Tempat Berpijak

8 1 0
                                    

"Akhirnya aku lihat lagi jemarimu yang bergerak bebas seiring tawamu."

Pilu Membiru-Kunto Aji


Entah ini hari keberuntungan atau kesialan, keempatnya hari ini akan menghadapi ulangan harian di jam yang sama, jam pelajaran pertama. Makanya sekarang, jam tujuh kurang lima belas menit, keempatnya sudah berangkat.

"Semangat ya, kalian!" Ucap Rere yang menggandeng Deeva di dekat jembatan Partai. Suaranya hampir tak terdengar oleh raungan suara mesin motor. Sudah bisa diduga, itu suara motor Ara. Seperti hari-hari yang lalu, ia datang bersama Dion, karibnya yang setia menempel di boncengannya.

"Kok, mendung begini, ya?" Tanya Ara.

"Ih, kepo apa gak peka sih?! Mau ada ulangan nih!" Sentak Dika cepat.

"Hai, Re." Sapa Dion manis.

"Oh, gitu, cuma Kak Rere yang disapa?" Serobot Alpha.

Tiba-tiba suara deru mobil terdengar berhenti di belakang mereka. Semua menoleh kecuali Ara dan Dion.

"Kak, mobil yang kemaren." Bisik Deeva pada Rere.

"Iya, siapa ya yang punya?" Jawab Rere, juga dengan berbisik.

Sang empunya mobil putih itu turun dengan topi hitam masih di kepalanya. Semuanya terkejut, lagi-lagi kecuali dua makhluk berjenis kelamin laki-laki itu. Bagaimana tidak, seorang laki-laki berseragam sama, dengan penampilan mendekati "perfect", tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Sungguh menunjukkan kebesaran Tuhan, itulah replika langit dan bumi. Maksudnya, sekumpulan cewek-cewek itu yang jadi bumi, dan ketiga cowok-cowok asing itu yang jadi langitnya.

"Woy, mata woy!" Suara Dion memecah keheningan yang tercipta tiba-tiba.

"Rin, ngapain lu segitunya ngeliatin dia?" Sewot Ara.

"Ya biarin dong Kak Ara, suka-suka gue, mata punya gue juga."

"Ganteng." Gumam Rere tanpa sadar, yang langsung disambut dengan tatapan tajam dari Dion.

"Ini mimpi kan, ya?" Suara Deeva tercekat.

"Kenapa kalian berhenti di sini?" Tanya laki-laki itu pada Ara dan Dion, nampak matanya yang jernih kini tengah menatap seorang gadis dengan intens.

"Bum," Panggil Ara.

Satu hati telah berhasil dihancurkan oleh tiga huruf saja. Membekukan seluruh badannya, memicu adrenalin, dan membuat otaknya kosong sejenak. Ia tidak menyangka hari ini akan datang. Ia terdiam. Menuli.

"Maksud gue, Adrian. Sini, gue kenalin! Ini Rindu, Mahardika Rindu Liany, dan ini temen-temennya." Terang Ara.

"Oh, ini orang yang bikin lu terima tantangan nyokap-bokap lu?" Tanya cowok yang dipanggil Adrian itu setelah mendekati Ara dan Dion. Namun tak ada satupun makhluk di sana yang menyadari, sejak tadi seorang gadis hanya berdiri mematung menyaksikan seluruh kenangannya ditelanjangi waktu.

"Tantangan apa, Kak?" Tanya Dika.

"Gak penting, yang penting Rian bakal sekolah di sini." Jawab Dion.

"Pale lu gak penting! Ya, penting lah!" Protes Ara. Tentu ia marah, karena demi pulang ke Indonesia ia harus menerima tantangan yang diberikan orang tuanya, yaitu meraih gelar The Best Student untuk semester kemarin di sekolahnya. Tak mudah memenangkan tantangan ini apalagi yang jadi rivalnya adalah Adrian. Namun akhirnya Ara bisa melakukannya dengan baik.

"Lu pindah ke Aussie apa ke Betawi sih, Kak? Ngomong jadi kayak begitu." Tanya Rere.

"Oh ya, gak bakal kenalan secara resmi nih sama kita?" Sindir Alpha.

ARAL BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang