"Nic," Flo menghadap ke langit, hari ini bintangnya redup tidak seterang hari itu. Nic pun menghadap ke arah Flo.
"Kasih aku waktu ya,"
"Selama yang kamu mau, aku pasti tunggu," Nic menjawab cepat.
Saat akhirnya gue menghadap melihat wajah Nic ada bagian mukanya biru terutama hidungnya yang di perban. Disana hati gue mencelus, gue tau siapa yang berani untuk ngelakuin itu ke Nic. Gue tidak bertanya dan hanya diam.
Mateo
Hari Senin ini sekolah berjalan biasa, bosen, dan tidak ada yang spesial. Kecuali karena 1 orang itu, sekolah jadi terasa lebih nyaman. Iya karena dia, dia yang lagi berdiri di ujung lorong, sendiri. Gue merasa dia seperti sedang menunggu orang, Nic mungkin? Gue pun menyesal sendiri memikirkan bahwa dia menunggu Nic. Tidak lama, sepertinya dia menyadari bahwa ada orang yang ngeliatin dia di belakang, dia pun memutar badannya dan menghadap ke arah gue. Entah, tapi saat dia menghadap ke arah gue, gue langsung reflek menghadap ke arah lain untuk menghindarinya.
"Teo," suaranya tidak terlalu pelan dan juga tidak terlalu kencang, cukup untuk gue mendengarnya.
"Teo-oon," panggilnya sekali lagi. Entah sebelum gue berbalik badan menghadap ke arah dia, senyum gue merekah lebar mendengar panggilan itu. Rasanya udah berabad-abad dia ga manggil gue itu. Iya dia manggil gue oon, gue tau. Mungkin oon itu hinaan, tapi gue tau di balik panggilan itu ada arti lain. Kalian pasti ngerti kalo kalian di posisi gue.
"Kenapa beb," Gue berbalik ke arahnya. Dia juga tersenyum, tidak terlalu lebar, tapi tulus dan cukup untuk buat gue tau bahwa dia baik-baik aja. Kemudian gue melangkah maju mendekatinya.
"Kok lo belom balik?" Tanya gue.
"Gue nungguin lo," jawabnya.
Nungguin gue. Entah gue harus seneng dengar dia ngomong itu atau sebaliknya.
"Asik, ditungguin bebeb,"
"Papa gue kangen sama lo tuh, dia nyariin," Flo membalas.
"Yah kirain anaknya yang kangen, ternyata bokapnya yang kangen,"
Flo terkekeh kecil.
Flo berjalan dan gue mengikutinya dari belakang. Akhirnya kita berangkat ke rumah Flo dengan motor gue. Selama perjalanan hening, sejujurnya gue pengen banget mengetahui keadaanya dengan Nic kemarin, tapi gue takut Flo keadaanya masih belum membaik jika gue mengingatkannya.
"Nah sampe nih," Gue menurunkan standard motor, Flo beranjak turun dari motor gue. Kemudian kami berjalan masuk ke dalam rumah Flo. Disana terlihat sosok laki-laki paruh baya sedang duduk di sofa mengenakan kacamata tebalnya dan membaca koran dengan gaya bapak-bapak biasanya.
"Halo Pah, nih ada tamu spesial,"
Om Handi mendengar suara anak bungsunya langsung berdiri dan menaruh koran serta kacamatnya ke atas meja. Om Handi menghampiri Flo dan mencium keningnya, saat melihat gue Om Handi langsung tersenyum lebar dan membuka lebar tanganya untuk menyambut gue, gue tersenyum dan memeluk Om Handi. Bisa dibilang gue udah kayak anak cowonya Om Handi, gue juga udah memandang Om Handi sebagai figur bokap kedua gue. Karena ya.. bokap gue sibuk banget sama kerjaanya, sejak mama meninggal bokap gue sering menyibukkan dirinya dengan kerjaan sampe-sampe luang waktu buat anak-anaknya sendiri sedikit. Jadi kalo Om Handi lagi pulang begini gue suka dia ajak main ke rumahnya dan ngobrol bareng, katanya Om Handi anak cowonya terlalu sibuk sama sekolah dan kuliahnya dari dulu, iya memang Ka Brandon itu anak langganan 3 umum besar di sekolah, makanya sibuk banget, jadinya Om Handi suka ngajak main sama ngobrolnya gue, anak males yang kerjaanya nge club ato gabut-gabutan sama temen.
KAMU SEDANG MEMBACA
loveplicated
RomanceLoveplicated Love-complicated Banyak orang yang bilang cinta itu rumit tapi kenyataanya tidak, kenapa? Karena cinta itu pada dasarnya indah, kitalah yang membuatnya rumit. Di kisah ini akan menceritakan seberapa orang membuat cinta itu rumit, yang m...