun yang di tatapan malah melotot dan membuang muka.

"Ish! Gua tuh bakalan hidup tentram dan damai kalo kalian gak nanyain perihal pernikahan lah! Jodoh! Keluarga! Pelaminan!. Gimana mau ngelakuin itu semua kalo jodohnya masih belum ada!"

"Makannya cari!!!!" Balas mereka berlima kompak, astagfirullah. Tolonglah hamba Ya Allah. Hamba sudah di dzalimi.

"Bulan november usia lu udah dua puluh enam tahun! Jangan jadi perawan tua!" Ucap Ulya.

"Naudzubillah kalo gua jadi perawan tua!!" Balas ku cepat, ucapan kan doa. Bagaimana jika itu terjadi? Astagfirullah.

Mulut ku menyeruput coffe yang sudah ku pesan, nama coffe nya? Aku tidak tau. Yang penting aku hanya ingin meminum coffe berwarna muda, bukan berwarna tua! Aku masih muda, kalo coffe tua serahkan saja kepada mereka berlima

Devan-anaknya sahwa menarik-narik kemeja dokter yang ku pakai, aku menunduk ke bawah. Bertanya 'Apa' tanpa bersuara, Devan menyuruh untuk mendekatkan telinga ku kepadanya.

Aku menurut saja, daripada anak Sahwa menjadi nangis? Siapa yang repot? Aku juga.

"Dokter Lintang sama Devan aja" Bisik Devan, aku tertawa. Mereka berlima menatap ku horor, memangnya aku setan apa? Pake ditatap horor segala.

"Kenapa?" Tanya Sahwa dengan nada mengintimidasi.

Aku menggeleng pelan, dan tertawa lagi karna ekspresi muka mereka. Sangat cengo. Terutama Sahwa, mukanya mengekspresikan orang marah namun bingung.

Sungguh lucu, baru ingin memfoto. Tapi mereka sudah menetralkan kembali wajahnya.

"Nikah tang! Kalo lu nikah, kelakuan lu gak kayak anak kecil lagi" Aku mendelik tajam ke arah Fana, wanita ini! Jika sudah berucap maka cabailah yang akan keluar. Pedes.

"Emang kelakuan gua kayak anak kecil?" Maira-anak Alifia mengangguk-anggukan kepalanya. Anak dan emak sebelas dua belas.

Sedangkan Yusuf dan Rifki-anak Alpika menatap ku takut. Kenapa lagi mereka?

"Yusuf sama Rifki kenapa sayang??" Tanya ku sembari mengusap kepala mereka berdua. Berniat untuk memberikan nyaman kepada perasaan mereka.

"Iki atut, di didi ta intang ada elah-elah (Rifki takut, di gigi kak Lintang ada merah-merah)"

Aku segera mengambil handphone ku, benar saja jika di gigi ku ada cabai. Fana menatap ku sedih? Kenapa lagi ini ibu hamil?! Sisanya malah menertawakan ku. Alis ku terangkat sebelah, bertanya 'Apa' kepada fana tanpa bersuara.

"Kasihan yang jomblo, di giginya ada cabe aja harus bersihin sendiri" Ledek Fana, setelahnya ia malah tertawa ngakak. Sahwa, Ulya, Alpika, dan Alifia? Ikut tertawa juga!

Aku mendengus malas, kenapa juga suami-suami mereka mengizinkan para istirnya untuk pergi di siang hari? Tidak takut istrinya kenapa-napa? Mengganggu orang kerja saja, untunglah pasien ku sedang kosong hari ini.

"Udahlah! Gua mau balik lagi ke rumah sakit! Jam istirahat udah habis, gua juga belom solat zuhur" Pamit ku, mereka mengangguk.

Dengan cepat aku berlari keluar cafe, menitipan uang kepada Sahwa agar membayar pesanan ku.

Susah juga ketika kita di kelilingi oleh orang-orang yang sudah menikah, tentunya akan selalu di tanya mengenai status kita yang masih lajang ataupun jomblo.

Mencarikan jodoh lewat aplikasi maupun kenalan-kenalannya. Itu adalah kesukaan mereka! Tidak kenal lelah supaya aku bisa memiliki pasangan.

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen, supaya author lebih semangat lagi nulis ceritanya.

Salam kota Bekasi 🎋

Khitbah 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang