12. way out

84 14 45
                                    

"NIC," teriak gue.

Nic pun tersadar dan kaget. Nic menarik tubuhnya dari gue dan berdiri. Gue panik nafas gue gak teratur, gue menarik bagian kemeja gue yang terbuka agar tertutup.

"Flo," Nic menatap gue takut.

"Flo maaf," Nic berusaha mendekati gue.

"JANGAN," ucap gue setengah berteriak. Gue mengarahkan tangan gue ke Nic agar ia berhenti. Gue langsung berdiri dari sofanya dan menjauh dari Nic.

"Flo maaf.., aku cuman, please Flo-," Nic berusaha mendekati gue lagi dan tangannya menarik gue. Gue mundur dan mendorong Nic sejauh mungkin.

"JANGAN..., JANGAN PEGANG AKU," mulut gue bergetar, gue panik. Gue berusaha mengatur nafas gue karena rasanya sekarang berat banget buat gue untuk bernafas, rasanya seperti ada sesuatu yang mendekap di dada gue.

Nic berjalan pelan mendekati.

"Berhenti di situ," ucap gue lebih tenang, gue menunjuk tangan gue ke arahnya isyarat menyuruh berhenti. Nic berhenti dan mengangkat kedua tangannya tanda Ia tidak akan menyentuh dan mendekat ke arah gue lagi. Dengan cepat gue memgambil tas, semua barang gue di meja dan mengancingi kemeja gue yang terbuka. Gue berjalan cepat ke arah pintu keluar. Gue membuka pintu perlahan.

"Flo, maaf...," suara Nic bergetar terdengar isakan di sela-sela, suaranya terdengar sangat tulus. Gue terdiam sebentar di pintu. Deg, rasanya hati gue hancur lebur. Sebagian dari gue ingin untuk kembali ke dalam memeluk Nic erat dan berkata kalo gue memaafkannya, tapi sebagian dari gue lagi ingin pergi sejauh mungkin, agar gue gak bisa melihat wajah itu lagi dimana-mana.

Sepertinya untuk sekarang sebagian dari gue yang ingin pergi menjauh itu menang. Gue berjalan keluar pintu apartemen itu dengan cepat. Gue turun dari lift, berjalan, dan terus bejalan. Tak terasa gue sudah berjalan sangat jauh meninggalkan apartemen Nic, karena jalanan sudah gelap gue memutuskan untuk pulang dengan taksi. Gue menatap ke depan jendela, melihat jalanan dan mobil yang berlalu lalang. Kenapa Nic? Kenapa kamu ngelakuin ini ke aku? Mata gue terasa berat.

Sesampainya di rumah gue langsung berjalan masuk ke dalam kamar gue. Gue menahan semua sesak di dada. Gue memang terlihat kuat dan gue bukan tipe yang bakal nangis karena suatu hal, tapi disinilah gue, di kamar gue, ngedekap wajah gue di bantal menangis sekenceng mungkin.

You are pathetic Flo.

...

2 hari sejak kejadian. Gue berjalan pulang dari sekolah ke rumah menggunakan gojek. Hari-hari berjalan lumayan normal, kecuali gue sama sekali tidak mengobrol dengan Nic, jangankan mengobrol, menatap Nic aja gue ga berani. Nic sepertinya mengerti perasaan gue, tidak ingin berinteraksi dengannya untuk beberapa waktu. Entah beberapa waktu atau tidak akan lagi. Perasaan gue sangat bercampur aduk terutama saat melihat Nic menjalani hari-harinya tidak semangat seperti biasanya.

Saat berjalan pulang sendiri gue melihat Teo dengan Leon. Entah reflek gue, tapi gue malah mengumpat agar tidak terlihat jalan sendiri. Gue tau pasti Teo akan bingung mengapa gue berjalan sendiri dan mencari jawabannya. Gue sendiri tidak akan senang dengan jawaban gue kalaupun ditanya. Setelah pundak Teo dan Leon sudah tidak terlihat lagi, gue memutuskan untuk berjalan keluar dan memesan gojek.

Rasanya pikiran gue masih belom bisa tenang. Gue berusaha mencari cara untuk melupakan kejadian itu dengan membaca buku yang biasanya ampuh rasanya sekarang tidak berpengaruh sama sekali. Pikiran gue seperti klip film yang diputar terus menerus dengan kejadian 2 hari yang lalu, gue sama sekali gabisa mengalihkan pikiran. Gue memejamkan mata berusaha untuk tidur, tetapi tidak bisa. Kalo gue jujur dengan perasaan ini gue marah, marah banget melampaui batas kemarahan gue biasanya. Gue marah banget sama Nic. Tetapi selalu ada di sisi hati gue yang memutarkan di otak gue suara isakan tangis Nic memohon maaf. Rasanya.. , rasanya.. pengap. Gue gabisa mendeskripsikan perasaan gue sekarang. Tapi gue gabisa begini terus.

loveplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang