KDL-05

3K 163 2
                                    

Lintang POV

Aku mendengus malas, fana PHP! Kemarin siapa yang sangat semangat mengenalkan aku kepada seorang pria? Dirinya bukan? Lalu kenapa laki-laki itu tidak datang? Aku sangat penasaran akan wajahnya.

Disaat aku sudah datang tepat waktu ke Cafe ini, Fana malah berucap bahwa orangnya ada urusan mendadak. Bukan maksud ku ingin segera di jodohkan ataupun di lamar, tapi Mrs. Kepo ku meraung-raung tidak jelas. Gak danta!

"Besok deh besok gua kirimin fotonya"

Bibir ku mencebik ke arah fana "Gua gak mau, lagian kenapa sih lu pada niat banget jodoh-jodohin gua!!!' Tanya ku geram, pusing mendengarkan semua ceramah-ceramah tentang khitbah.

Mereka malah cengengesan "Kita kan pengen ngeliat lu nikah, terus punya anak" Balas mereka.

"Sayang nya itu gak bisa terjadi" Batin ku sedih.

Aku merasa bahwa tangan ku di genggam dan melayang ke udara. Owh ternyata devan sedang menarik-menarik tangan ku, dengan cepat aku bangun lalu mengikuti kemana anak itu pergi "Kakak lintang harus ikut devan" Pintanya sambil terus menarik tangan ku hingga keluar cafe

"Kita mau kemana?" Devan tidak menjawab, dia malah terus memegang tangan ku erat. Aku hanya bisa pasrah mengikuti kemana anak ini akan pergi. Yang penting jangan pergi ke alam barzah, Nadzubillah.

Lama kelamaan akhirnya kami sampai di tempat tujuan yang devan inginkan. Tempat dimana ada perosotan, air mancur, permainan anak, bunga, pepohonan, dan masih banyak lagi. Apalagi kalau bukan.

Taman

Mau apa devan ke taman? Disana terdapat banyak sekali anak kecil yang sedang bermain perosotan, ayunan, kejar-kejaran, dan bermain pasir. Aku rindu masa-masa ini, dimana kita tidak terfokus dengan handphone namun bermain dengan teman. Tertawa sepuasnya hingga mamah berteriak

'PULANG! UDAH MAU MAGRIB!"

"Kakak lintang tunggu disini, devan mau main dulu"

Mata ku membelalak kaget, yang benar saja?! Jam istirahat ku sebentar lagi akan habis, sedangkan pasien harus ku urus di jam dua siang. Masa aku meminta dokter harmas lagi? Tidak! Tidak! Jangan merepotkan orang lain selagi bisa di lakukan sendiri.

"Devan jangan lama-lama ya" Peringat ku, anak tersebut mengangguk dan mulai menaiki ayunan. Tertawa bahagia di sertai teriak-teriakan histeris dari mulut devan. Anak ini!

Kepala ku menengok ke kanan dan ke kiri, mencari pemandangan bagus untuk di lihat. Air mancur di hiasi dengan berbagai macam bunga membuat ku tersenyum seketika. Mamah sangatlah menyukai bunga, hampir di setiap sudut halaman rumah mamah menanamkan bunga. Entah itu bunga Mawar, Tulip, Anggrek, ataupun Kamboja. Eits, tak selamanya bunga Kamboja adalah bunga untuk di tempat pemakaman. Buktinya aku dan mamah menanamnya di taman.

"Ekhem"

Suara berat berhasil membuat kepala ku menoleh ke arah kanan, dokter harmas. Ternyata dokter harmas sudah duduk di bangku ini, tapi sejak kapan? Aku tidak mendengar suara orang duduk? Apa mungkin Dokter Harmas adalah Dedemit? Eh.

"Seneng ya liat anak kecil main"

Aku tersenyum simpul "Iya, aku juga seneng liatnya"

"Kalo gitu kita sama dong?" Dahi ku mengernyit heran, maksud dokter harmas itu apa?

"Maksud kamu?"

