Lintang POV
"Apa kau mempunyai korek api?" Tanya ku kepada dokter james. Ia terlihat berpikir sebelum akhirnya mencari sebatang korek api "Ini yang kau maksud?" Tanya Dokter james seraya mengangkat batang korek apinya tinggi-tinggi.
Kepala ku mengangguk, benda ini yang ku butuhkan. Hanya tinggal membakar selama dua menit, dan masalah pun akan selesai. Entah sampai kapan rahasia ini ku simpan, namun yang jelas. Selama kertas ini sudah tidak ada, maka kekhawatiran ku juga tidak ada.
"Tunggu lintang!! Apa yang kau lakukan? Kau tidak ingin memberitahu keluarga mu tentang surat ini?" Aku menggeleng lemah, yang benar saja. Aku tidak ingin mengecewakan mereka di tahun ini, biarlah tahun baru menjawabnya.
"Mengapa begitu?"
"Entahlah James, mereka melihat ku seakan-akan aku ini baik-baik saja. Tertawa bersama mereka, melihat mereka bahagia, dan menangis di pundak mereka. Aku tidak mau jika merekalah yang menangis di pundakku, karena aku memberitahukan tentang surat ini"
"Aku tidak mengerti apa maksud mu lintang, tapi yang jelas. Cepat atau lambat semua yang kau simpan akan terungkap secara rinci"
Apa maksud mu James?
"Tidak usah di pikirkan. Pikirkanlah tentang masa depan mu setelah ini, biarlah kejadian tiga bulan yang lalu tersimpan rapat-rapat. Hingga takdir menguak kebenarannya dengan jelas"
Menurut ku, James cocok menjadi seorang penyair atau pembuat puisi. Lihatlah kata-kata yang ia gunakan untuk menasehati ku, sungguh menyayat hati dan akal pikiran.
*****
Cepat atau lambat semua yang kau simpan akan terungkap secara rinci
Hingga takdir menguak kebenarannya dengan jelas
Apa maksud james? Takdir? Cepat atau lambat? Aku tidak mengerti. Sungguh. Perkataannya tadi masih terngiang di dalam otak ku, untuk apa dia mengucapkan itu semua? Tidak ada kaitannya sama sekali. Dan ya, dimana aku harus membakar surat ini? Di hotel? Tidak-tidak. Aku yakin sirenenya akan langsung bunyi jika aku menyalakan api disana. Lalu dimana?
Ck! Aku akan memikirkan itu nanti, yang jelas. Pasar makanan sudah menunggu untuk ku beli, makanan! Aku datang! Semoga saja makanan halal dapat ku temui secara mudah.
Deg
Deg
Glek
Sosok itu.......dia pria bermata biru yang baru ku temui di jalan, astagfirullah! Mau apalagi dia sekarang. Lihatlah kelakuannya, ke dua tangan melambai di udara dengan sangat tinggi, dan jangan lupakan wajah polos tanpa dosa miliknya. Harus ku panggil apa Pria Gila ini?
"Hallo nona!! Kita bertemu lagi!"
Baru sempat ku berbalik badan, dirinya sudah berada di hadapan ku. Dia bukan makhluk imortal yang sering ku baca di buku ceritakan?
"Hmm. Dunia memang terasa sempit ya? Sampai-sampai kita di pertemukan kembali"
Endas mu! Dunia sempit? Ipa belajar dimana? Dunia luas begini di bilang sempit, mata makannya di pake. Percuma mata bagus tapi pandangan siwer, lebih baik di sumbangkan ke orang yang lebih membutuhkan saja.
"Owh iya aku melupakan satu hal. Mmm siapa nama mu?"
"Tidak perlu tau!"
"Owhh, nama yang sangat indah. Tidak perlu tau, baiklah. Aku akan memanggil mu dengan sebutan perlu"
Nyekek orang dosa gak sih? Ini manusia dari jaman mana? Kok kesel ya lama-lama. Sabar lintang sabar, gak boleh marah-marah. Biar Azab yang memainkan perannya sebagus mungkin.
"Perkenalkan nama ku Aringga, kau bisa memanggil ku dengan sebutan tampan atau mungkin, sayang"
Wajah tak menjamin otak waras, buktinya banyak pria tampan yang ku temui di Rumah Sakit Jiwa. Siapa salah satunya? Ya pria gila ini. Mungkin saja dirinya kabur ketika ingin di suntik obat bius.
"Hei bicaralah, aku tau kau terbuai dengan wajah serta suara ku. Tidak usah malu-malu begitu"
Lintang. Lebih baik kau pergi. Tak usah bercengkrama dengan orang gila, takutnya kau akan tertular juga. Langkah pertama, berbalik badan. Langkah ke dua, ambilah posisi berlari, dan ketiga. KABUR!!!
"HEI NONA!! KAU MAU KEMANA?!"
*****
Fana Calling
Aku menghela nafas panjang, jangan bertengkar, jangan bertengkar. Tolong Ya Allah! Sungguh pertengkaran itu sangatlah di benci oleh mu, apalagi jika itu sampai melebihi tiga hari. Astagfirullah! Cara satu-satunya adalah bersabar atau mengalah. Gunakanlah perasaan saat berbicara dengan Ibu Hamil.
"Assalamualaikum fan, kenapa?"
"Waalaikum sallam, hiks hiks lintang maafin gua. Jangan pergi ke jepang, kalo lu pergi gua sama siapa? Masa calon anak gua cuman bisa ngeliat empat tantenya doang. Terus tante hebatnya satu lagi mana? Hiks hiks"
"Hei...kok malah nangis, udah lu tenang aja gua gak bakal pergi ke jepang. Gimana mau pergi kalo tiga ponakan gua yang masih ada di perut belum lahir. Calon anak lu, calon anak ulya. Ya kali gua tinggalin lu sama ulya pas mau lahiran"
"Hiks hiks bener ya jangan pergi. Kalo lu pergi hiks, gua boleh gak nitip ramen gak? Kebetulan si kembar ngidam pengen ramen"
"Astagfirullah! Ramen sasetan mau? Gua masih di singapura, besok mau terbang ke indonesia"
"Mmm ya udah deh gak papa. Yang penting lu sehat sama bawa ramen, gua tunggu kabar baiknya besok. Jangan lupa bawa calon. Assalamualaikum"
"Waalaikum sallam"
Tidak ada perdebatan? Maka solusinya dengan memberikan Ramen untuk Bumil itu. Tidak apa tidak apa. Yang terpenting perdebatan sudah musnah, dan perdamaian sudah hidup kembali. Kayak film Ultraman saja.
Ingatkan aku untuk membelikan mereka berlima oleh-oleh. Terutama Alifia, dia sangat senang jika aku membelikan makanan atau minuman Khas dari negara Singapura. Mungkin menurutnya enak, tidak tau. Yang jelas aku akan memberikannya makanan dari sini. Bukan racun ataupun Sianida.
KAMU SEDANG MEMBACA
Khitbah 25
Teen Fiction(Jangan lupa follow akun authornya sebelum membaca cerita ini. Terimakasih) Lintang Vania Azkira. Dokter umum di rumah sakit Cahaya kasih yang selalu mendapatkan komentar pedas dari setiap orang. Karena apa? Karena statusnya yang masih tetap lajang...