"Bilur makin terhampar dalam rangkuman asa. Kalimat hilang makna, logika tak berdaya."
Garis Terdepan-Fiersa Besari
Sampai bel pulang berbunyi nyaring, rasa cemas Ara tak mau hilang, Dika terus memegangi lukanya yang masih terasa perih dan ngilu. Ponsel Dika bergetar, Dika dan Rere berlari ke luar segera setelah mereka merapikan bukunya yang berserakan di meja. Tidak biasanya mereka pulang buru-buru.
Ara membuntuti mereka, Rere dan Dika menunggu di depan tangga, tak lama Alpha muncul, wajah mereka sangat gelisah. Tiga siswa itu menyeruak siswa lain yang bergerombol ingin keluar dari gerbang utama. Suara raungan motor Ara terdengar jelas memaksa semua siswa yang tidak ingin ditabrak minggir teratur. Mereka bertiga menaiki angkot masih dengan wajah cemas. Ara semakin penasaran, ia mengikutnya dari belakang hingga akhirnya mereka tiba di Taman Kota.
Deeva sudah menunggu di sana dengan muka suram. Sejak istirahat siang tadi, Deeva memang izin kepada guru piket untuk pulang, kepalanya pusing, wajahnya pun sangat pucat. Walaupun ditawari tumpangan oleh salah satu supir sekolah untuk mengantarkannya pulang, Deeva tetap menolak dan meyakinkan Pak Satpam serta supir itu kalau dirinya bisa pulang sendiri. Setelah beberapa saat tiba di kos, pikirannya tetap saja tidak karuan, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke Taman Kota.
Keempatnya duduk bersila melingkar di rumput. Tidak ada yang berani memulai pembicaraan.
"Dia udah punya pacar." Ucap Deeva setelah lama hening.
"Siapa?" Tanya Alpha hati-hati.
Deeva tak menjawab, bulir air matanya malah jatuh, air bening itu berbalapan di pipinya.
"Fandy?" Tanya Rere.
Deeva hanya menjawab dengan anggukan, mulutnya tak mampu bicara lagi, kalau ia bicara itu hanya akan menambah lukanya.
Tiba-tiba semua kenangan itu kembali menyeruak di benak Rere, bagaimana awalnya Deeva kenal dengan lelaki bernama Purnama Affandy itu, lelaki yang sama sekali tak pernah mengenalnya.
"Foto siapa, Kak?" Tanya Deeva dulu sepulang sekolah saat berkumpul di kamar Dika.
"Fotonya Rio, lu gak tahu? Itu lho pebalap Indonesia." Terang Rere.
Deeva hanya menggeleng, dia benar-benar tidak tahu siapa Rio.
"Masa lu gak tahu, Dee?" Tanya Dika.
"Nggak." Jawabnya.
"Cowok ganteng kayak gini lu gak tahu?" Tanya Dika. Jelas sudah kalau dia penggemar berat Rio.
"Ganteng?" Tanya Deeva sambil mengerutkan kening. Jujur saja fotonya tidak terlalu jelas, jadi Deeva tidak terlalu bisa melihat "kegantengannya" itu.
"Payah!" Jawab Rere dan Dika serempak. Deeva hanya manyun.
"Gosip itu gak bener Dee, Fandy masih single kok." Ucap Dika membuat Rere kembali ke dunia nyatanya, padahal ia tahu Fandy sudah punya pacar, ia pernah melihat Fandy bersama pacarnya keluar kelas Fandy, kelas XII IPA1.
"Iya, Dee, itu gosip." Tegas Alpha
"Gue udah tahu semuanya. Dia punya cewek." Suara Deeva tak jelas bercampur dengan isak tangis.
"Mundur aja kalo itu nyakitin." Kini Dika menyarankannya dengan nada berat.
"Mundur? Gue mau mundur, tapi gimana caranya? Kalian tahu sendiri usaha gue buat mundur gagal berkali-kali." Ucap Deeva tak jelas. "Dulu, pas pertama kali kita ngomongin tentang Rio, besoknya karena penasaran dan nggak mau dibilang payah, gue searching tentang dia sampai akhirnya gue sama-sama ngefans sama Rio kayak Kakak." Lanjutnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAL Bintang
Teen FictionPagi. Siang. Sore. Malam. Pagi. Jatuh. Merangkak. Berdiri. Berlari. Jatuh. Empat orang. Empat kepala. Empat hati. Empat luka. Empat sahabat. Bukankah tidak semua hal memiliki alasan? Jatuh cinta misalnya. Tidak akan ada alasan te...