Mahardika Rindu Liany

42 2 0
                                    

"Ayah dengarkanlah, aku ingin berjumpa walau hanya dalam mimpi."

Ayah–Rinto Harahap

Panggilannya Dika, Kakak tertua bagi ARAL, ia sedikit pecicilan. Di Pondok Melati, ia berbagi kamar dengan Alpha. Kamar mereka terletak tepat di depan kamar Rere dan Deeva, hanya sebuah lorong kecil yang memisahkan pintunya.

Headphone yang sering ia bawa serta menjadi salah satu cara pengalih perhatian ampuh dari hiruk-pikuk tak jelas di sekitarnya. Oh ya, gadis ini juga memiliki bakat yang lumayan di bidang seni, cukup membantu Alpha dan Deeva untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Seni Rupa mereka. Sunset dan sunrise adalah karya Tuhan yang paling disukai Dika. Selalu ada perasaan magis tersendiri tiap ia memandangi momen kemunculan dan kepergian sang surya di belakang rumahnya yang dekat pantai itu.

****

Tahun ini, di bulan Ramadhan pertama bagi ARAL, Rere dan Alpha tengah melaksanakan shalat terawih, sementara Deeva dan Dika tinggal di kos, saat itu mereka sedang menstruasi sehingga keduanya memutuskan untuk menunggu yang lainnya pulang di kamar Dika. Malam itu, Deeva menyadari betapa rapuhnya seorang Dika. Gadis pecicilan yang selama ini Deeva lihat hanyalah satu bentuk hasil pendewasaan tak terduga.

"Gue itu cengeng banget waktu kecil. Kalo gue udah nangis ayah selalu ngajak gue ke pantai buat nyari kerang atau ubur-ubur yang terdampar hampir tiap hari," Ia memulai kisah panjangnya, sebuah senyum terselip di antara percakapan itu.

"Suatu hari waktu gue pulang maen, lolipop gue jatoh, ancur kena aspal. Sepanjang jalan gue nangis. Pas nyampe rumah, gue mau minta ayah buat nemenin nyari kerang atau beliin lolipop baru," Pemilik manik coklat itu mengeluarkan bulir air dari matanya dan susah payah ia melanjutkan luka yang ia tutup rapat-rapat, pertahanannya goyah.

"Tapi... " Suaranya terhenti sejenak. Tiba-tiba sirine mobil ambulans kembali terdengar di telinganya, persis seperti waktu itu. "Di sana! Di dalem ambulans yang baru berhenti di depan rumah," nadanya terdengar sedikit ditekan. Dika menengadah, menahan sakit dan air mata agar tidak turun deras. "Ayah tidur tenang banget. Anak usia lima tahun ngerti apa coba di situasi kayak gitu?" Dika mengalihkan pandangannya, menatap Deeva yang hanya terdiam sambil menahan tangis.

"Gue gak tahu kalau waktu itu gue udah jadi yatim," Ia berhenti bercerita. Senyum getir kini melengkung di wajahnya. Sebentar-sebentar Dika mengusap habis air matanya begitu juga Deeva. "Setelah hari itu gue jadi rajin nungguin sunrise atau sunset berharap ayah mau bangun dan nemenin gue." Dika tertawa hambar.

Sejakmalam itu, pandangan Deeva terhadap Dika berubah. Deeva, Rere, Alpha, dan Dikaadalah empat pribadi berbeda dengan rasa saling membutuhkan dan dibutuhkan.

ARAL BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang