KDL-06

2.8K 165 0
                                    

Author POV

Kedekatan harmas dan lintang menjadi merenggang, bukan karena harmas. Namun karna lintang yang menjauh darinya, setiap berpapasan dengannya pasti lintang selalu memutar balik arah. Harmas ingin mengejar tapi selalu ada saja yang membuatnya berhenti mengejar lintang. Berniat menjelaskan bahwa hubungan mereka jangan sampai menjauh seperti ini.

"Saya mau ngelamar kamu!! Tapi tunggu saya tiga tahun lagi!"

"Jangan terima lamaran dari siapapun! Kamu cuma boleh terima lamaran dari saya!!"

"Kalo saya sudah sukses, saya bakalan datang ke rumah!!!"

Lintang menghembuskan nafasnya gusar, sulit menerima keadaan bahwa sang pangeran sudah mempunyai permain suri. Meninggalkan janji palsu, tanpa memberikan kabar sama sekali. Berjanji bahwa dia akan pulang dan langsung meminta lintang kepada papahnya.

Tapi Itu Semua hanya Ekspetasi.

"Astagfirullah!! Kenapa kepikiran lagi!" Protes lintang sembari memijat pangkal pelipisnya pelan. AC tidak cukup membuat udara menjadi dingin, Lintang membutuhkan udara lagi. Yaitu dengan solusi berjalan-jalan di sekitaran taman rumah sakit. Mengitari taman mungkin cukup membuatnya merasa rileks. Pikir Lintang.

Masih jam sembilan pagi. Udara dan cahaya Matahari di jam segini sangatlah baik untuk kesehatan tubuh. Terutama cahaya matahari, dapat memberikan vitamin D bagi tulang.

"Sus saya keluar sebentar ya, kalo butuh apa-apa tinggal telpon saya"

"Baik dok" Jawab nita seraya mengambil berkas-berkas data pasien hari ini, menatap sang Dokter yang punggungnya kian lama mulai menghilang dari ambang Pintu.

Kaki jenjangnya melangkah keluar, menuju taman rumah sakit untuk menenangkan pikiran. Sendiri, dia hanya butuh itu. Tanpa teman ataupun keluarga. Mengistirahatkan dari lamaran-lamaran yang di terimanya.

"Huh....kapan aku bisa ke jepang lagi bareng Fatma?" Gumam nya lirih.

Tukang es krim sedang berpangkal di pinggir taman, melayani para pembeli. Dan pastinya itu semua adalah anak-anak. Menyerobot antrian hingga salah satu dari mereka ada yang menangis, tanpa di suruh Lintang segera menghampirinya dan bertanya "Kamu kenapa?"

"Hiks hiks es krim aku jatoh kak"

"Owh es krim kamu jatuh. Kalau kakak boleh tau, nama kamu siapa ya?" Tanya lintang ramah

"Tasya Fariska Anjani"

Kening lintang mengernyit, dia seperti mengenali nama anak ini. Tapi siapa? Namanya sangat familiar di telinga lintang, bahkan wajahnya juga hampir sama kayak yang lintang lihat sebelum-sebelumnya

"Tasya kesini sama siapa?" Tanya lintang lagi

"Sama papah"

"Terus dimana papah nya,"

"Disana" Tasya menunjuk ke arah bangku taman, disitu terdapat satu sosok yang sedang menghadap ke air mancur. Pakaiannya saja sangatlah formal, pasti orang kantoran. Pikir lintang

"Ya udah, kita beli es krim. Habis itu samperin papah kamu"

Senyum manis tertera di wajah gadis cantik itu. Tanpa disuruh. Tangan mungilnya menggenggam tangan lintang, sang empu menoleh dengan wajah ramah. Menyenangkan juga bisa di genggam oleh anak kecil.

"Pak es krim nya satu ya. Rasa coklat" Pesan lintang, penjual es krimnya mengangguk lalu memberikan es krim rasa coklat kepada lintang

"Nih pak uangnya" Lintang menyerahkan uang berwarna hijau, baru ingin memberikan kembalian. Namun lintang sudah pergi menjauh

"Neng kembaliannya!!"

"Ambil saja pak"

"Terimakasih ya neng!"

"Iya pak!"

Tasya terus menarik tangan lintang, yang menyebabkab lintang harus berlari agar langkahnya sama dengan langkah tasya. Sifat tasya persis seperti devan, mengingat devan. Lintang jadi ingin bertemu dengannya

"Papah!!!" Panggil tasya

"Iya sayang," Sosok itu menoleh, wajahnya membuat lintang terdiam seketika. Wajah ini?! Wajah yang membuat lintang rindu akan keberadaannya. Sosok itu tak kalah terkejutnya, gadis perempuannya menggenggam tangan wanita yang pernah hadir di masa lampau

"Papah kenalin ini dokter cantik, namanya--" Tasya terdiam, mendongak kepada lintang. Tak mendapatkan respon, pada akhirnya gadis ini menggoyang-goyangkan tangan lintang

"Eh iya kenapa?" Tanya lintang gugup.

"Nama dokter siapa?"

"Lintang"

"Ini dokter lintang, kita jadiin mamah buat tasya ya pah!" Pinta tasya semangat, lintang menelan salivanya susah payah. Pantas saja gadis ini seperti tidak asing di pikirannya.

"Tasya ayo pulang!" Ajaknya marah

"Gak mau!!! Tasnya mau sama mamah baru"

Jeder!!!

Bagai tersambar petir, tubuh lintang menegang seketika. Lidahnya seakan terkunci untuk berbicara, mengucapkan sepatah dua patah saja tidak bisa. Apalagi menjelaskan pengertian kepada tasya

"Tasya ayo pulang!!"

"Ish papah! Tasya bilang gak mau ya gak mau! Kalo kita pulang, mamah lintang juga kita ajak! Soalnya mamah lintang udah mau beliin tasya es krim" Gadis Enam tahun itu berucap fasih, bersikukuh supaya lintang ikut bersama mereka.

"Jangan keras kepala tasya! Almarhumah, gak pernah ngajarin kamu jadi anak pembangkang!"

Deg!

Almarhumah?

Lintang berasa menjadi mayat karna pernyataan ke dua makhluk ini. Almarhumah? Jangan bilang jika tasya itu piatu? Perasaan sesak terganti oleh rasa iba, kasihan tasya. Tapi mungkin saja pemikiran lintang salah

"Ayo pulang! Dan kamu! Jangan pernah mengganggu anak saya lagi!"

Deg!!!

Jeduar!!!

Mengganggu? Dia di bilang menganggu keluarganya? Lintang hanya ingin membantu tasya agar tidak menangis?! Disini siapa yang mengganggu?! Dirinya atau lintang? Pikirnya geram

Khitbah 25Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang