Deeva Rianty Auriga

41 2 0
                                    

"I don't want two addresses. I don't want a step-brother anyways."

Family Portrait-Pink


Nama yang unik, menggemaskan. Kesukaan terhadap astronomi membuat mereka hapal benar akan satu hal, ada nama golongan rasi bintang terselip dalam padanan nama adik bungsu mereka. Auriga. Kesukaannya menonton TV membuat ia harus menggunakan kaca mata sejak kecil. Manja, kekanak-kanakan, egois, tak sabaran, jahil, dan cerdas. Di sekolah yang sama dengan ketiga sahabatnya, SMA Kartini, Deeva duduk di kelas akselerasi.

****

Hari itu, kota angin Majalengka sedang tidak bersahabat. Kota yang memang biasanya panas menjadi semakin panas walaupun pegunungan mengelilinginya.

"Bener yang kita denger?" Tanya Rere dan Dika di pintu kamar saat Deeva baru saja pulang bahkan sebelum membuka sepatu sekolahnya.

"Tentang?" Tanya Deeva.

"Lu keluar dari kelas akselerasi?" Serobot Dika.

"Kalian... tahu dari mana?" Tanya Deeva.

"Gue, Dee." Aku Alpha.

"Gue ceritain nanti ya, mau mandi dulu, bau matahari nih!" Sela Deeva sambil ngeloyor masuk. Ketiga sahabatnya itu hanya membiarkan Deeva lewat dengan tatapan iba.

Setelah cukup lama, bahkan lumayan lama untuk ukuran Deeva yang memang tak pernah mandi cepat, ia keluar juga, lengkap dengan baju tidurnya, rambut yang basah, dan mata yang sembap. Deeva duduk bersila di lantai bersama mereka yang menatapnya heran.

"OK, untuk pertanyaan kalian tadi, bener apa nggak kalau gue keluar dari kelas akselerasi, jawabannya iya, tepat sekali. Selamat kalian mendapat nilai seratus." Canda Deeva sambil bertepuk tangan, namun tatapan tajam dari ketiga Kakaknya membuat ia kembali diam.

"Lu gak pindah sekolah, kan?" Tanya Alpha.

"Nggak kok, gue cuma pindah kelas doang." Jawab Deeva.

"Kenapa?" Tanya Rere.

"Capek, Kak."Jawab Deeva singkat.

"Berarti lu udah resmi keluar?" Tanya Dika.

"Iya, tadi gue udah belajar di kelas yang baru, kelas X-6. Duh, gue udah males di kelas aksel, gue gak sejenius itu lho." Terang Deeva.

Setidaknya Deeva tidak pindah sekolah. Begitu pikir ketiga sahabatnya. Sore itu mereka lewati seperti biasa, mencumbui jingga yang selalu datang seiring senja. Namun malamnya, saat mereka berada di kamar masing-masing, barulah Deeva berani mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Kak," Panggil Deeva yang tengah tidur terlentang di kasurnya.

"Hm?" Jawab Rere, ia masih sibuk mengisi lembar kerja biologinya.

"Mereka cerai Kak, beberapa hari yang lalu." Dan akhirnya kalimat itu keluar juga, tersampaikan kepada orang lain untuk yang pertama kalinya.

Rere berhenti menulis. "Mereka siapa?" Tanya Rere hati-hati.

"Orang tua gue." Jawab Deeva pelan, lalu air matanya turun, entah untuk yang keberapa kalinya dalam rentang waktu satu minggu ini. Sedikit bebannya terangkat, tapi Deeva sangat menyadari satu hidup baru yang tak lengkap siap menghampiri.

"Kenapa?" Rere keheranan, dia tidak telatih untuk menghadapi keadaan semacam ini, dia hanya bisa menepuk pundak adiknya itu.

"Gue gak tahu. Awalnya mereka cuma gak saling sapa, sampai gue lupa gimana biasanya ayah memerlakukan bunda saat mereka masih bareng. Sekarang gue dan adek gue tinggal sama bunda. Kalau gue tetep di kelas akselerasi, kasian bunda, SPP-nya gede. Lagian gue juga mana bisa fokus kalo keadaan di rumah kayak gini." Terang Deeva di tengah tangisnya.

Rere hampir terisak, ia memeluk erat Deeva berusaha menenangkan dan menyalurkan kenyamanan. Dalam peluknya tangan Rere seolah berkata, Tenang Dee, lu punya kita. Melihat Deeva menangis sangat aneh baginya, Deeva yang biasanya terlihat riang, penuh canda, cerewet, ia kini menjadi sangat rapuh bahkan jika hanya disapa sentuhan lembut takdir.

Malam itu berlalu begitu saja setelah Deeva akhirnya tertidur dengan air mata yang masih membekas. Bahkan malampun tak bisa mengalahkan sang waktu dengan set-nya yang sudah tertata rapi berjalan meninggalkan siapa pun yang tak ingin beranjak. Deeva tak ingin beranjak dari masa-masa kelengkapannya, namun waktu tidak mengizinkan itu.

Sesaat setelah Deeva tertidur, Dika dan Alpha datang ke kamarnya untuk meminjam buku cetak milik Rere, mendapati mata Deeva bengkak, Dika dan Alpha langsung curiga, mengeluarkan serentetan pertanyaan, hingga akhirnya Deeva terbangun dan tak bisa lagi berbohong di depan kedua kakaknya. Seperti yang diceritakannya pada Rere, Deeva mengurai satu per satu takdirnya.

"Tenang aja, ada kita, jangan cemas!" Dika menenangkan.

Deeva hanya membalasnya dengan senyum. Ini menjadi malam pertama yang Deeva rasakan berbeda, ia jelas-jelas kehilangan, namun ia merasa Tuhan telah mengirimkan pelengkap bagi kekosongannya. Saat itu juga mereka berjanji akan saling menjaga. Mereka tahu kalau ini bukan hanya sekedar pertemanan biasa antar penghuni kamar kos, ini melebihi dari apapun yang pernah mereka miliki. ARAL. Alpha, Rere, Auriga, dan Liany. Itulah mereka, bintang yang dikirimkan Tuhan dalam wujud yang hidup.

****

ARAL BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang