Selamat membaca, jangan lupa vote dan tinggalkan komen yahh🖤
***
Di dalam kamar itu, keduanya saling mengeluarkan desahan demi desahan. Ali terus menghujam kasar wanita di bawahnya, tak peduli pilu keringat membanjiri keduanya.
"Aah shit Jane!"
Tangan Ali meremas kuat dada Jane dibawahnya ketika merasakan sebentar lagi ia akan keluar untuk yang ketiga kalinya.
"Shhh."
"Arkhh!"
Tubuh Ali ambruk menindih tubuh Jane dibawahnya. "Lo yang-terbaik." bisik Ali dengan napas memburu.
Jane tersenyum senang mendengar itu. Tangannya mengalung di leher Ali dengan menggoda. "Kapan lo mutusin Anna?" Tanya Jane seperti biasanya.
Ia akan selalu bertanya hal itu walaupun tau jawaban Ali akan selalu seperti apa nantinya. Siapa tau Ali berubah pikiran bukan?
"Lo udah tau jawabannya Jane, nggak usah buat gue kasarin lo kalo masi bahas cewek gue." Peringat Ali tegas.
"Lo bilang sialan itu cewek lo tapi lo malah habisin waktu sama gue."
"Itu bukan urusan lo. Lo lagian kenapa sih nanya itu mulu? Nggak bosen apa?" Tanya Ali kesal.
Ali menuruni kasur, memilih untuk mendudukkan bokongnya di tepi kasur dengan tangan bekerja menghidupkan pematik usai menyelipkan benda kecil diantara kedua jarinya.
Jane mendengus sebelum memutar bola matanya. Ya jelas ia tak akan bosan kalau cewek sialan menurutnya itu dan Ali belum juga berakhir.
"Gue nggak akan pernah bosen kalo nanya soal itu..." Kata Jane menjeda. "Kalo gue nanya lo pilih sialan itu atau gue lo bakal pilih siapa?" Tanya Jane sebelum mendudukkan bokongnya di pangkuan Ali.
"Lo tau Jane, gue bakal selalu milih Anna ketimbang lo sama—" Ali mengumpat saat Jane membungkam bibirnya. Selanjutnya, keduanya kembali melakukan kegiatan itu lagi.
🦋🦋🦋
Watty dan Kinan saling menatap. Mereka berdua ikut mendengar dengan tenang penjelasan dari ibu Anna melalui sambungan telepon itu. Sesekali keduanya menatap kearah wajah Anna yang terlihat sembab.
"Kamu harus kesini sekarang."
Suara Ibu Anna di seberang sana kembali terdengar. Anna menggigit bibirnya kuat-kuat, antara pergi dan memilih menolak. Ia ingin pergi untuk melihat keadaan Papanya yang tiba-tiba kritis namun ia juga tak ingin membuat Mamanya curiga dengan keadaannya yang sekarang.
Jujur kondisi Papanya yang tiba-tiba kritis membuatnya takut. Ia sungguh bingung, apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah seminggu yang lalu keadaan Papanya baik-baik saja? Mengapa sekarang keadaan Papanya semakin memburuk? Apakah Tuhan tidak bisa membuat hidupnya kembali normal seperti dulu? Sungguh, ia capek dengan semua ini.
"Aku bakal ke rumah sakit besok, Ma."
Kata Anna, menggigit bibirnya kuat-kuat sembari menatap sahabatnya bergantian.
"Apa nggak bisa sekarang Anna? Kamu mau Papa kamu mati dulu baru kamu ke sini, gitu?"
Anna langsung terisak, tangannya menggenggam ponsel Watty dengan kuat.
Watty yang duduk tak jauh dari sahabatnya mengusap punggung Anna untuk menenangkan. Dalam hati ia bertanya apa yang terjadi dengan kondisi Papa Anna sebenarnya sampai Melinda-Ibu-Anna sampai berkata seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALIANDO
RandomBagi Anna dunia sangatlah kejam. Rasanya dia ingin berhenti di satu tempat agar kesedihan berhenti dia dapatkan tetapi sudah berulang kali dia coba hasilnya selalu sama. Bagaimana jika melepaskan saja sangat sulit sedangkan ketika dia bertahanpun r...