Alpha Safithri Aurora

37 2 0
                                    

"Jangan berhenti, yang kau takutkan takkan terjadi."

Rehat-KuntoAji

Kemudian yang terakhir, Alpha Safithri Aurora, biasa dipangil Alpha. Gadis satu ini sering telat makan tapi hobinya makan rujak dan makanan pedas lainnya, gaya bicaranya ceplas-ceplos, dan juga dia duduk di kelas akselerasi. Ada beberapa hal yang sangat mereka kagumi darinya, pertama dia apa adanya, kedua dia pantang menyerah, dan terakhir gadis ini penyimpan rahasia yang sangat baik. Sikap tomboy yang ia miliki mampu melindungi kakak dan adiknya dari serangan laki-laki genit. Alpha adalah sosok yang mengagumkan, saat bantal saudaranya tak menerima tangis dan air mata mereka, Alpha rela berbagi pundak, Alpha adalah pelindung utama bagi ARAL.

****

"Gue udah cerita sama wali kelas gue kok." Adu Alpha kepada Rere dan Deeva senja itu. Suatu senja saat Dika tak ada di kos, ia pulang untuk menemui ibunya.

Seorang sahabat yang mereka kenal sangat ceria dan kuat itu kini terduduk lemas di lantai kamarnya. Bersandar pada pintu kamar dengan kaki di tekuk. Wajah lelahnya, rambut kusutnya, dan matanya yang berkaca tak sanggup mereka tatap lebih lama. Ada sesuatu yang mencabik hati melihat keadaan Alpha yang sekarang. Deeva dan Rere tak dapat berkata banyak menanggapi curhatannya itu. Mereka sibuk dengan menerawang berpuluh hari yang telah mereka lalui selama ini. Mereka membiarkan saja Alpha berbicara banyak, berharap ia akan menemukan suatu titik yang dapat menghentikan dukanya.

Sebuah tanda tangan tahun lalu mengubah hidupnya dan teman-temannya, tanda tangan yang juga sempat mengubah hidup Deeva. Awalnya tak ada yang tahu kalau semuanya akan seperti ini, sebuah program sekolah dan pemerintah yang menuntutnya untuk menyelesaikan SMA lebih cepat dari biasanya.

"Gue cuma bingung, banyak yang harus gue selesaikan di kelas, tapi gue juga pingin ikut lomba. Kalian tahu sendiri, gue mesti cepet ngelunasin keuangan ke sekolah. Sebenernya ortu gue udah nyanggupin, tapi gue ngerasa gak enak sama mereka, kalau gue ikut lomba dan menang, gue kan bisa bantu mereka," Terangnya panjang lebar, Rere dan Deeva hanya mengangguk serempak mengiyakan. Mereka sangat yakin Alpha akan memenangkan lomba tersebut.

"Tapi gimana gue bisa belajar buat lomba kalau di sekolah banyak tugas, besok aja ada ulangan harian buat tiga mata pelajaran." Lanjutnya lagi.

Deeva menghela nafas. Ia juga pernah merasakan penderitaan itu, dan sekarang sahabatnya berterus terang tentang penderitaan yang sama. Rere dan Deeva merasakan kesesakan itu, hanya saja mereka tak tahu bagaimana caranya untuk menghilangkan rasa sesaknya. Tak apa jika rasa sesaknya tak hilang, asal rasa sesak yang Alpha rasakan hilang. Mereka begitu merindukan Alpha yang kuat.

Alpha sering kali pulang telat, sementara semua anak-anak di kos sudah bersantai menikmati suasana sore. Sebenarnya ia sanggup untuk terus berada di kelas akselerasi sesuai keinginan pihak sekolah dan orang tuanya. Mereka semua yakin Alpha bukan pribadi yang mudah menyerah, walau terkadang ia tidak bisa menyembunyikan kelelahannya di balik senyum jahilnya. Di depan ketiga sahabatnya, ia kadang melakukan hal yang sama, tersenyum, seolah tidak ada apa-apa, bukannya mereka tidak tahu, hanya saja pengertian seorang sahabat selalu membuat ketiganya menunggu Alpha untuk bercerita, tanpa memintanya.

"Lu cuma jenuh, Al." Ucap Rere memecah keheningan.

"Gue pingin kayak Deeva, keluar dari kelas itu, hidup normal, gak apa-apa SMA-nya tiga tahun juga, gue cuma pingin normal, pingin bisa nafas." Terang Alpha, tanpa ia sadari itu membuat Deeva semakin serba salah.

"Pasti akan ada yang terbaik buat kita semua." Ujar Deeva menenangkan.

Rere dan Deeva sendiri bingung, ia ingin membantu, tapi apa? Dengan apa? Program akselerasi memang menuntut sebuah percepatan, tak peduli apakah itu melelahkan, menjemukan, bahkan menyakitkan, yang pasti program ini menuntut kita berlari lebih cepat. Saat kau lelah mungkin kau bisa beristirahat, namun kau harus tertinggal.

"Ayolah Alpha, semangat, ingat aal izz well!" Ucap Rere setengah berteriak, ia ingin adiknya ini kembali semangat, kembali tersenyum, dan kembali tegar.

"Aal izz well." Ujar Alpha mengulangi kalimat Rere, kini disertai senyum, walau samar. Matanya masih merah dan bening, namun Alpha yakin dia akan mendapatkan lagi semangat-semangat yang akan membawanya ke tingkat keberhasilan.

"Yang terbaik adalah lu tetap berjuang di kelas itu, dan gue berjuang di sini, kelas itu bukan tempat gue, tapi lu harus tetap di sana, kalau lu gak bisa ngelakuinnya buat lu sendiri, lakuin buat kita!" Pesan Deeva. Alpha mengangguk, kini airmatanya telah mengering, berganti senyuman semangat baru.

"Thanks, kalian emang the best." Ucap Alpha.

****

ARAL BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang