"Just like me, they long to be close to you"
Close To You-The Carpenters
Dion sibuk curi-curi memfoto Rere menggunakan ponselnya. Ia tersenyum lebar menatap layar ponselnya. Kini ponselnya menjadi sangat menarik. Ia teringat kejadian-kejadian dua tahun lalu, rasa debarnya masih sama seperti rasa takutnya. Ia ingin mencoba, walau hanya satu kali.
Hari cukup sore saat rombongan ARAL dan pengawal-pengawalnya memutuskan untuk kembali. Saat memasuki jalan Siti Armilah yang lengang, Dion memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya pada Rere. Walau ia tahu, ia tidak memiliki kesempatan bahkan hanya untuk mengetuk hati gadis sipit ini. Walau ia tahu, ia bukan laki-laki baik bagi gadis sipit ini.
"Re," Dion mencoba peruntungannya. Barangkali saja hari ini Tuhan sedang lebih berbaik hati membuat Rere melupakan predikat-predikat buruknya.
"Apa?" Jawab Rere.
"Mm, gue..." Dion kewalahan menangani debaran jantungnya sendiri. Ini membuatnya gila.
"Lu kenapa Yon?" Tanya Rere khawatir saat melihat pantulan wajah Dion yang pucat dari spion motor. "Berhenti dulu berhenti!" Pinta Rere.
Dion menurut dan menepikan motornya. Di seberangnya rumah salah seorang pejabat berdiri dingin juga angkuh. Nyali Dion semakin menciut dibuatnya.
Rere turun dari boncengan, mengeluarkan botol minumnya. "Lu pusing, Yon? Wajah lu pucet gitu serius, minum dulu nih!" Rere memberikan botol minumnya pada Dion.
"Hmm. Gue gak papa." Dion mengambil botol minum Rere, lalu melepas helmnya dan meneguk setengah isi botol minum itu, berharap mampu menormalkan debaran jantungnya yang menggila. Masih dengan muka pucat dan debaran yang sama ia memberikan botol minum itu kembali pada Rere.
"Wajah lu pucet, seriusan." Rere ikut meneguk setengahnya lagi.
"Gue sayang sama lu. Mau jadi pacar gue?" Tanya Dion malu-malu, dalam satu tarikan napas.
Air di dalam mulut Rere menyembur seketika tepat mengenai wajah Dion. Dion memejamkan mata ketika tsunami itu tiba-tiba menghantamnya. Di lain pihak, Rere tertawa terbahak-bahak.
"Sorry, sorry, kaget gue. Dasar playboy tengik lu! Lu kira, lu bisa mainin perasaan gue?" Tanya Rere di sela tawanya. Ia mengambil tissue di tasnya kemudian mengelap wajah Dion.
"Gue serius Re," Seketika Dion menghentikan tangan Rere yang sedang membersihkan mukanya. Ia memegang tangan Rere, tangan itu terasa dingin. Dion menggosok-gosok tangan itu, kemudian meniupnya. "Gue serius." Ucapnya lagi. Dion menunduk tidak berani menatap Rere lebih lama.
"Lu serius?" Tanya Rere memerhatikan wajah Dion yang dari tadi tidak menatap matanya. "Tatap mata gue kalo lu serius!" Pinta Rere kemudian.
Dion menatap mata Rere. Ia berusaha kuat untuk menatap mata itu, ia berusaha untuk tidak mundur. Ia berusaha meyakinkan dirinya kalau ia bisa membahagiakan Rere. Senyum gadis itu menjadi kekuatan untuknya saat ini. Lima detik, sepuluh detik. Ia kalah, terlalu ketakutan. Namun rasanya ia tetap ingin memiliki senyum itu, senyum milik Rere.
"Ya udah," Ucap Rere, kata-kata itu membuat Dion mengangkat wajahnya. Rere tersenyum. "Gue bisa kan, bikin lu lepas dari citra playboy lu?" Lanjut Rere.
Dion terdiam, sedikit kesulitan mencerna ucapan Rere. Lalu saat oksigen mencapai otak dan membuatnya kembali bekerja, ia tersenyum. "Yoah, bisa banget."
Dion tidak menyangka kesempatan ini datang. Debaran jantungnya masih tidak teratur, tapi wajahnya sudah tidak sepucat tadi. Mana bisa si playboy ganteng nomor wahid ini ditolak, ia tidak punya modal untuk ditolak perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARAL Bintang
Fiksi RemajaPagi. Siang. Sore. Malam. Pagi. Jatuh. Merangkak. Berdiri. Berlari. Jatuh. Empat orang. Empat kepala. Empat hati. Empat luka. Empat sahabat. Bukankah tidak semua hal memiliki alasan? Jatuh cinta misalnya. Tidak akan ada alasan te...