"Jangan-jangan kita jodoh"

Jodoh? Jangan bilang! Jangan bilang! Aku tidak mau!!! Tolong jangan dokter harmas kali ini! Astagfirullah!, hamba belum siap Ya Allah!

"Kamu mau gak jadi istri saya?"

Deg

Aku mengalihkan pandangan ku ke arah lain, tidak berani menatap dokter harmas. Apa di dunia ini hanya ada aku saja? Lalu kenapa dokter disini selalu mengatakan,

'Saya mau mengkhitbah kamu'

'Saya mau datang ke rumah kamu untuk melamar'

'Jadilah istri saya'

Perkataan itu yang paling ku hindari, bukan menolak datangnya jodoh. Tapi aku belum siap. Aku masih mau menunggu dia. Yang membuat hati ini selalu berdebar tak karuan ketika menatap matanya. Tolong!

Dua belas, pria yang sudah ku tolak lamarannya. Besok siapa lagi? Ya Allah! Buatlah hati mereka berbelok disaat mau mengkhitbah hamba! Buatlah hati mereka berpikir dua kali, ketika ingin melamar. Hamba hanya ingin dirinya.

"Saya-belum-mau-menikah"

Hening

"Huh...., astagfirullah! Saya terima keputusan kamu. Assalamualaikum" Aku melirik dari ekor mata ku bahwa Dokter Harmas telah bangkit dari duduknya, dengan pandangan lesu ia kemudian berucap lagi.

"Tapi jangan pernah berpikir untuk lepas dari lamaran saya yang berikutnya" Lanjutnya dan pergi meninggalkan aku terduduk bersama angin lalu.

"Waalaikum sallam!"

Astagfirullah! Ini namanya pemaksaan!! Aku baru tau jika harmas bisa seperti ini, benar kata ibu harmas. Kalau harmas selalu bercerita mengenai aku, sangat semangat seperti mendapatkan uang satu miliyar. Jadi ini toh alasannya. Harmas-Harmas!

🍭🍭🍭🍭

Mata ku melihat ke arah langit malam, duduk di balkon kamar sambil meminum coklat panas. Ego ini berkata lain, tapi rasa ini mengucapkan bahwa aku masih menunggunya. Menunggu supaya dia datang ke rumah, dan meminta ku kepada Papah. Tapi itu mustahil, karena dia sudah mempunyai istri.

"Kamu mau gak nikah sama saya?!!!"

"Saya punya mobil lamborgini!"

"Tunggu saya datang ke rumah kamu!"

Kenapa perkataan darinya harus terulang lagi di memori?! Mau melupakan, tetapi hati ini menolak keras. Dia masih ingin berjuang, menyebut namanya di sepertiga malam. Meminta kepada sang pemilik khalik agar dia mau membuka hatinya. Hati yang malang, dia ingin memiliki hati orang yang sudah mempunyai istri.

Aku sudah berprinsip bahwa tidak boleh menjadi perusak hubungan orang. Walaupun hati kita terluka karena tidak dapat memilikinya, tapi lihatlah perjuangan sang wanita kepada pasangannya. Apakah mendapatkannya semudah membeli permen di warung? Tidak semudah itu. Butuh proses yang sangat panjang.

Bolehkah aku menjadi orang asing saja? Yang tidak selalu di tanyai mengenai calon dan juga status. Meninggalkan mereka semua dengan pergi ke suatu pulau, menolak semua lamaran yang di ucapkan dari mulut satu pria? Nyatanya itu tidak bisa.

Kenapa mulut mereka sangatlah pedas? Selalu menayakan dimana jodoh ku berada, menyuruh menikah dengan berbagai paksaan di setiap kalimatnya. Meledek hingga hati ini ingin menangis tapi mulut hanya bisa tersenyum miris.

Satu hari saja. Kalian bertukar peran dengan ku, di olok-olok karna tidak memiliki pasangan. Menyuruh menikah tanpa berpikir dua kali, apakah dia tepat untuk ku. Aku hanya tidak mau pria yang menikahi ku merasa menyesal di akhir perjuangan.

Khitbah 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang